Contoh Jurnal - Kali ini Perpustakaan Cyber akan memberikan contoh jurnal biologi tahun 2011. Semoga contoh jurnal ini dapat membantu anda salam menyelesaikan tugas. Jurnal ini berjudul Produksi Selulase Kasar Dari Kapang Trichoderma viride Dengan Perlakuan Konsentrasi Substrat Ampas Tebu Dan Lama Fermentasi.
Jurnal Biologi XV (2) : 29 - 33 | ISSN : 1410 5292
PRODUKSI SELULASE KASAR DARI KAPANG Trichoderma viride DENGAN PERLAKUAN
KONSENTRASI SUBSTRAT AMPAS TEBU DAN LAMA FERMENTASI
PRODUCTION OF CRUDE CELLULASE FROM Trichoderma viride WITH CONCENTRATION OF
BAGASSE AND FERMENTATION TIMES AS TREATMENTS
Ida Bagus Wayan Gunam, Wayan Redi Aryanta dan Ida Bagus N. Surya Darma
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
ibwgunam@yahoo.com
INTISARI
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memanfaatkan ampas tebu sebagai substrat dalam produksi selulase kasar dari kapang Trichoderma viride. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi substrat yang terdiri dari tiga level yaitu, konsentrasi substrat 1%, 2%, dan 3%. Faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari tiga level yaitu, 5, 7, dan 9 hari. Masing–masing perlakuan dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan waktu pembuatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ampas tebu dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada produksi selulase kasar dari kapang Trichoderma viride. Kombinasi perlakuan terbaik untuk menghasilkan selulase kasar dengan aktivitas yang optimal adalah pada perlakuan konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 7 hari dengan nilai rata-rata aktivitas selulase (filter paperase), protein terlarut, dan aktivitas spesifik selulase berturut-turut 0,771 Unit/mL, 0,262 mg/mL, dan 2,940 Unit/mg.
Kata kunci: ampas tebu, Trichoderma viride, fermentasi, selulase
ABSTRACT
This research was done in order to utilize bagasse as substrates to produce crude cellulase from Trichoderma viride. This research used a randomized block design with factorial pattern which consisted of two factors. The first factor was the concentration of substrate which consisted of three levels namely, substrate concentration of 1%, 2%, and 3%. The second factor was the fermentation time which consisted of three levels namely, 5, 7, and 9 days. Each treatment classified into two groups based on time of production. The results showed that the concentration of bagasse and fermentation time significantly influenced the parameters observation of crude cellulase production from Trichoderma viride. The optimal treatment combination to produce crude cellulase with maximum activity was the treatment of 3% substrate concentration and fermentation time of 7 days with an average value of cellulase activity (filter paperase), soluble protein, and cellulase specific activity were 0.771 Unit/mL, 0.262 mg/mL, and 2.940 Unit/mg, respectively.
Keywords: bagasse, Trichoderma viride, fermentation, cellulase
PENDAHULUAN
Produksi dan konsumsi energi primer dunia menunjukkan peningkatan yang terus-menerus, disisi lain energi fosil persediannya sudah semakin menipis dan mengandung senyawa beracun yang membahayakan. Emisi sulfur oksida (SOx) pada atmosfir akibat dari pembakaran minyak bumi dapat menyebabkan masalah lingkungan yang serius seperti polusi udara dan hujan asam (Gunam et al., 2006).
Salah satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan etanol hasil fermentasi biomassa. Bioetanol digunakan sebagai bahan bakar terbarukan mengingat kuantitas minyak bumi saat ini terus menipis (Izzati et al., 2010). Alasan bioetanol digunakan sebagai bahan bakar, karena penggunaan etanol murni akan menghasilkan CO2 13%, lebih rendah dibanding premium. Selain itu, bioetanol dapat menurunkan kadar emisi gas rumah kaca hingga 80% dari hasil pembakarannya, sehingga dapat menurunkan efek rumah kaca (Izzati et al., 2010).
Bioetanol dapat diproduksi dari bahan yang mengandung glukosa, pati, dan selulosa. Pembuatan bioetanol dari bahan bergula ataupun berpati sudah makin terbatas karena bahan-bahan bergula dan berpati yang digunakan untuk memproduksi bioetanol tersebut juga dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Banyak peneliti mengungkapkan bahwa limbah yang mengandung selulosa dapat digunakan sebagai sumber gula yang murah dan mudah didapat untuk menggantikan bahan pati dalam proses fermentasi (Graf dan Koehler, 2000 dalam Kamara et al., 2007). Hal ini yang mendorong usaha penggunaan bahan baku dari limbah pertanian (biomassa).
Penelitian sebelumnya memanfaatkan ampas tebu, jerami padi, jerami jagung, dan serbuk gergaji kayu sebagai sumber gula. Ampas tebu merupakan bahan baku pembuatan bioetanol terbaik dibandingkan dengan jerami padi, jerami jagung, dan serbuk gergaji kayu (Suparyana, 2010). Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi tebu. Selain harganya murah, ketersediaan ampas tebu juga melimpah dan belum banyak dimanfaatkan (Gunam, 1997).
Bioetanol dihasilkan dari proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa yang kemudian difermentasi menjadi etanol. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara kimia dan enzimatik. Hidrolisis secara kimia biasanya dilakukan dengan asam dan hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan mengganti tahap hidrolisis asam dengan hidrolisis secara enzimatis. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak (suhu dan tekanan rendah, pH netral), serta proses enzimatis merupakan proses yang ramah lingkungan.
Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Produksi selulase secara komersial biasanya menggunakan kapang atau bakteri. Kapang yang bisa menghasilkan selulase adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan lain-lain. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase adalah Pseudomonas, Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang dan bakteri yang bisa menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan dalam pembuatan enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma viride (Arnata, 2009).
Trichoderma viride adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai organisme selulolitik dan menghasilkan enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase (Deacon, 1997). Kelebihan dari Trichoderma viride selain menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan enzim xyloglukanolitik (Tribak et al., 2002).
Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah enzim selulolitik dalam memecah selulosa. Seperti yang diketahui pada limbah lignoselulosa, selulosa terikat dengan lignin sehingga sulit sekali dilakukan hidrolisis selulosa tanpa memecah pelindung lignin ini terlebih dahulu. Untuk memecah pelindung lignin perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku yaitu dengan proses delignifikasi. Menurut Suparyana (2010), konsentrasi larutan NaOH 6% dan lama perendaman 12 jam dengan perbandingan substrat 1:15 terhadap NaOH, menghasilkan serbuk ampas tebu terdelignifikasi terbaik dengan kadar selulosa, hemiselulosa, lignin, dan nilai retensi air berturut-turut adalah 72,49, 9,09, 11,88, dan 15,90%.
Gunam et al. (2010) melaporkan bahwa, konsentrasi substrat 2% dengan perlakuan delignifikasi NaOH 6% akan menghasilkan aktivitas selulase yang optimal dengan lama fermentasi 9 hari dari kapang Aspergillus niger. Gunam et al. (2010) menggunakan perlakuan konsentrasi substrat 1, 2, dan 3%. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aktivitas selulase yang maksimal dihasilkan setelah fermentasi selama 7 hari dari kapang Trichoderma viride (Arnata, 2009).
Melihat pentingnya selulase dalam biokonversi selulosa menjadi glukosa sebagai bahan untuk produksi etanol, maka diperlukan optimasi terhadap produksi selulase kasar dari kapang Trichoderma viride dengan perlakuan konsentrasi substrat ampas tebu 1, 2, dan 3% dan lama fermentasi 5, 7, dan 9 hari, sehingga diharapkan dapat menghasilkan selulase kasar secara optimal yang nantinya dapat digunakan untuk mengkonversi bahan berselulosa menjadi glukosa. Glukosa merupakan produk antara yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri, salah satunya untuk produksi bioetanol. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kombinasi konsentrasi substrat ampas tebu dan lama fermentasi yang optimal untuk memproduksi enzim selulase kasar dengan aktivitas yang tinggi dari kapang Trichoderma viride
MATERI DAN METODE
Strain, Kultur Media dan Bahan Kimia
Strain mikroba yang digunakan adalah kapang Trichoderma viride. Strain tersebut diperoleh dari Lab. Mikrobiologi PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Media untuk pemeliharan dan peremajaan kultur digunakan media Potato Dectrose Agar (PDA) dan Glukosa. Limbah lignoselulosa (ampas tebu) diambil dari Pabrik Gula Candi Baru, Sidoarjo Jawa Timur.
Bahan kimia yang digunakan yaitu: NaOH, Bovin Serum Albumin (BSA) (Merck), H2SO4 (Merck), NaH2PO4 (Merck), CaCl2, KH2PO4 (Merck), MgCl2 (Merck), Urea, Dinitrosalicylic Acid (DNS), pereaksi biuret, dietileter (Merck), Trichloro Acetic Acid (TCA) (Merck), buffer sitrat, HCl dan aquades.
Bahan baku berupa ampas tebu dikecilkan ukurannya dengan cara ampas tebu tersebut ditimbang dan dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari, sampai kadar air sekitar 10 persen. Setelah kering dihancurkan dengan menggunakan alat penggiling hingga menjadi bubuk yang lolos ayakan 60 mesh, selanjutnya diperoleh bubuk lignoselulosa dengan ukuran seragam (Gunam, 1997).
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi substrat yang terdiri dari tiga level yaitu: konsentrasi substrat ampas tebu 1, 2 dan 3%. Faktor kedua adalah lama fermentasi yang terdiri dari tiga level yaitu: 5, 7 dan 9 hari. Masing–masing perlakuan dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan waktu pembuatannya. Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis dengan sidik ragam, apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
Penyiapan Kultur Kerja Trichoderma viride
Kultur kerja dipersiapkan dengan menginokulasikan kapang yang telah diremajakan (dari kultur stok) ke dalam media agar miring (PDA) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Spora biakan murni Trichoderma viride ditumbuhkan dengan cara menggores pada permukaan media (1 ose per tabung). Biakan murni tersebut diinkubasi pada suhu 25 - 27oC selama 7 hari.
Proses Delignifikasi
Tahap ini dilakukan untuk menghasilkan selulosa ampas tebu dengan kadar lignin yang rendah. Proses delignifikasi dilakukan sebagai berikut: serbuk ampas tebu direndam sebanyak 30 g dalam larutan NaOH 6% (b/v) pada gelas beker dengan perbandingan 1 : 15 (serbuk ampas tebu : larutan NaOH) selama 12 jam pada suhu kamar (Suparyana, 2010). Perlakuan delignifikasi serbuk ampas tebu mengggunakan suhu kamar bertujuan untuk efisiensi biaya. Kemudian dilakukan pencucian sampai netral dan penyaringan serta pengeringan dengan oven pada suhu 105oC selama 10 jam (Suryanto, 1986 yang telah dimodifikasi dalam Gunam et al., 2009).
Produksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Selulase
Biakan murni Trichoderma viride ditumbuhkan dalam media agar miring kemudian diinkubasi selama 7 hari. Sebanyak 10 mL aquades steril ditambahkan masingmasing ke dalam biakan Trichoderma viride dalam agar miring, kemudian dikocok agar spora terlepas ke dalam fase cair.
Bubuk ampas tebu didelignifikasi dengan NaOH 6% selama 12 jam pada suhu ruang, kemudian ampas tebu yang sudah terdelignifikasi dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 mL sesuai perlakuan (1, 2, dan 3%). Ditambahkan larutan nutrien dan mineral dengan perbandingan 1:1 terhadap substrat. Larutan nutrien dan mineral ini mengandung NaH2PO4 4,7%, CaCl2 0,1%, KH2PO4 1,02%, MgCl2 0,02% dan urea 0,3% (b/v). Media yang telah berisi larutan nutrien dan mineral ditambahkan aquades hingga 100 mL, kemudian dilakukan pengaturan pH menjadi pH 4, selanjutnya ditutup dengan kapas, disterilisasi pada 121 oC selama 15 menit dalam autoclave (Suryanto, 1986 dalam Hardjo et al., 1989).
Suspensi spora dibuat dari Trichoderma viride yang berumur 7 hari, ditambahkan ke dalam medium fermentasi pada konsentrasi 10% (b/v) dan diaduk secara aseptis di atas shaker, selanjutnya dilakukan fermentasi (Suryanto, 1986 dalam Hardjo et al., 1989).
Pemanenan enzim dilakukan pada akhir fermentasi sesuai perlakuan (5, 7, dan 9 hari). Hasil fermentasi dalam Erlenmeyer diaduk dan dikocok, lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat kemudian disentrifuge pada suhu ruang, diambil supernatannya (selulase kasar) dan siap dianalisis (Suryanto, 1986 dalam Hardjo et al., 1989).
Dalam penelitian ini parameter yang diamati antara lain: pengujian aktivitas selulase (filter paperase) (Darwis dan Sukara, 1990), analisis protein terlarut metode Biuret (Apriyantono et al., 1989), aktivitas spesifik selulase (filter paperase) (Machfoed et al., 1989). Aktivitas spesifik selulase (filter paperase) didefinisikan sebagai Unit aktivitas per milligram protein. Perhitungan aktivitas spesifik menurut Machfoed et al., (1989) adalah sebagai berikut:
Unit aktivitas (Unit /mL filtrat)
Aktivitas spesifik = -------------------------------
kadar protein (mg/mL)
HASIL
Aktivitas Selulase (Filter Paperase)
Pengujian aktivitas filter paperase dapat mencerminkan aktivitas umum selulase, karena substrat untuk pengujiannya digunakan kertas filter Whatman no. 1 (serat yang masih bersifat kristal) sehingga melibatkan aktivitas C1 yang berperan sebagai pengaktif selulosa kristal menjadi selulosa reaktif (Darwis dan Sukara, 1990).
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan konsentrasi ampas tebu dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap aktivitas selulase. Nilai rata-rata aktivitas selulase dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata aktivitas selulase (filter paperase) (Unit/mL filtrat)
Lama Fermentasi (hari) | Konsentrasi Substrat (%) | ||
1 | 2 | 3 | |
5 | 0,158 g | 0,198 fg | 0,249 f |
7 | 0,423 e | 0,579 c | 0,771 a |
9 | 0,498 d | 0,675 b | 0,814 a |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05) |
Protein Terlarut
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan konsentrasi substrat dan lama fermentasi berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar protein terlarutnya. Nilai rata-rata protein terlarut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar protein terlarut (mg protein/mL filtrat)
Lama Fermentasi (hari) | Konsentrasi Substrat (%) | ||
1 | 2 | 3 | |
5 | 0,102 g | 0,125 f | 0,156 e |
7 | 0,171 de | 0,209 c | 0,262 a |
9 | 0,186 d | 0,232 b | 0,270 a |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05) |
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata protein terlarut yang tertinggi adalah 0,270 mg/mL, diperoleh dari perlakuan interaksi konsentrasi substrat 3% dengan lama fermentasi 9 hari dan nilai rata-rata terendah protein terlarut adalah 0,102 mg/mL, diperoleh dari perlakuan interaksi konsentrasi substrat 1% dengan lama fermentasi 5 hari. Hal ini disebabkan semakin tinggi substrat dan semakin lama waktu fermentasi maka hidrolisis substrat semakin banyak, sehingga kadar protein semakin meningkat, menunjukkan selulase yang dihasilkan juga meningkat.
Aktivitas Spesifik Selulase (Filter Paperase)
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan antara konsentrasi substrat dengan lama fermentasi berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap aktivitas spesifik filter paperase. Nilai rata-rata aktivitas spesifik selulase (filter paperase) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata aktivitas spesifik selulase (filter paperase) (Unit/mg protein)
Lama Fermentasi (hari) | Konsentrasi Substrat (%) | ||
1 | 2 | 3 | |
5 | 1,545 e | 1,586 e | 1,601 e |
7 | 2,478 d | 2,764 bc | 2,940 ab |
9 | 2,681 c | 2,914 b | 3,014 a |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P > 0,05) |
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa aktivitas spesifik filter paperase tertinggi adalah 3,014 Unit/mg yang dihasilkan dari perlakuan konsentrasi substrat 3% dengan lama fermentasi 9 hari. Aktivitas spesifik filter paperase yang terendah terjadi pada perlakuan konsentrasi substrat 1% dengan lama fermentasi 5 hari dengan nilai rata-rata adalah 1,545 Unit/mg.
PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas seluase (filter paperase) yang diperlihatkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata aktivitas filter paperase yang tertinggi adalah 0,814 Unit/mL diperoleh dari perlakuan interaksi konsentrasi substrat 3% dengan lama fermentasi 9 hari sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan interaksi konsentrasi substrat 1% dengan lama fermentasi 5 hari dengan nilai rata-rata aktivitas filter paperase adalah 0,158 Unit/mL. Hal ini, disebabkan dengan semakin tinggi substrat dan semakin lama waktu fermentasi maka hidrolisis substrat oleh T. viride cenderung meningkat, sehingga semakin banyak selulase yang dihasilkan. Penelitian mengenai waktu inkubasi optimum T. viride untuk substrat batang semu pisang klutuk, dilaporkan bahwa aktivitas selulase tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 9 hari (Ramadani, 1994 dalam Kamara et al., 2007).
Berdasarkan hasil analisis Duncan diperoleh bahwa konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 9 hari tidak berbeda nyata dengan konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 7 hari. Hal ini, disebabkan pada konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 7 hari pertumbuhan kapang T. viride sudah optimal, sehingga kemampuan untuk menghasilkan selulase menjadi meningkat. Arnata (2009) juga melaporkan bahwa aktivitas maksimal filter paperase diperoleh setelah fermentasi selama 7 hari. Sementara produksi selulase kasar dari A. niger paling tinggi diperoleh setelah fermentasi selama 9 hari, menggunakan serbuk jerami padi sebagai substratnya (Gunam et al., 2010).
Pada penelitian ini, kadar protein terlarut dalam filtrat enzim kasar diasumsikan sebagai protein selulase. Berdasarkan uji lanjut Duncan, perlakuan konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 9 hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 7 hari. Pada lama fermentasi 9 hari dapat dilihat terjadi peningkatan kadar protein akan tetapi peningkatannya tidak signifikan dengan kadar protein yang dihasilkan dari fermentasi selama 7 hari.
Hal ini disebabkan pada konsentrasi substrat 3% dengan lama fermentasi 7 hari pertumbuhan kapang T. viride sudah optimal sehingga protein yang dihasilkan meningkat. Meningkatnya kadar protein menunjukkan bahwa aktivitas selulase juga meningkat. Semakin tinggi konsentrasi substrat dan semakin lama waktu fermentasi maka kadar protein terlarut yang dihasilkan cenderung meningkat.
Apabila ditinjau dari konsentrasi substrat dan waktu fermentasi terhadap kadar protein dan aktivitas enzim yang dihasilkan, tampak ada korelasi antara kadar protein dan aktivitas enzim yang dihasilkan. Pada Tabel 3 juga terlihat bahwa pada kondisi lingkungan dengan kadar protein yang dihasilkan tinggi maka aktivitas enzim juga tinggi, dan sebaliknya pada kondisi dimana kadar protein yang dihasilkan rendah maka terlihat adanya aktivitas enzim yang dihasilkan rendah, sehingga mempengaruhi aktivitas spesifik filter paperase.
Berdasarkan hasil analisis Duncan diketahui bahwa konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 9 hari tidak berbeda nyata dengan konsentrasi substrat 3% dan lama fermentasi 7 hari terhadap seluruh parameter yang diamati pada produksi enzim selulase kasar dari T. viride.
Melihat dari efisiensi waktu terhadap aktivitas enzim selulase yang dihasilkan, maka kombinasi perlakuan yang paling optimum adalah konsentrasi substrat 3% dengan lama fermentasi 7 hari, karena aktivitas selulase di hari ke-7 sampai hari ke-9 tidak terjadi peningkatan aktivitas selulase yang signifikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dengan ampas tebu sebagai substrat untuk produksi enzim selulase dari T. veride maka dapat disimpulkan bahwa ampas tebu dapat dijadikan sebagai substrat untuk produksi enzim selulase dari T. viride secara fermentasi media cair. Kombinasi perlakuan terbaik untuk produksi enzim selulase kasar adalah pada konsentrasi substrat ampas tebu 3% dengan lama fermentasi 7 hari dengan nilai rata-rata aktivitas selulase (filter paperase), protein terlarut, dan aktivitas spesifik selulase (filter paperase) berturut-turut 0,771 Unit/mL filtrat, 0,262 mg/mL filtrat, dan 2,940 Unit/ mg protein.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini melalui skema Hibah Penelitian Strategis Nasional Nomor kontrak No: 0229.0/023-04.2/XX/2009.
KEPUSTAKAAN
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari., Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. Penerbit Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Arnata, I W. 2009. Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Thesis Master, IPB, Bogor.
Darwis, A.A, E. Sukara. 1990. Isolasi, Purifikasi dan Karakteristik Enzim. PAU Bioteknologi IPB, Bogor.
Deacon, J.W. 1997. Modern Micology. Blackwell Science. New York. 303 pp.
Gunam, I.B.W. 1997. Perlakuan Kimiawi Ampas Tebu Tanpa Pencucian Sebagai Perlakuan Pendahuluan untuk Hidrolisis Enzimatis Selulosanya. Tesis Master, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gunam, I.B.W., Y. Yaku, M. Hirano, K. Yamamura, F. Tomita, T. Sone, K. Asano. 2006. Biodesulfurization of Alkylated Forms of Dibenzothiophene and Benzothiophene by Sphingomonas subarctica T7b. Journal of Bioscience and Bioengineering. 101: 322-327.
Gunam, I.B.W., N.S. Antara, A.A.M.D. Anggreni. 2009. Produksi Bioetanol dari Limbah Lignoselulosa dengan Teknik Sel Terimobilisasi. Laporan Hibah Penelitian Strategis Nasional, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Gunam, I.B.W., K. Buda, I M.Y.S. Guna. 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi dengan Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus niger NRRL A-II, 264. Jurnal Biologi, 14(2): 55-61.
Hardjo, S., N. S. Indrasti, T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Izzati N., R. Yusnidar, H.R. Amrullah. 2010. Optimasi Pembuatan Bioetanol dari Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L.) Sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar yang Terbarukan. FMIPA, Universitas Negeri Malang, Malang.
Kamara, D. S., S .D. Rachman, S. Gaffar. 2007. Degradasi Enzimatik Selulosa Dari Batang Pohon Pisang untuk Produksi Glukosa dengan Bantuan Aktivitas Selulolitik Trichoderma viride. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Machfoed, E. G. Said, Krisnani. 1989. Fermentor. Petunjuk Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Steel, R.G.D., J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suparyana, P. K.. 2010. Proses Delignifikasi Ampas Tebu Menggunakan NaOH Sebelum Sakarifikasi Enzimatis dengan Selulase Kasar dari Aspergillus niger. Skripsi S1, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Tribak, M., J.A.Ocampo, I. Garcia-Romera. 2002. Production of xyloglucanolytic enzymes by Trichoderma viride, Paecilomyces farinosus, Wardomyces inflatus, and Pleurotus ostreatus. Mycologia. 3: 404-410
Anda sekarang sudah mengetahui Contoh Jurnal. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber. Jurnal ini merupakan materi yang disediakan oleh E-Journal Universitas Udayana.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar