Peradaban Lembah Sungai Gangga, Kebudayaan Hindu, Agama Budha, Aliran Jaina, Sistem Pemerintahan, Peninggalan, Kasta

Bookmark and Share
Artikel dan Makalah tentang Peradaban Lembah Sungai Gangga, Kebudayaan Hindu, Agama Buddha, Aliran Jaina, Sistem Pemerintahan, Peninggalan, Kasta - Selain peradaban Lembah Sungai Shindu, di India kuno ditemukan pula peradaban Lembah Sungai Gangga yang terletak antara Pegunungan Himalaya, dan Pegunungan Windya. Sampai sekarang, di wilayah ini belum ditemukan sisa-sisa peninggalan peradaban pada masa prasejarah. Peradabannya mulai berkembang sejak masuknya bangsa Arya ke India dengan terbentuknya budaya Hindu. (Baca juga : Peradaban Kuno Di Asia Dan Afrika)

a. Kebudayaan Hindu

Berubahnya pola hidup bangsa Arya dari seorang pengembara menjadi hidup menetap, melahirkan kebudayaan campuran dengan bangsa aslinya, yaitu bangsa Hindu dan kebudayaanya disebut Kebudayaan Hindu (Hinduisme). Daerah perkembangan pertamanya terdapat di lembah Sungai Gangga, yang disebut Aryavarta (negeri orang Arya) dan Hindustan (tanah milik orang Hindu). Bangsa Hindu melahirkan karya sastra berupa kitab Weda yang berisi cerita kepahlawanan bangsa Arya juga puji-pujian kepada dewa. Kitab Suci Weda terdiri dari empat bagian, yaitu:
  1. Reg-Weda, berisi syair-syair pemujaan kepada dewa-dewa.
  2. Sama-Weda, berisi nyanyian untuk memuja dewa.
  3. Yayur-Weda, berisi bacaan untuk keselamatan.
  4. Atharwa-Weda, berisi ilmu untuk menghilangkan marabahaya.
Selain Kitab Suci Weda, terdapat Kitab Brahmana yang isinya doa-doa ucapan Brahmana saat dilangsungkan upacara, dan Kitab Upanishad yang isinya ajaran keagamaan dari guru.

Ajaran Hindu mengenal banyak dewa (polytheisme), namun dewa yang menjadi utama adalah Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.

Bangsa Arya mengatur tatanan sosial masyarakat-masyarakat yang dijumpainya dengan sistem kasta. Sistem kasta terdiri dari 4 bagian, yakni:
  1. Kasta Brahmana: kaum agamawan.
  2. Kasta Kstaria: kaum pemerintahan.
  3. Kasta Waisya: kaum petani dan pedagang.
  4. Kasta Sudra: kaum pekerja.
Selain sistem kepercayaan, bangsa Arya juga membangun sistem kemasyarakatan. Dari kitab Rig−Veda kita memperoleh gambaran tentang kehidupan masyarakat pada masa itu. Kitab−kitab lain yang dianggap suci dalam agama Hindu adalah Purana. Kitab ini terdiri dari 18 bab dengan isinya yang berbeda−beda. Namun secara umum, ke−18 bab ini memuat hal−hal berikut ini.
  1. Sarga memuat cerita tentang penciptaan alam semesta.
  2. Pratisarga memuat cerita tentang penciptaaan kembali dunia setiap kali di dunia yang ada lenyap.
  3. Wamca memuat cerita tentang asal usul para dewa dan resi.
  4. Manwantarani memuat cerita tentang pembagian waktu satu hari Brahma.
  5. Wamcanucarita memuat cerita tentang raja−raja yang memerintah di atas dunia.
Pada saat ini, dalam agama Hindu juga muncul aliran-aliran tertentu. Aliran-aliran ini umumnya didasarkan pada nama dewa yang mereka puja. Di antaranya Hindu Siwa yang memuja Dewa Siwa dan Hindu Waisnawa yang memuja Dewa Wisnu.

b. Agama Budha

Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama Sang Buddha (artinya Yang Diterangi/Yang Disinari). Pada awalnya, Sidharta Gautama adalah seorang pangeran di Kerajaan Kapilawastu dan termasuk golongan Kasta Ksatria. Gaya hidup yang dijalani Sidharta semenjak kecil selalu dalam kemewahan dan serba berkecukupan, walaupun begitu tidak pernah merasakan ketenangan batiniah. Pada suatu masa dia mencari ketenangan untuk melepaskan samsara (penderitaan) yang dialaminya dengan cara bersemedi di bawah pohon pipala (bodhi). Kurang lebih 7 tahun ia mendapatkan sinar terang di hatinya dan menjadi Sang Buddha. Ajarannya pertama kali mulai diperkenalkan kepada masyarakat di Taman Rusa Benares.

Buddha percaya pada reinkarnasi dan karma, yang telah membuat hidupnya sengsara, oleh karena itu manusia harus memutuskan kesengsaraanya dengan delapan jalan suci, yakni pandangan yang benar, niat yang benar, berbicara yang benar, berbuat yang benar, penghidupan yang benar, berusaha yang benar, perhatian yang benar dan bersemedi yang benar.

Berbeda dengan agama Hindu, agama Buddha tidak mengenal kasta dan memandang kedudukan manusia yang sama di dalam susunan masyarakat. Oleh karena itu, agama Buddha sangat diminati oleh masyarakat yang bergolongan rendah.

Tiga unsur utama yang terdapat dalam ajaran Buddha, sebagai berikut:
  1. Sang Buddha, berbakti kepada Sang Buddha.
  2. Dharma, berbakti kepada ajarannya.
  3. Sangha, berbakti kepada umatnya.
Keseluruhan ajaran Buddha kemudian dibukukan dalam Kitab Tripitaka. Kitab Tripitaka menjadi pedoman ritual bagi kehidupan para pengikutnya. Kitab ini terdiri dari tiga kumpulan tulisan, yakni Sutra Pitaka, Vinaya Pitaka, dan Abhidharma Pitaka. Sang Buddha wafat pada tahun 483 di Kucinagara, ajarannya berkembang menjadi dua aliran yang berbeda, yaitu Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana. Buddha Hinayana memiliki sifat tertutup dengan bertujuan pembebasan samsara hanya bagi dirinya sendiri, sedangkan Buddha Mahayana bersifat terbuka dengan bertujuan pembebasan lebih luas, selain untuk dirinya sendiri juga bagi orang lain.

Perkembangan agama Buddha di India mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Ashoka dari Dinasti Maurya (273 − 232 SM). Pada masa itu, Raja Ashoka menetapkan agama Buddha sebagai agama resmi negara. Ia juga memerintahkan pembuatan stupa−stupa Buddha di berbagai tempat.

c. Aliran Jaina

Rekasi terhadap dominasi Brahmana dalam budaya Hindu tidak hanya melahirkan agama Buddha, juga aliran Jaina yang diajarkan oleh Mahavira pada tahun 540-468 SM. Aliran Jaina melarang menyakiti makhluk lain tetapi menyakiti diri sendiri dapat dibenarkan. Pembebasan rasa ketersiksaan batin dapat dilakukan dengan melakukan Tri Ratna atau Tiga Permata, yakni iman yang benar, pengetahuan yang benar dan sikap yang benar.

Aliran Jaina tidak mengenal adanya sang pencipta dan menolak adanya upacara-upacara ritual. Oleh sebab itu, banyak peminatnya terdiri dari golongan pedagang yang tidak memiliki waktu untuk urusan ritual dan lebih mementingkan jalannya usaha. Selain itu, tidak adanya pembagian kasta diminati pula oleh golongan kasta rendah.

Yang lebih menarik pada ajaran Jaina adalah menganggap dunia sebagai sesuatu yang dosa dan jahat sehingga tidak mementingkan hal-hal yang duniawi, salah satunya adalah penggunaan pakaian yang tidak mementingkan unsur keindahan atau mode.

Antara ajaran Jaina dan Buddha memiliki kesamaan dalam hal larangan atau dikenal dengan istilah dasasila, di antaranya:
  1. jangan membunuh;
  2. jangan mengambil hak orang lain;
  3. jangan berzina;
  4. jangan berbohong;
  5. jangan minum minuman keras;
  6. jangan makan sebelum waktunya;
  7. jangan mengunjungi tempat berfoya-foya;
  8. jangan memakai pakaian bagus;
  9. jangan tidur di tempat yang enak;
  10. jangan menerima pemberian uang.
Ajaran Jaina banyak dianut oleh orang-orang India, walaupun tidak sebanyak penganut agama Hindu, fikiran aliran ini masih memengaruhi perilaku orang India sekarang.

d. Sistem Pemerintahan

Pemerintahan yang pernah berkuasa di wilayah Lembah Sungai Gangga adalah Kerajaan Gupta. Kerajaan ini erat kaitannya dengan keberadaan Kerajaan Maurya di Lembah Sungai Shindu. Runtuhnya kerajaan ini mendorong timbulnya Kerajaan Gupta yang menguasai India.

1) Kerajaan Candragupta

Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gupta, yaitu:

a) Candragupta I (320-330)
b) Samudragupta (330-375)
c) Candragupta II (375-415)

Pada masa Candragupta II, kondisi Kerajaan Gupta mengalami kemajuan yang pesat terutama di bidang perdagangan, kesenian dan ilmu pengetahuan, bahkan pada masa ini ditemukan teknologi pembuatan cat, pengawetan kulit dan pembuatan kaca.

2) Kerajaan Harsha

Setelah Candragupta II wafat, Kerajaan Gupta mulai mundur malah membawa India mengalami masa kemunduran selama dua abad hingga muncul kembali masa kejayaan India dengan berdirinya Kerajaan Harsha pada abad ke-7 dengan ibukota Kanay. Kerajaan ini pun akhirnya runtuh pada abad ke-11.

Anda sekarang sudah mengetahui Peradaban Lembah Sungai Gangga. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger