Kebudayaan Bacson-Hoabinh : Perkembangan, Pengaruh, Peradaban, Alat-alat, Penemuan, Ciri-ciri, Persebaran

Bookmark and Share
Artikel dan Makalah tentang Kebudayaan Bacson-Hoabinh: Perkembangan, Pengaruh, Peradaban, Alat-alat, Penemuan, Ciri-ciri, Persebaran - Istilah Bacson-Hoabinh dipergunakan sejak tahun 1920. Istilah ini ditujukan bagi sebuah tempat penemuan alat-alat batu yang khas, yakni pada satu atau kedua permukaan batu terdapat bekas pangkasan. Tempat temuan kebudayaan Bacson-Hoabinh ini hampir ditemukan di wilayah Asia Tenggara hingga Myanmar. Kebudayaan ini berlangsung dari 18.000 hingga 3.000 tahun yang lalu. Proses berkebudayaan ini masih terus berlangsung di kemudian waktu di beberapa kawasan hingga masa yang lebih baru.
Peta pusat kebudayaan Bacson-Hoabinh, Dong Son, dan Sa Huynh di Vietnam.
Gambar 1. Peta pusat kebudayaan Bacson-Hoabinh, Dong Son, dan Sa Huynh di Vietnam.
Ciri khas alat batu hasil budaya Bacson-Hoabinh ini adalah penyerpihan pada satu atau kedua sisi permukaan batu kali yang dapat dikepal oleh tangan. Sering kali seluruh tepian batu tersebut tajam dan hasil penyerpihan inii menunjukkan bermacam-macam bentuk, misalnya lonjong, segi empat, segi tiga, dan lain-lain. Seorang ahli sejarah, C.F. Gorman, menyatakan bahwa alat-alat batu paling banyak ditemukan di pegunungan batu kapur di Vietnam utara, yaitu di daerah Bacson pegunungan Hoabinh.

Selain alat-alat dari batu, di Bacson ditemukan pula alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang, dan sisa-sisa tulang belulang manusia purba yang dikuburkan dalam posisi terlipat dan ditaburi zat warna merah. Di Gua Xom Trai, masih di Vietnam Utara, ditemukan alat-alat batu yang telah diasah tajam pada sisi-sisinya. Alat ini diperkirakan berasal dari 18.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangan selanjutnya, alat batu yang diasah ini tersebar hampir di seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh bisa dilihat di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi (Semenanjung Minahasa), Maluku Utara, Flores, hingga Papua. Di Sumatera, alat-alat batu Bacson-Hoabinh ada di Lhokseumawe dan Medan. Alat-alat batu ini ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang yang berdiameter sampai 100 meter dengan kedalaman 10 meter. Lapisan kerang tersebut bersatu dengan tanah dan abu. Tempat penemuan bukit kerang tersebut ada pada daerah dengan ketinggian yang hampir sama dengan permukaan garis pantai. Kebanyakan tempat penemuan alat-alat batu ini di sepanjang pantai, telah terkubur di bawah endapan tanah sebagai akibat dari proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa milenium. Alat-alat batu yang ditemukan di sini adalah yang telah diserpih pada satu sisi berbentuk lonjong atau bulat telur.

Sementara itu, di Jawa, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh banyak ditemukan di Lembah Sungai Bengawan Solo. Alat-alat batu di lembah ini diperkirakan berusia lebih tua dari yang ada di Sumatera. Perkakas batu yang ada di Bengawan Solo ini belum diserpih atau diasah; batu kali yang dibelah langsung digenggam tanpa diserpih dulu. Menurut Koenigswalg, peralatan batu itu digunakan oleh manusia purba Jawa, yaitu Pithecanthropus erectus.

Di daerah Cabbenge, Sulawesi Selatan, berhasil ditemukan perkakas-perkakas batu dari masa Pleistosen dan Holosen. Penelitian juga dilakukan di pedalaman Maros. Dari beberapa penggalian berhasil ditemukan alat serpih berpunggung dan mkrolit yang disebut Toalian. Perkakas batu Toalian ditafsirkan berasal dari 7.000 tahun yang lalu. Perkembangan batu dari daerah Maros diperkirakan hampir berbarengan dengan munculnya tradisi membuat tembikar di daerah tersebut.

Anda sekarang sudah mengetahui Bacson-Hoabinh. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger