Cuaca dan Iklim : Pengertian Klasifikasi Pengaruh Unsur-unsur - Dalam kehidupan sehari-hari pernahkah Anda memerhatikan G. Perairan Laut Indonesia perubahan cuaca yang tidak menentu seperti sekarang ini? Terkadang kondisi cuaca panas, sementara di tempat lain turun hujan dengan deras. Kira-kira faktor apakah yang menyebabkan perubahan cuaca ini? Apakah perilaku manusia dalam kehidupan ini turut mempengaruhi perubahan cuaca tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut secara garis besar merupakan gambaran dari materi yang akan Anda dapatkan pada Bab ini mengenai Cuaca dan Iklim. Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut, pelajarilah bab ini dengan saksama. Salah satu fenomena alam yang kita rasakan sehari-hari adalah dinamika cuaca, seperti suhu, kelembapan udara, angin, dan curah hujan. Sering kali kita merasakan perubahan kondisi atmosfer dalam periode yang cepat. Sebagai contoh, kondisi udara pagi sampai siang hari udara cerah, tiba-tiba menjelang sore udara berawan dan terjadi hujan dengan intensitas lebat. Selain itu sering kita lihat dalam tayangan di televisi atau media surat kabar, di beberapa daerah terjadi angin ribut atau angin puting beliung, bahkan badai yang disertai hujan lebat. Angin ribut disertai dengan hujan lebat ini tidak jarang dapat memporak-porandakan rumah penduduk, bahkan dapat merenggut jiwa manusia. Dinamika cuaca dan iklim juga sangat bermanfaat bagi manusia, misalnya bagi sektor pertanian, dan perhubungan.
A. Atmosfer
Atmosfer merupakan lapisan udara yang menyelubungi planet Bumi, dengan ketebalan rata-rata diperkirakan mencapai 100 km dari permukaan Bumi. Selubung udara ini terdiri atas berbagai macam gas dengan persentase volume dan tingkat kepadatan (density) yang berbeda-beda di berbagai tempat. Berdasarkan hasil pengamatan para ahli meteorologi dan geofisika, hampir 50% dari total massa udara berada pada ketinggian 5.500 meter (5,5 km) dari permukaan Bumi, sedangkan para ahli lain mengemukakan bahwa sekitar 99% dari total massa udara berada pada ketinggian tidak lebih dari 30 kilometer dari muka Bumi.
Tingkat kepadatan massa udara ini terus mengalami penurunan seiring dengan perubahan elevasi (ketinggian) dari permukaan Bumi sampai pada ketinggian tertentu yang kita namakan daerah hampa udara.
Beberapa macam gas yang kandungannya paling banyak di atmosfer, antara lain Nitrogen, Oksigen, Argon, dan Karbon dioksida. Jenis gas lain yang walaupun kandungannya sangat sedikit di udara tetapi sangat bermanfaat bagi kelangsungan makhluk hidup di muka Bumi adalah Ozon. Gas ini banyak terakumulasi di lapisan stratosfer, pada ketinggian sekitar 12–50 kilometer di atas permukaan Bumi. Ozon yang terdapat di stratosfer berfungsi sebagai penyaring (filter) sinar ultraviolet yang dipancarkan sinar Matahari sebelum sampai di Bumi. Sinar ultraviolet yang jumlahnya sangat sedikit ini sangat bermanfaat bagi kehidupan di muka bumi seperti membantu fotosintesis bagi dunia tetumbuhan serta membantu mengubah provitamin D menjadi vitamin D bagi manusia. Namun sebaliknya, jika sinar ini tidak disaring terlebih dahulu oleh lapisan ozon, dapat menimbulkan bencana bagi kehidupan di muka Bumi.
1. Lapisan Atmosfer
Secara umum pembagian lapisan atmosfer secara vertikal dapat dibedakan atas dasar perbedaan karakter suhu. Berdasarkan parameter ini, atmosfer dibedakan menjadi empat lapisan utama, yaitu troposfer, stratosfer, mesosfer, dan thermosfer.
Geografia :
Gambar 1. Pembagian wilayah atmosfer secara vertikal. |
Tekanan atmosfer menurut para ahli fisika telah dihitung bahwa berat 1 m3 udara sama dengan 1300 g. Berat keseluruhan atmosfer sekitar 5.200.000.000.000.000 metrik ton. Hal ini berarti bahwa berat udara di permukaan Bumi menyebabkan tekanan sebesar 1 kg per 1 cm3. (Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer , 2000)
a. Troposfer
Lapisan paling bawah dari atmosfer dinamakan troposfer, yaitu pada rata-rata ketinggian sekitar 0–12 km dari permukaan Bumi. Ketebalan troposfer ini berbeda-beda di berbagai tempat. Sebagai contoh, di kawasan kutub diperkirakan sekitar 8 km, sedangkan di sekitar khatulistiwa mencapai 16 km. Sekitar ¾ dari seluruh massa atmosfer terakumulasi pada lapisan ini. Troposfer merupakan lapisan yang langsung mempengaruhi kehidupan di muka Bumi, sebab selain merupakan lapisan terbawah, semua peristiwa cuaca seperti angin, pengawanan, hujan, dan badai terjadi di lapisan troposfer.
Dilihat dari parameter suhu, troposfer memiliki kekhasan yang dikenal dengan istilah gradien thermometrik. Gradien thermo metrik adalah penurunan suhu udara seiring dengan peningkatan ketinggian dari muka Bumi. Berdasarkan hasil pengamatan, penurunan suhu ini berkisar antara 0,5°C–0,6°C setiap kenaikan 100 meter dari permukaan Bumi. Puncak lapisan ini dinamakan Tropopause memiliki suhu udara sangat rendah, yaitu berkisar antara 50°C–60 °C.
b. Stratosfer
Lapisan kedua atmosfer dinamakan stratosfer, memiliki ketinggian 12–25 km dari permukaan Bumi. Seperti halnya troposfer, ketebalan lapisan ini berbeda-beda di berbagai wilayah. Kawasan stratosfer yang paling tebal terletak di atas kutub, sedangkan di atas khatulistiwa sangat tipis. Jenis gas yang banyak terkonsentrasi di stratosfer adalah partikel sulfat (terutama di wilayah terbawah sekitar batas dengan tropopause) dan Ozon (terutama di wilayah batas paling tinggi).
Dinamika perubahan suhu udara di stratosfer kecil sekali bahkan cenderung konstan. Hanya di beberapa wilayah saja terjadi kenaikan suhu yang sangat kecil seiring dengan peningkatan ketinggian. Gejala-gejala cuaca, seperti angin, pengawanan, dan curah hujan tidak terjadi lagi di lapisan stratosfer. Oleh karena itu, untuk menghindari gangguan cuaca, stratosfer dimanfaatkan manusia sebagai jalur penerbangan pesawat-pesawat yang menggunakan mesin jet.
c. Mesosfer
Mesosfer terletak pada ketinggian antara 25–80 km di atas permukaan Bumi. Pada bagian bawah sampai sekitar wilayah pertengahan mesosfer (ketinggian 25–50 km) terjadi gejala inversi temperatur di mana suhu udara mengalami kenaikan sesuai dengan ketinggian. Kondisi suhu udara ini kembali mengalami penurunan mulai dari ketinggian 50 km sampai pada puncak mesosfer (mesopause). Di wilayah mesopause ini, suhu udara diperkirakan mencapai –83 °C. Sebagian besar batu meteor yang jatuh dari angkasa dan masuk ke atmosfer akan terbakar dan hancur pada lapisan mesosfer ini.
d. Thermosfer
Mulai ketinggian sekitar 80–1.000 km dari permukaan Bumi merupakan kawasan terakhir atmosfer Bumi yang dikenal dengan thermosfer atau lapisan panas. Pada lapisan ini, dinamika suhu kembali ditandai dengan gejala inversi suhu yang tinggi, di mana suhu udara terus mengalami peningkatan. Pada bagian puncak thermosfer, suhu udara diperkirakan mencapai 1.700 °C. Gejala peningkatan suhu yang tinggi ini terjadi akibat penyerapan radiasi sinar X dan ultraviolet yang dipancarkan Matahari.
Pada lapisan thermosfer bagian bawah (ketinggian sekitar 100–400 km) banyak terjadi proses ionisasi partikel-partikel atmosfer yang berpengaruh terhadap pemantulan gelombang radio. Oleh karena itu, wilayah thermosfer bagian bawah ini dinamakan ionosfer. Fenomena lain yang dijumpai di thermosfer adalah cahaya kutub (aurora).
2. Gejala Optik di Atmosfer
Ada beberapa gejala optik yang terjadi di atmosfer, antara lain pelangi, halo, dan aurora. Ketiga gejala tersebut sebenarnya bukan merupakan dinamika cuaca, melainkan sebagai akibat proses-proses alam yang terjadi di atmosfer.
a. Pelangi
Gejala optik pelangi terjadi akibat proses pembiasan sinar Matahari oleh titik-titik air hujan sehingga terurai menjadi berkas warna (spektrum warna).
b. Halo
Halo merupakan lingkaran sinar putih yang terletak di sekeliling Matahari atau bulan, tetapi yang paling sering kita lihat adalah halo yang melingkari bulan karena pada malam hari keadaannya gelap. Ketampakan alam ini terjadi akibat proses pembiasan sinar bulan oleh kristal-kristal es yang terkonsentrasi dalam jenis awan-awan tinggi seperti Cirrus atau Cirrocumulus. Halo pada umumnya terlihat dengan jelas ketika bulan bersinar terang, setelah sore harinya terjadi hujan.
c. Aurora
Gejala optik ketiga yang terjadi di atmosfer adalah aurora atau cahaya kutub, yaitu berkas cahaya yang bersinar pada malam hari dan sangat jelas terlihat di wilayah-wilayah sekitar lingkaran kutub (antara lintang 66½ °- 90 °, baik lintang utara maupun lintang selatan). Aurora yang bersinar di wilayah Kutub Utara dinamakan Aurora Borealis, sedangkan di Kutub Selatan dinamakan Aurora Australis.
Aurora terjadi akibat pemancaran atom dari sinar Matahari yang dipusatkan ke arah kutub karena berada di daerah medan magnet Bumi. Atom-atom dalam sinar Matahari ini akhirnya terurai menjadi molekul-molekul atau atom-atom gas yang bercahaya karena proses ioniasi berenergi tinggi. Pengobaran atau pemijaran partikel-partikel sinar Matahari ini terlihat dari Bumi sebagai cahaya kutub.
B. Dinamika Cuaca dan Iklim
Cuaca merupakan salah satu gejala alam yang secara langsung dapat kita rasakan pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Keadaan cuaca dipengaruhi oleh faktor-faktor alamiah berupa suhu, tekanan udara, kelembapan, gerakan angin, dan curah hujan.
1. Pengertian Cuaca dan Iklim
Cuaca dan iklim merupakan gejala alam yang terjadi sebagai akibat adanya dinamika atmosfer. Cuaca adalah keadaan udara pada suatu saat di tempat tertentu. Kondisi cuaca senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca tahunan dan meliputi wilayah yang luas. Untuk dapat menentukan tipe iklim suatu wilayah diperlukan data cuaca antara 10–30 tahun. Ilmu yang secara khusus mempelajari kondisi cuaca dan iklim adalah meteorologi dan klimatologi. Lembaga pemerintah Indonesia yang menelaah dan menginformasikan kondisi dan keadaan ber bagai wilayah di negara kita adalah Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang merupakan bagian dari Departemen Perhubungan Republik Indonesia.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Cuaca dan Iklim
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di suatu wilayah antara lain suhu, tekanan udara, angin, kelembapan udara, dan curah hujan.
a. Suhu Udara
Suhu atau temperatur udara merupakan kondisi yang dirasakan di permukaan Bumi sebagai panas, sejuk atau dingin. Sebagaimana Anda ketahui bahwa permukaan Bumi menerima panas dari penyinaran Matahari berupa radiasi gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar Matahari yang dipancarkan ini tidak seluruhnya sampai ke permukaan Bumi. Hal ini dikarenakan pada saat memasuki atmosfer, berkas sinar Matahari tersebut mengalami pemantulan (refleksi), pembauran (scattering), dan penyerapan (absorpsi) oleh material-material di atmosfer. Persentase jumlah peman tulan dan pembauran sinar Matahari oleh partikel atmosfer ini dinamakan albedo. Pada saat memasuki atmosfer, sekitar 7% energi sinar Matahari langsung dibaurkan kembali ke angkasa, 15% diserap oleh partikelpartikel udara dan debu atmosfer, 24% dipantulkan oleh awan, dan 3% diserap oleh partikel-partikel awan. Jadi, persentase albedo sinar Matahari oleh atmosfer adalah sekitar 49%, sedangkan yang sampai di permukaan Bumi hanya 51%. Energi Matahari yang sampai di permukaan Bumi ini kemudian dipantulkan kembali sekitar 4%. Jadi, jumlah keseluruhan energi Matahari yang diserap muka Bumi adalah sekitar 47%.
Pengaruh langsung yang dirasakan di Bumi sebagai akibat radiasi Matahari adalah adanya perbedaan suhu udara di berbagai tempat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan temperatur antara lain sebagai berikut.
Gambar 2. Pemantulan Radiasi Matahari. Hanya 47 persen radiasi Matahari mencapai Bumi, 53 persen lainnya dihamburkan atau dipantulkan. |
1. Sudut datang sinar Matahari, adalah sudut yang dibentuk oleh arah datangnya sinar Matahari dengan permukaan bumi. Semakin tegak sudut datang sinar, semakin kuat intensitas penyinaran Matahari dan semakin tinggi pula suhu udara di daerah tersebut. Sebaliknya, semakin miring sudut datang sinar, semakin lemah intensitas penyinarannya dan semakin rendah suhu udaranya. Oleh karena itu pada tengah hari suhu udara kita rasakan sangat panas terik, sedangkan pada pagi dan sore hari suhu udara kita rasakan sejuk.
2. Lama waktu penyinaran, semakin lama penyinaran Matahari semakin tinggi suhu udara di suatu tempat. Bagi kawasan Indonesia yang beriklim tropis, di mana periode waktu siang dan malam senantiasa relatif sama yaitu sekitar 12 jam, perbedaan suhu saat musim panas dan dingin tidak terlalu mencolok. Akan tetapi di daerah-daerah lintang sedang dan tinggi di mana perbedaan panjang waktu siang dan malam pada periode musim panas dan dingin sangat mencolok, perbedaan suhu udara antara kedua musim pun sangat tinggi.
Tabel 1. Lama Penyinaran Matahari Maksimal Selama Musim Panas di Beberapa Garis Lintang
No. | Lintang | Waktu Penyinaran Maksimal (Periode Siang) |
1 | 0 ° | 12 jam |
2 | 17 ° | 13 jam |
3 | 41 ° | 15 jam |
4 | 49 ° | 16 jam |
5 | 63 ° | 20 jam |
6 | 66½ ° | 24 jam |
7 | 67½ ° | 1 Bulan |
8 | 90° (kutub) | 6 Bulan |
Sumber: Critchfield,1979 |
3. Ketinggian tempat, semakin tinggi suatu daerah dari per mukaan laut, semakin rendah suhu udara.
Anda tentu masih ingat gejala gradien thermometrik, di mana rata-rata suhu udara akan mengalami penurunan sekitar 0,5 °C– 0,6 °C setiap tempat mengalami kenaikan 100 meter. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata suhu udara harian di daerah pantai kawasan tropis seperti Indonesia adalah sekitar 26°C. Dengan kedua data tersebut kita dapat memprediksi rata-rata suhu udara di suatu daerah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
t°C = rata-rata suhu udara di tempat yang akan kita hitung.
h = ketinggian tempat dari permukaan laut (dalam meter).
4. Kondisi geografis wilayah. Bagi daerah-daerah di Indonesia yang wilayahnya merupakan kepulauan yang dikelilingi laut, perbedaan suhu udara (amplitudo suhu) harian tidak begitu tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat fisika air (perairan) yang lambat menerima (menyerap) panas, tetapi lambat pula melepaskannya. Fenomena ini berbeda dengan wilayah-wilayah yang lokasinya di tengah benua (daratan) yang jauh dari laut, seperti daerah Asia Tengah (misalnya di Gurun Gobi dan Tibet), dan Gurun Sahara. Perbedaan suhu udara antara siang dan malam sangat mencolok. Siang hari suhu udara sangat tinggi, sedangkan pada malam hari sangat rendah bahkan sampai di bawah 0 °C.
Untuk mengukur temperatur udara di suatu tempat digunakan pesawat cuaca yang dinamakan thermometer atau thermograf. Ada dua macam thermometer yang biasa digunakan untuk mengukur suhu udara, yaitu thermometer maksimum dan thermometer minimum. Thermometer maksimum terdiri atas tabung yang berisi air raksa (merkuri) karena cairan ini sangat peka terhadap kenaikan suhu, sedangkan thermometer minimum merupakan tabung gelas yang berisi alkohol yang sangat peka terhadap penurunan suhu. Thermograf adalah jenis thermometer yang secara otomatis mengukur sendiri dinamika perubahan suhu setiap waktu. Pada peta cuaca, tempat-tempat yang memiliki suhu udara sama dihubungkan dengan garis isotherm atau isothermal.
b. Tekanan Udara
Faktor kedua yang mempengaruhi dinamika cuaca adalah tekanan udara, yaitu tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam satuan wilayah tertentu dari suatu tempat ke tempat lainnya. Tekanan udara sangat dipengaruhi tingkat kepadatan atau kerapatan (densitas) massa udara. Semakin tinggi kerapatan udara, semakin tinggi pula tekanannya. Berbeda dengan ting kat kerapatan yang berbanding lurus dengan tekanan udara, suhu di suatu wilayah berbanding terbalik dengan tekanan udaranya. Semakin tinggi suhu udara, semakin rendah tekanan udaranya. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi menyebabkan udara di daerah itu memuai dan menjadi renggang.
Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan udara di suatu tempat dinamakan Barometer, yang menggunakan skala milimeter air raksa (mm Hg), milibar (mb), atau atmosfer (atm). Perbandingan ketiga skala tersebut adalah 1 atm = 760 mm Hg = 1013,25 mb. Ada 3 macam barometer yang biasa kita temui di stasiun-stasiun pengamat cuaca, yaitu sebagai berikut.
Gambar 3. Barometer. alat untuk mengukur tekanan udara suatu wilayah (Wikimedia Commons) |
- Barometer Air Raksa, yang menggunakan skala milimeter air raksa.
- Barometer Aneroid, yang menggunakan skala milibar.
- Barograf, yaitu barometer otomatis yang mencatat sendiri tekanan udara setiap waktu pada kertas barogram dengan skala milibar.
Berbagai daerah di muka Bumi ada yang memiliki tekanan udara sama, namun ada pula yang berbeda. Pada peta, wilayah yang memiliki tekanan udara paling tinggi dibandingkan dengan daerahdaerah tekanan tinggi, biasanya digunakan simbol (+). Wilayah yang memiliki tekanan udara paling rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain di sekitarnya dinamakan daerah pusat tekanan minimum atau tekanan rendah, biasanya digunakan simbol (-). Pada peta cuaca, daerah-daerah yang memiliki tekanan udara sama dihubungkan dengan garis-garis konsentris yang dinamakan isobar.
Biografi :
Seorang ahli ilmu cuaca dari Prancis yang mengemukakan dua pernyataan yang dikenal dengan Hukum Buys Ballot.
Biografi :
Buys Ballot (1817-1900)
Buys Ballot (Wikimedia Commons) |
c. Angin
Perbedaan tekanan udara di berbagai wilayah di muka Bumi mengakibatkan terjadinya gerakan massa udara dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Pola gerakan udara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu adveksi, konveksi, dan turbulensi. Adveksi adalah gerakan udara yang arahnya mendatar atau horizontal. Konveksi adalah gerakan massa udara dengan arah vertikal. Adapun turbulensi adalah perubahan arah dan kecepatan gerakan udara karena faktor-faktor tertentu. Gerakan massa udara yang arahnya horizontal dikenal dengan istilah angin. Arah dan kecepatan angin diukur dengan alat yang disebut anemometer mangkok. Satuan yang biasa digunakan dalam menentukan kecepatan angin adalah kilometer per jam atau knot (1 knot = 0,5148 m/det = 1,854 km/jam). Sistem penamaan angin biasanya dihubungkan dengan arah datangnya massa udara tersebut. Misalnya angin passat tenggara, artinya gerakan massa udara tersebut datangnya dari arah tenggara.
Berkaitan dengan gerakan angin, seorang ahli ilmu cuaca dari Prancis Buys Ballot mengemukakan dua pernyataan yang dikenal dengan hukum Buys Ballot. Adapun bunyi hukum tersebut adalah sebagai berikut.
- Angin adalah massa udara yang bergerak dari daerah bertekanan maksimum ke daerah bertekanan minimum.
- Di Belahan Bumi Utara (BBU), arah gerakan angin dibelokkan ke kanan, sedangkan di Belahan Bumi Selatan (BBS) arah angin dibelokan ke kiri.
Pembelokan arah angin seperti dikemukakan tersebut adalah adanya gaya coriolis akibat dari rotasi Bumi. Secara umum, sirkulasi gerakan angin di muka Bumi dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu angin umum dan angin lokal.
Angin umum adalah gerakan massa udara yang senantiasa berembus sepanjang tahun dan meliputi wilayah yang luas, meliputi Angin Passat, Angin Muson, Angin Barat, dan Angin Timur. Angin lokal adalah jenis angin yang hanya berhembus di wilayah-wilayah dan waktu-waktu tertentu saja. Beberapa contoh angin lokal antara lain angin darat-angin laut, angin gunung-angin, lembah, angin siklon-angin antisiklon, dan angin fohn.
Gambar 4. Arah angin di atas permukaan Bumi. |
1) Angin Passat, Angin Barat, dan Angin Timur
Angin Passat (Trade Wind) adalah angin umum yang berembus di wilayah iklim tropis. Jenis angin ini terjadi akibat perbedaan densitas udara di daerah sekitar lintang 30° (baik lintang utara maupun selatan) yang bertekanan maksimum dan sekitar lintang 10° yang bertekanan minimum. Angin passat yang berhembus di Belahan Bumi Utara dinamakan passat timur laut, sedangkan di Belahan Bumi Selatan dinamakan passat Tenggara. Daerah pertemuan angin passat timur laut dengan angin passat tenggara di sekitar lintang 10 °LU–10 °LS merupakan daerah tak ada angin. Daerah di sekitar khatulistiwa ini dinamakan juga zone massa udara tenang (Doldrum) atau Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT). Letaknya tidak tetap, bergeser ke utara dan selatan mengikuti gerak Matahari. Akan tetapi hanya sebatas wilayah sampai 10 °LS dan 10 °LU.
Angin Barat (Westerlies) berembus di wilayah iklim sedang. Gerakan angin barat berasal dari daerah subtropis (lintang 30 °LU dan 30 °LS) yang bertekanan maksimum ke wilayah lingkaran kutub (sekitar 60 °LU dan 60 °LS) merupakan daerah pusat tekanan rendah. Angin Timur (Easterlies) berembus di wilayah iklim kutub. Gerakan angin ini berasal dari daerah kutub sekitar lintang 90 °LU dan 90 °LS yang bertekanan maksimum ke wilayah lingkaran kutub yang merupakan daerah pusat tekanan rendah. Angin barat merupakan gerakan massa udara panas karena berasal dari daerah subtropis, sedangkan angin timur adalah gerakan massa udara dingin karena berasal dari daerah kutub. Wilayah pertemuan kedua massa udara yang berbeda temperaturnya ini ditandai dengan adanya badai siklon (angin ribut) disertai dengan jenis hujan frontal yang lebat.
Geografika :
Doldrums atau angin mati. Anda akan merasakan bahwa udara panas di khatulistiwa selalu naik. Hal ini menyebabkan suatu sabuk khatulistiwa bertekanan rendah, yang dialiri oleh embusan angin sepoi-sepoi yang diselingi tiupan berubah-ubah.
Geografika :
Doldrums atau angin mati. Anda akan merasakan bahwa udara panas di khatulistiwa selalu naik. Hal ini menyebabkan suatu sabuk khatulistiwa bertekanan rendah, yang dialiri oleh embusan angin sepoi-sepoi yang diselingi tiupan berubah-ubah.
2) Angin Muson
Benua (daratan) dan samudra (perairan) merupakan dua wilayah yang memiliki sifat fisika berbeda dalam hal menerima energi panas. Sebagai material padat, benua lebih cepat menyerap panas tetapi cepat pula melepaskannya. Sebaliknya, samudra atau wilayah perairan lebih lambat menerima dan melepaskan energi panas. Perbedaan sifat fisik kedua wilayah ini tentunya mengakibatkan perbedaan kerapatan dan tekanan udara. Akibat adanya perbedaan tekanan udara yang sangat mencolok antara wilayah benua dan samudra, mengalirlah massa udara yang disebut angin muson (monsoon) dari kawasan benua ke samudra atau sebaliknya. Perubahan arah gerakan muson biasanya seiring dengan pergantian musim panas dan dingin.
Perbandingan Penyerapan dan Pelepasan Panas oleh Benua dan Samudra :
(a) Benua lebih cepat menyerap dan melepaskan panas (energi Matahari).
(b) Samudra lebih lambat menyerap dan melepaskan panas (energi Matahari).
Perbandingan Penyerapan dan Pelepasan Panas oleh Benua dan Samudra :
(a) Benua lebih cepat menyerap dan melepaskan panas (energi Matahari).
(b) Samudra lebih lambat menyerap dan melepaskan panas (energi Matahari).
Kondisi geografis kepulauan Indonesia yang diapit oleh dua benua yaitu Asia di utara dan Australia di selatan serta dua samudera yaitu Hindia di sebelah Barat dan Pasifik di sebelah Timur mengakibatkan di atas wilayah Nusantara terpengaruh oleh sirkulasi muson. Akibat adanya gerakan semu tahunan Matahari sepanjang bidang ekliptika, pada 21 Juni kedudukan Matahari tepat berada di Garis Balik Utara (lintang 23½ °LU).
Pada saat itu, Benua Asia sedang mengalami musim panas (summer) dan menjadi wilayah pusat tekan an minimum, sedangkan Benua Australia sedang mengalami musim dingin (winter) dan menjadi wilayah pusat tekanan maksimum. Akibatnya, mengalirlah angin muson timur dari Australia ke Asia melalui laut-laut sempit di sekitar Kepulauan Indonesia sebelah selatan khatulistiwa. Oleh karena melewati wilayah laut yang sempit, angin muson timur ini memiliki kadar uap air yang rendah untuk dijatuhkan sebagai hujan.
Oleh karena itu, pada Mei–Agustus ketika berembus angin muson timur, sebagian besar wilayah Indonesia terutama yang terletak di selatan garis khatulistiwa mengalami musim kemarau. Sebaliknya, pada 22 Desember kedudukan Matahari tepat berada di Garis Balik Selatan (lintang 23½°LS). Pada saat itu, Benua Asia sedang mengalami musim dingin (winter) dan menjadi wilayah pusat tekanan maksimum, sedangkan Benua Australia sedang mengalami musim panas (summer) dan menjadi wilayah pusat tekanan minimum. Akibatnya, mengalirlah angin Muson Barat dari Asia ke Australia melalui Samudra Hindia dan sebagian besar Kepulauan Indonesia. Kadar uap air Muson Barat ini sangat tinggi karena melewati samudra yang luas dan dijatuhkan sebagai hujan dengan intensitas tinggi di atas kepulauan nusantara. Oleh karena itu pada bulan Oktober–Januari ketika berembus Muson Barat, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim hujan.
Pada 21 Maret dan 23 September, kedudukan Matahari tepat berada di atas garis khatulistiwa. Pada saat ini, kondisi cuaca di atas kepulauan Indonesia sedang tidak menentu (tidak stabil) karena berada pada periode peralihan (pancaroba) dari musim kemarau ke penghujan, atau sebaliknya. Ada kalanya pada pagi sampai siang hari udara cerah, tetapi tiba-tiba berubah berawan tebal kemudian turun hujan lebat. Musim pancaroba juga ditandai dengan banyak terjadi angin puting beliung (angin puyuh). Bulan-bulan peralihan musim di negara kita terjadi antara September–Oktober dan Februari-April.
Geografika :
Angin muson terjadi karena ada perbedaan suhu dan tekanan udara antara luas daratan dan lautan. Pada musim-musim panas (summer), kedudukan Matahari mencapai titik kulminasi tertinggi. Oleh karena itu, daratan menerima pemanasan yang maksimum atau suhu udaranya maksimum. Tetapi, sebaliknya massa udara yang berkembang itu, tekanannya relatif minimum. (Sumber: Meteorologi dan Klimatologi, 1995)
3) Siklon dan Antisiklon
Siklon adalah angin yang masuk ke daerah pusat tekanan rendah (daerah depresi) yang dikelilingi oleh wilayah-wilayah pusat tekanan tinggi kemudian berputar mengelilingi garis-garis isobar. Arah putaran siklon di Belahan Bumi Utara berbeda dengan di Belahan Bumi Selatan. Gerakan siklon di Belahan Bumi Utara berlawanan dengan arah putaran jarum jam, sedangkan di Belahan Bumi Selatan searah dengan jarum jam. Siklon bergerak dengan kecepatan tinggi, sehingga dapat menghancurkan wilayah-wilayah yang dilaluinya. Sebagai contoh pada 1991, siklon tropik yang menerpa pantai Bangladesh bergerak dengan kecepatan sekitar 235 km/jam sehingga menimbulkan badai dan gelombang pasang dengan ketinggian mencapai 6 meter. Penduduk yang meninggal dunia akibat bencana tersebut mencapai 125.000 orang. Kebalikan dari siklon adalah antisiklon, yaitu angin yang bergerak keluar dari daerah pusat tekanan tinggi berputar mengelilingi garisgaris isobar menuju daerah-daerah tekanan rendah di sekitarnya. Di Belahan Bumi Utara, gerakan antisiklon searah dengan putaran jarum jam, sedangkan di Belahan Bumi Selatan berlawanan dengan arah jarum jam. Berbeda dengan siklon, massa udara antisiklon memiliki kecepatan gerak tidak terlalu tinggi. Secara umum, siklon dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
a) Siklon Tropik, adalah siklon yang terjadi di wilayah-wilayah antara lintang 10 °LU–10 °LS. Sebagian besar siklon tropik terjadi pada akhir musim panas menjelang musim gugur. Beberapa contoh fenomena siklon tropik, antara lain Hurricane (Samudera Atlantik dan Pasifik Timur), Cathrine (Amerika Serikat), Typhoon (Samudera Atlantik Barat sekitar Kepulauan Jepang), Bagieros (pantai Filipina), Willy-Willies (pantai Australia), dan Lena (Samudra Hindia).
Gambar 5. Terjadinya perubahan front. |
b) Siklon Ekstra Tropik, adalah siklon yang terjadi di daerah iklim sedang antara lintang 35°–65°, baik lintang utara maupun selatan. Badai ini terjadi akibat pertemuan massa udara panas yang datang dari wilayah subtropik dengan massa udara dingin yang datang dari daerah kutub. Pertemuan kedua massa udara tersebut
dinamakan bidang front.
c) Tornado, adalah siklon lokal di Amerika Serikat dengan putaran angin yang relatif kecil tapi memiliki kecepatan gerak yang sangat tinggi sehingga sering kali menghancurkan daerah-daerah yang dilaluinya.
4) Angin Darat dan Angin Laut
Angin darat dan angin laut merupakan jenis angin lokal yang terjadi di wilayah pantai dan sekitarnya. Massa daratan mempunyai sifat fisik cepat menerima panas dan cepat pula melepaskan, massa lautan lambat dalam menyerap panas dan lambat pula melepaskannya. Sifat ini menyebabkan perbedaan tekanan udara pada kedua tempat tersebut dalam waktu yang bersamaan. Pada siang hari daratan lebih cepat menerima panas, sehingga udara menjadi panas lalu memuai dan bertekanan lebih rendah dari lautan. Perbedaan tekanan ini menyebabkan bertiupnya angin dari laut ke darat. Angin dari laut ke darat ini disebut angin laut.
Pada malam hari, daratan lebih cepat melepaskan panas dan lautan lebih lambat. Hal ini menyebabkan temperatur udara di atas laut lebih hangat dibandingkan di daratan. Sebagai akibatnya, tekanan udara di daratan lebih tinggi dibandingkan di laut. Perbedaan tekanan udara ini menyebabkan udara bergerak dari darat ke laut menjadi angin darat. Pergerakan angin darat dan angin laut ini dipergunakan oleh nelayan yang masih mengandalkan layar untuk pulang dan pergi mencari ikan di laut.
5) Angin Gunung dan Angin Lembah
Gambar 6. Ilustrasi (a) angin laut dan (b) angin darat. |
Pada wilayah pegunungan terdapat pula angin lokal yaitu angin gunung dan lembah yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua wilayah tersebut. Pada pagi sampai menjelang siang hari, bagian lereng atau punggung pegunungan lebih dulu disinari Matahari dibandingkan dengan wilayah lembah. Akibatnya, wilayah lereng lebih cepat panas dan menjadi pusat tekanan rendah, sedangkan suhu udara di daerah lembah masih relatif dingin sehingga menjadi pusat tekanan tinggi. Maka massa udara bergerak dari lembah ke lereng atau bagian punggung gunung massa udara yang bergerak ini disebut angin lembah.
Pada malam hari, suhu udara di wilayah gunung sudah sedemikian rendah sehingga terjadi pengendapan massa udara padat dari wilayah gunung ke lembah yang masih relatif lebih hangat. Gerakan udara ini dikenal dengan angin gunung.
Gambar 7. Ilustrasi (a) angin gunung dan (b) angin lembah. |
Geografia :
Angin termasuk salah satu kekuatan penting yang membentuk permukaan Bumi. Angin mengikis batu karang dan tanah. Mungkin orang akan mengira bahwa angin yang bertiup lebih kencang itu akan merupakan penyebab erosi, transportasi dan deposisi yang lebih efektif. Padahal tidak demikian halnya. Angin kencang seperti tornado dan angin topan, tidak begitu penting sebagai penyebab perubahan geologis. (Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000)
6) Fohn
Fohn adalah angin yang bergerak turun melintasi lereng pegunungan, umumnya bersifat panas dan kering. Proses terjadinya fohn dimulai adanya gerakan massa udara dari wilayah pantai yang banyak mengandung uap air. Massa udara itu lalu naik melalui lereng gunung, karena naik maka suhunya menjadi lebih tinggi. Anda tentu masih ingat bahwa suhu udara senantiasa mengalami penurunan sekitar 0,5 °C–0,6 °C setiap ketinggian tempat naik 100 meter. Akibat terus-menerus terjadi penurunan suhu, pada ketinggian tertentu terjadilah proses kondensasi atau pengembunan dan terbentuk awan yang selanjutnya dijatuhkan sebagai hujan orografis di daerah lereng pegunungan yang menghadap pantai.
Massa udara yang telah kering karena uap airnya telah dijatuhkan sebagai hujan ini terus bergerak menuruni lereng pegunungan yang membelakangi pantai (daerah bayangan hujan). Massa udara yang bergerak turun melintasi daerah bayangan hujan ini dinamakan fohn (angin jatuh).
Dalam pergerakannya, fohn mengalami kenaikan suhu yaitu sekitar 1,0 °C setiap penurunan ketinggian tempat 100 meter dari permukaan laut. Oleh karena itu selain kering, umumnya fohn bersifat panas. Fohn ini sering kali menghancurkan tanaman perkebunan pada daerah-daerah yang dilaluinya, karena banyak menyerap air dari daun dan batang tanaman sehingga tanaman banyak yang menjadi layu dan mati, seperti terjadi di daerah perkebunan Tembakau Bahorok di Deli, Sumatra Utara.
Contoh Fohn yang terdapat di Indonesia dan beberapa wilayah negara lain dapat Anda lihat pada Tabel 2.
Gambar 8. Pembentukan daerah bayangan hujan. |
Tabel 2: Beberapa Contoh Fohn di Dunia
No. | Nama Fohn | Sifat | Daerah yang terpengaruh |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. | Gending Kumbang Brubu Wambraw Bohorok Chinook Fohn Harmattan Khamsina Siroco Bora Mistral | panas panas panas panas panas dan kering panas dan kering panas dan kering panas dan kering panas dan kering panas dan kering dingin dingin | Pasuruan sampai Probolinggo (Jatim) Cirebon (Jabar) sampai Tegal (Jateng) Ujung Pandang (Sulawesi Selatan) Biak (Papua) Deli (Sumatra Utara) Alberta (Canada) Pegunungan Alpine Utara Gurun Sahara sampai Pantai Guinea Mesir (Afrika Utara) Italia Selatan Pantai Laut Adriatik (Yugoslavia) Lembah Sungai Rhone hilir (Prancis) |
d. Kelembapan Udara dan Awan
Pada bagian awal bab ini telah kita bahas bahwa massa udara terdiri atas berbagai macam gas dengan kandungan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah uap air. Banyaknya uap air yang terkandung dalam sejumlah massa udara dikenal dengan kelembapan atau kelengasan udara. Untuk mengukur kelembapan udara digunakan alat Higrometer atau Psycometer Asmann. Terdapat tiga macam kelengasan udara, yaitu sebagai berikut.
1) Kelengasan absolut atau densitas uap air, adalah angka yang menunjukkan perbandingan kandungan uap air dalam setiap unit volume udara. Satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan kelengasan absolut adalah gram/m3 atau gram/ liter. Sebagai contoh jika dalam 1 m3 udara terkandung uap air sebanyak 25 gram, dikatakan kelengasan absolutnya adalah 25 gram/m .
2) Kelengasan spesifik, adalah Perbandingan kandungan uap air dalam setiap satuan massa (satuan berat) udara. Satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan kelengasan spesifik adalah gram/kg. Sebagai contoh jika dalam 1 kg udara terkandung uap air sebanyak 100 gram, kelengasan spesifiknya adalah 100 gram/kg.
3) Kelengasan relatif atau Kelengasan nisbi yang dinyatakan dalam persen. Lengas Nisbi (LN) adalah perbandingan tekanan uap yang sebenarnya dengan tekanan maksimum pada suhu yang sama.
Suatu perubahan lengas nisbi atmosfer dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama, apabila permukaan ait itu terbuka, RH (Relative Humidity-Kelembapan Relatif) dapat diperbesar oleh penguapan. Proses ini berjalan lambat karena berdifusi dengan udara. Kedua, melalui perubahan suhu udara. Gambar 9 menjelaskan kenaikan lengas nisbi sehubungan dengan kenaikan dan penurunan suhu, serta kemampuan tampung uap yang luas, sedang, dan rendah.
Untuk mengukur kelengasan relatif digunkan rumus berikut.
Gambar 9. Kelengasan Nisbi. |
RH = Kelengasan relatif (%)
e = Jumlah uap air yang secara nyata terkandung dalam udara sebagai hasil pengukuran (gr/m3), atau tekanan uap yang ada hasil pengukuran (mb atau mm Hg atau atm).
E = Kapasitas maksimal yang mampu dikandung massa udara (gr/m3), atau kapasitas tekanan uap maksimal pada suhu yang sama (mb atau mm Hg atau atm).
Contoh Soal :
a) Pada suhu 25°C, kemampuan maksimum udara menampung uap air adalah 100 gr/m3. Berdasarkan hasil pengukuran langsung ternyata kandungan uap air adalah 60 gr/m3, kelengasan relatifnya adalah:
b) Pada suhu 26°C, kapasitas maksimum tekanan uap adalah 760 mm Hg. Berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan, pada saat itu ternyata tekanan uap yang terjadi adalah 600 mm Hg, kelengasan relatifnya adalah:
Kunci Jawaban :
a. Kelengasan relatif :
b. Kelengasan relatif :
Jika tingkat kelembapan relatif telah mencapai 100%, massa udara akan mencapai titik jenuh sehingga dapat terjadi proses kondensasi (pengembunan), di mana uap air akan berubah kembali menjadi titik-titik air di atmosfer. Kumpulan titik-titik air di atmosfer disebut awan. Ada kalanya pada saat kelembapan udara mencapai titik jenuh (100%), suhu udara sudah sangat rendah sampai berada di bawah titik beku sehingga uap air tidak lagi mengalami proses kondensasi. Uap air mengalami terjadi sublimasi di mana uap air berubah menjadi bentuk kristal-kristal es.
Berdasarkan bentuknya, awan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok utama, yaitu sebagai berikut.
Gambar 10. Proses pembentukan awan. |
1) Cirrus, adalah awan yang bentuknya halus seperti kapas.
2) Cumulus, adalah awan yang bergumpal-gumpal seperti bulu domba.
3) Stratus, adalah awan yang berlapis-lapis.
Berdasarkan ketinggiannya kita mengenal empat kelompok utama, yaitu sebagai berikut.
1) Awan tinggi, yang terletak antara 6.000–12.000 meter diatas permukaan Bumi, seperti Cirrus, Cirrostratus, dan Cirrocumulus.
2) Awan pertengahan, yang terletak pada ketinggian antara 2.000 – 6.000 meter di atas permukaan Bumi, misalnya Altostratus dan Altocumulus.
3) Awan rendah, yang terletak pada ketinggian kurang dari 2.000 meter di atas permukaan Bumi, misalnya Cumulus, Cumulonimbus, dan Nimbostratus.
4) Fog atau kabut, yaitu awan yang letaknya sangat dekat dengan permukaan Bumi, baik di wilayah daratan maupun perairan.
Geografika :
Uap air mangalami kondensasi dalam bentuk titik air akan tampak seperti kabut, awan atau kabut yang rendah. Jika uap air memadat pada ketinggian sekitar < 11 m atau lebih dari permukaan laut, uap air tersebut akan menjadi awan. (Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000)
Gambar 11. Awan Stratocumulus |
Gambar 12. Awan Cumulus |
Gambar 13. Awan Cumulonimbus |
Uap air mangalami kondensasi dalam bentuk titik air akan tampak seperti kabut, awan atau kabut yang rendah. Jika uap air memadat pada ketinggian sekitar < 11 m atau lebih dari permukaan laut, uap air tersebut akan menjadi awan. (Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000)
e. Presipitasi (Curah Hujan)
Kandungan titik-titik air dalam awan semakin lama semakin tinggi. Apabila awan sudah tidak mampu lagi menampung titik-titik air karena sudah cukup banyak maka akan dijatuhkan kembali ke permukaan Bumi dalam bentuk hujan atau presipitasi. Untuk mengukur intensitas curah hujan digunakan alat fluviograf atau rain gauge yang biasa menggunakan skala milimeter. Pada peta cuaca, daerah-daerah yang memiliki curah hujan dihubungkan dengan garis isohiet.
Berdasarkan proses kejadiannya, kita mengenal tiga macam hujan, sebagai berikut.
1) Hujan Orografis, adalah Hujan yang terjadi akibat gerakan massa udara yang mengandung uap air terhalang oleh gunung atau pegunungan sehingga dipaksa naik ke lereng pegunungan. Sampai pada ketinggian tertentu, kelembapan relatifnya mencapai 100% sampai terbentuk awan. Kumpulan awan itu kemudian dijatuhkan sebagai hujan orografis. Massa udara yang telah kering karena kadar airnya telah dijatuhkan sebagai hujan ini, terus bergerak menuruni lereng daerah bayangan hujan disebut sebagai angin fohn.
Gambar 13. Hujan orografis yang terjadi pada akhirnya memunculkan fenomena angin fohn. |
2) Hujan Zenithal (konveksi), adalah Jenis hujan yang terjadi akibat massa udara yang banyak mengandung uap air naik secara vertikal. Pada daerah ini, awan terbentuk akibat pemanasan materi sehingga terjadi kenaikan massa udara ke atmosfer secara vertikal, sampai pada ketinggian tertentu kelembapan relatifnya mencapai 100%. Kumpulan awan itu kemudian dijatuhkan sebagai hujan konveksi. Jenis hujan ini banyak terjadi di daerah doldrum (antara 10 °LU–10 °LS), di mana massa angin passat naik secara vertikal.
3) Hujan Frontal, adalah Jenis hujan yang terjadi akibat pertemuan massa udara panas dengan massa udara dingin. Akibat pertemuan massa udara yang berbeda temperaturnya maka pada bidang frontnya terjadi kondensasi dan terbentuk awan badai siklon, kemudian dijatuhkan sebagai hujan frontal. Jenis hujan ini terjadi di daerah lintang sedang (antara 35°LU–65°LU dan 35°LS–65°LS), akibat pertemuan massa udara panas (angin barat) dan massa udara kutub (angin timur).
C. Masalah Penyusutan Ozon Stratosfer
Sinar Matahari merupakan spektrum elektromagnetik yang terdiri atas 3 berkas sinar utama, yaitu radiasi ultraviolet (UV), sinar tampak, dan sinar infra merah. Sebelum sampai ke permukaan Bumi, pancaran sinar Matahari ini telah banyak mengalami reduksi (pengurangan) akibat adanya penyaring berupa lapisan Ozon (O3) yang terkonsentrasi di lapisan stratosfer, sehingga pada saat tiba di permukaan Bumi, jumlahnya sudah sangat sedikit. Namun, radiasi ultraviolet yang jumlahnya sedikit ini sangat bermanfaat bagi kehidupan di Bumi. Bagi tetumbuhan, sinar ultraviolet sangat membantu dalam proses fotosintesis, sedangkan bagi manusia sinar UV dapat membantu mengubah pro vitamin D dalam tubuh manusia menjadi vitamin D sehingga sangat bermanfaat dalam pertumbuhan tulang.
Gambar 14. Ozon berfungsi sebagai filter dari sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan. |
Keadaan sebaliknya akan terjadi jika sinar ultraviolet dari radiasi Matahari seluruhnya sampai ke permukaan Bumi tanpa terlebih dahulu mendapat penyaringan di atmosfer. Radiasi Matahari dapat mengakibatkan proses pemanasan di muka Bumi semakin intensif sehingga suhu muka Bumi semakin tinggi. Fenomena kenaikan suhu Bumi (pemanasan global) dapat memicu perubahan pola iklim global seperti kenaikan muka air laut, pencairan es di kutub, dan curah hujan yang tinggi di atas rata-rata normal. Bagi manusia, radiasi ultraviolet dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan kulit terbakar, kanker kulit, dan efek penuaan dini.
Akhir-akhir ini, ada kecenderungan lapisan ozon pada stratosfer mengalami penipisan, bahkan di beberapa tempat telah mengalami kebocoran sehingga sinar Matahari langsung masuk ke permukaan Bumi. Selain oleh kejadian alam, proses penipisan lapisan ozon dipicu oleh adanya aktivitas manusia seperti pemakaian zat Freon atau CFC (chloro - fluoro - carbon) yang berlebihan, misalnya pada alat pendingin (AC).
D. Klasifikasi Iklim
Pada bagian awal telah kita bicarakan bahwa iklim merupakan rata-rata kondisi cuaca tahunan yang meliputi wilayah relatif luas. Untuk mengetahui tipe iklim suatu tempat, diperlukan rata-rata data cuaca tahunan seperti suhu, kelembapan udara, pola angin, dan curah hujan minimal 10–30 tahun. Selain data cuaca, indikasi lain yang dapat dijadikan salah satu penentu tipe iklim adalah vegetasi alam (tetumbuhan) yang mendominasi suatu daerah, misalnya hutan tropis, hutan gugur daun, atau vegetasi konifer (hutan berdaun jarum).
Banyak para ahli ilmu cuaca dan iklim yang mencoba membuat klasifikasi iklim dengan berbagai dasar dan keperluan. Tiga orang di antara para ahli tersebut adalah Wladimir Koppen, Schmidt- Ferguson, dan Junghuhn.
1. Iklim Matahari
Sistem penggolongan iklim Matahari didasarkan atas gerakan semu tahunan Matahari antara lintang 23½°LU–23½°LS. Daerahdaerah yang terletak di antara garis lintang tersebut menerima intensitas penyinaran Matahari yang maksimal, sehingga rata-rata suhu udara harian dan tahunannya tinggi. Adapun wilayah-wilayah lainnya mendapat penyinaran Matahari secara bervariasi. Oleh karena itu, dalam sistem klasifikasi iklim Matahari, posisi lintang suatu tempat sangat menentukan tipe iklimnya.
Gambar 15. Skema pembagian iklim di Bumi berdasarkan iklim Matahari. |
Iklim Matahari disebut juga iklim pasti karena letak garis lintang sudah pasti tidak berubah-ubah. Iklim Matahari merupakan iklim yang penentuannya berdasarkan banyaknya sinar Matahari yang diterima oleh Bumi. Daerah yang paling banyak mendapatkan sinar panas Matahari adalah daerah yang terletak antara 0°–23,5°LU dan 0°–23,5°LS. Dengan adanya gerak semu Matahari, daerah ini mendapat panas yang tinggi sepanjang tahun. Daerah yang letaknya semakin jauh dari katulistiwa mendapatkan panas Matahari yang semakin sedikit. Oleh karena itu, semakin tinggi garis lintang, daerah tersebut semakin dingin. Daerah iklim Matahari terbagi atas:
a. iklim tropis (panas), antara 23,5°LU–23,5°LS;
b. iklim subtropis (daerah transisi), antara 23,5°LU–40°LU dan 23,5°LS–40°LS;
c. iklim sedang, antara 40°LU–66,5°LU dan 40°LS–66,5°LS;
d. iklim dingin (kutub), antara 66,5°LU–90°LU dan 66,5°LU–90°LU.
2. Iklim Koppen
Seorang ahli klimatologi dari Universitas Graz Austria, Wladimir Koppen (1918) mencoba membuat sistem peng golongan iklim dunia berdasarkan unsur-unsur cuaca, meliputi intensitas, curah hujan, suhu, dan kelembapan. Klasifikasi iklim Koppen menggunakan sistem huruf.
Gambar 16. pembagian iklim dunia menurut Koppen. |
Huruf pertama dalam sistem klasifikasi iklim Koppen terdiri atas 5 huruf kapital yang menunjukkan karakter suhu atau curah hujan. Kelima jenis iklim tersebut adalah sebagai berikut.
a. Iklim A (Iklim tropis), ditandai dengan rata-rata suhu bulan terdingin masih lebih dari 18°C. Adapun rata-rata kelembapan udara senantiasa tinggi.
b. Iklim B (Iklim arid atau kering), ditandai dengan rata-rata proses penguapan air selalu tinggi dibandingkan dengan curah hujan yang jatuh, sehingga tidak ada kelebihan air tanah dan tidak ada sungai yang mengalir secara permanen.
c. Iklim C (Iklim sedang hangat atau mesothermal), ditandai dengan rata-rata suhu bulan terdingin adalah di atas -3°C, namun kurang dari 18°C. Minimal ada satu bulan yang melebihi rata-rata suhu di atas 10°C. Iklim C ditandai dengan adanya empat musim (spring, summer, autumn, dan winter).
d. Iklim D (Iklim salju atau mikrothermal), ditandai dengan rata-rata suhu bulan terdingin adalah kurang dari –3°C.
e. Iklim E (Iklim es atau salju abadi), ditandai dengan rata-rata suhu bulan terpanas kurang dari 10°C. Di kawasan iklim E tidak terdapat musim panas yang jelas.
Huruf kedua menunjukkan tingkat kelembapan, tingkat kekeringan, atau kebekuan wilayah. Untuk tipe iklim A, C, dan D huruf keduanya antara lain:
a. huruf f menunjukkan lembap, ditandai dengan curah hujan cukup setiap bulan dan tidak terdapat musim kering;
b. huruf w menandai periode musim kering jatuh pada musim dingin (winter);
c. huruf s menandai periode musim kering jatuh pada musim panas (summer);
d. huruf m menunjukkan muson, ditandai dengan adanya musim kering yang jelas walaupun periodenya pendek.
Khusus untuk tipe iklim B, huruf keduanya adalah:
a. huruf s (steppa atau semi arid), ditandai dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 380 mm - 760 mm, dan
b. huruf w (gurun atau arid), ditandai dengan rata-rata curah hujan tahunan kurang dari 250 mm.
Khusus untuk tipe iklim E, huruf keduanya adalah:
a. huruf t artinya tundra;
b. huruf f artinya salju abadi (senantiasa tertutup es);
c. huruf h artinya iklim salju pegunungan tinggi.
Kombinasi dari kedua kelompok huruf dalam sistem penggolongan iklim Koppen adalah sebagai berikut.
a. Af artinya iklim hutan hujan tropis.
b. Aw artinya iklim savana tropis.
c. Am artinya pertengahan antara iklim hutan hujan tropis dan savana.
d. BS artinya iklim steppa.
e. BW artinya iklim gurun.
f. Cw artinya iklim mesothermal lembap (iklim hujan sedang) dengan winter yang kering.
g. Cs artinya iklim mesothermal lembap (iklim hujan sedang) dengan summer yang kering.
h. Cf artinya iklim mesothermal lembap (iklim hujan sedang) dan lembap sepanjang tahun.
i. Df artinya iklim mikrothermal lembap (iklim hutan salju dingin) dan lembap sepanjang tahun.
j. Dw artinya iklim mikrothermal lembap (iklim hutan salju dingin) dengan winter yang kering.
k. ET artinya iklim tundra.
l. EF artinya iklim kutub (senantiasa beku).
m. EH artinya iklim salju pegunungan tinggi.
3. Iklim Schmidt-Ferguson
Khusus untuk keperluan dalam bidang pertanian dan perkebunan, Schmidt dan Ferguson membuat penggolongan iklim khusus daerah tropis. Dasar pengklasifikasian iklim ini adalah jumlah curah hujan yang jatuh setiap bulan sehingga diketahui rata-rata bulan basah, lembap, dan bulan kering.
Bulan kering adalah bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan kurang dari 60 mm, bulan lembap adalah bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan antara 60 mm–100 mm. Bulan basah adalah bulan-bulan yang memiliki tebal curah hujan lebih dari 100 mm.
Seperti halnya klasifikasi iklim menurut Vladimir Koppen, sistem klasifikasi penggolongan iklim menurut Schmidt-Ferguson menggunakan sistem huruf yang didasarkan atas nilai Q, yaitu persentase perbandingan rata-rata jumlah bulan basah dan bulan kering. Untuk menentukan tipe iklim Schmidt-Ferguson digunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan :
Q = perbandingan bulan kering dan bulan basah (%)
Md = mean (rata-rata) bulan kering, yaitu perbandingan antara jumlah bulan kering dibagi dengan jumlah tahun pengamatan
Mw = mean (rata-rata) bulan basah, yaitu perbandingan antara jumlah bulan basah dibagi dengan jumlah tahun pengamatan
Gambar 17. Gambar nilai Q dan R, dalam perhitungan iklim Schmidt-Ferguson. |
Ketentuan dari sistem klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson adalah sebagai berikut.
1. Tipe Iklim A (sangat basah), jika nilai Q antara 0%–14,33%.
2. Tipe Iklim B (basah), jika nilai Q antara 14,33%–33,3%.
3. Tipe Iklim C (agak basah), jika nilai Q antara 33,3%–60%.
4. Tipe Iklim D (sedang), jika nilai Q antara 60%–100%.
5. Tipe Iklim E (agak kering), jika nilai Q antara 100%–167%.
6. Tipe Iklim F (kering), jika nilai Q antara 167%–300%.
7. Tipe Iklim G (sangat kering), jika nilai Q antara 300%–700%.
8. Tipe Iklim H (kering sangat ekstrim), jika nilai Q lebih dari 700%.
Misalnya, kita ingin menentukan tipe iklim kota Jakarta. Dari Dinas Meteorologi dan Geofisika didapat data curah hujan selama lima tahun seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Curah Hujan Jakarta Tahun 2000–2004
Tahun | Tabel Curah Hujan (milimeter) | |||||||||||
Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Aug | Sep | Okt | Nov | Des | |
2000 | 335 | 241 | 201 | 141 | 116 | 97 | 61 | 50 | 78 | 91 | 151 | 193 |
2001 | 207 | 195 | 218 | 141 | 127 | 67 | 57 | 59 | 37 | 39 | 151 | 115 |
2002 | 300 | 219 | 198 | 129 | 120 | 92 | 63 | 52 | 60 | 87 | 142 | 170 |
2003 | 295 | 230 | 197 | 120 | 107 | 80 | 50 | 52 | 80 | 90 | 120 | 185 |
2004 | 311 | 208 | 196 | 130 | 112 | 95 | 58 | 57 | 56 | 80 | 130 | 195 |
Dari data tersebut diketahui,
a. Jumlah pengamatan adalh 5 taun (2000 - 2004).
b. nilai mean blan kerng adalah:
c. Nilai mean bulan basah adalah:
d. Nilai Q adalah:
e. Maka tipe iklim Jakarta adalah B (iklim basah), karena nilai Q-nya berkisar antara 14,33%–33,3%.
4. Iklim Junghuhn
Seperti halnya Schmidt dan Ferguson, untuk keperluan pola pembudidayaan tanaman perkebunan, seperti tanaman teh, kopi, dan kina, seorang ahli Botani dari Belanda bernama Junghuhn membuat penggolongan iklim khususnya di negara Indonesia terutama di Pulau Jawa berdasarkan pada garis ketinggian. Indikasi tipe iklim adalah jenis tumbuhan yang cocok hidup pada suatu kawasan. Junghuhn membagi lima wilayah iklim berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut sebagai berikut ini.
a. Zone Iklim Panas, antara ketinggian 0–700 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan di atas 22 °C. Daerah ini sangat cocok untuk ditanami padi, jagung, tebu, dan kelapa.
b. Zone Iklim Sedang, antara ketinggian 700–1.500 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan antara 15 °C–22 °C. Daerah ini sangat cocok untuk ditanami komoditas perkebunan teh, karet, kopi, dan kina.
c. Zone Iklim Sejuk, antara ketinggian 1.500–2.500 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan antara 11 °C–15 °C. Daerah ini sangat cocok untuk ditanami komoditas hortikultur seperti sayuran, bunga-bungaan, dan beberapa jenis buah-buahan.
d. Zone Iklim Dingin, antara ketinggian 2.500–4.000 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan kurang dari 11 °C. Tumbuhan yang masih mampu bertahan adalah lumut dan beberapa jenis rumput.
e. Zone Iklim Salju Tropis, pada ketinggian lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut.
Geografia :
Suatu teknik baru yang sangat menarik untuk menelaah iklim masa lalu adalah pemakaian suatu alat yang disebut “termometer geologi”, yang dikembangkan ahli kimia bangsa Amerika bernama Harold C. Vrey dari universitas Chicago. Teknik ini didasarkan pada analisis isotop oksigen. (Sumber: Ilmu Pengetahuan Populer, 2000)
Geografia :
Penyebaran tumbuh-tumbuhan pada zone panas adalah padi, kelapa, kelapa sawit, jagung, tebu, kopi, dan perkebunan karet (Havea braziliensis). Batas produktif untuk karet kurang lebih 700 meter di atas permukaan laut. Pada zone sedang sejuk, umumnya mulai adanya lahan yang cocok untuk perkebunan teh (Tea assamica dan Tea Cinica) dan perkebunan kina (Cinchonna). Pertanian hortikultura adalah kol, kacang, tomat, kentang, dan cabe. Zona dingin masih ditumbuhi jenis rumput alpina, rhododendrom, dan lumut. Zone dingin pada ketinggian 3500 atau 4400 meter dpl, sering tertutup oleh salju seperti Puncak Jayawijaya, Papua. (Sumber: Meteorologi dan Klimatologi, 1995)
E. Kondisi Iklim Indonesia
Secara umum, Indonesia berada pada zone iklim tropis karena posisi lintangnya yang terletak antara 6 °LU–11 °LS. Namun karena adanya berbagai faktor geografis, pola iklim negara Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. Beberapa faktor yang mem pengaruhi pola iklim Indonesia antara lain sebagai berikut.
- Letak wilayah Indonesia di sekitar ekuator mengakibatkan ratarata suhu tahunan senantiasa tinggi (suhu bulan terdingin masih di atas 18 °C), karena penyinaran Matahari senantiasa tegak.
- Letak kepulauan Indonesia di sekitar ekuator mengakibatkan sebagian besar wilayahnya berada pada kawasan angin tenang (doldrum) sehingga terbebas dari bencana akibat badai tropis (siklon).
- Bentuk wilayah Indonesia berupa kepulauan yang dikelilingi laut
- mengakibatkan rata-rata kelembapan udara tinggi, bahkan pada
- musim kemaraupun kelembapan relatifnya masih di atas 70%–80%.
- Posisi negara Indonesia yang diapit oleh samudra dan benua mengakibatkan pola iklim Indonesia dipengaruhi sirkulasi angin muson yang berembus dari benua Asia atau Australia.
1. Pola Suhu Indonesia
Kondisi suhu udara di atas kepulauan Indonesia senantiasa berkisar sepanjang tahun rata-rata di atas 18°C. Suhu udara harian biasanya mencapai puncaknya sekitar pukul 14.00–15.00, sedangkan suhu terendah biasanya sekitar pukul 05.00–06.00. Selain itu, rata-rata suhu harian dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian.
2. Pola Curah Hujan Indonesia
Curah hujan di wilayah Indonesia berbeda-beda di berbagai tempat. Terdapat daerah-daerah yang memiliki curah hujan sangat tinggi, namun ada pula yang relatif rendah. Secara umum, rata-rata curah hujan kawasan Indonesia bagian barat lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah dan timur.
Oleh karena posisi lintang Indonesia terletak di sekitar ekuator, pola curah hujan di atas wilayah Indonesia dipengaruhi oleh pergeseran Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT). Bulanbulan yang memiliki curah hujan terbanyak biasanya sesuai dengan posisi DKAT. Sebagai contoh, wilayah Pulau Jawa dilalui oleh garis DKAT sekitar Januari dan Februari. Pada bulan-bulan inilah curah hujan Pulau Jawa mencapai titik tertinggi. Adapun pengaruh DKAT adalah di wilayah tersebut massa udara naik secara vertikal ke atmosfer sehingga banyak membentuk awan dan mengakibatkan turunnya hujan zenithal atau hujan konveksional.
Gambar 18. Hujan zenithal atau sering disebut dengan konveksional. |
Berdasarkan rata-rata curah hujan tahunan, Kepulauan Indonesia dibagi ke dalam empat daerah hujan, yaitu sebagai berikut.
a. Daerah curah hujan di atas 3.000 mm/tahun, yaitu wilayah dataran tinggi Sumatra Barat, Kalimantan Tengah, beberapa daerah di Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Lombok, dan dataran tinggi Papua.
b. Daerah curah hujan antara 2.000–3.000 mm/tahun, yaitu sebagian wilayah Sumatra Timur, Kalimantan Selatan dan Timur, sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian besar wilayah Papua dan Maluku.
c. Daerah curah hujan di atas 1.000–2.000 mm/tahun, yaitu sebagian besar wilayah Nusa Tenggara, Kepulauan Aru dan Kepulauan Tanimbar, serta daerah Merauke.
d. Daerah curah hujan kurang dari 1.000 mm/tahun, meliputi wilayah padang rumput di Nusa Tenggara, kota Palu dan Luwuk Sulawesi Tengah.
F. Pengaruh Cuaca dan Iklim bagi Kehidupan
Cuaca dan iklim merupakan salah satu faktor alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengetahuan tentang pola musim, curah hujan, dan gerakan angin misalnya dapat dimanfaatkan bagi sektor pertanian, perkebunan, dan transportasi. Selain itu pengetahuan tentang karakteristik atmosfer dapat kita manfaatkan untuk pemantulan gelombang radio.
1. Pemanfaatan Cuaca dan Iklim dalam Bidang Pertanian
Bagi Indonesia yang sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris, karakter iklim seperti curah hujan, suhu, dan musim sangat mempengaruhi pola kehidupannya. Pada zaman dahulu ketika pengetahuan cuaca dan iklim belum berkembang, nenek moyang kita sudah memanfaatkan datangnya musim bagi pola tanam. Mereka berpendapat bahwa bulan-bulan yang berakhiran kata ber (September, Oktober, November, dan Desember) merupakan musim hujan. Pada musim hujan, para petani mulai turun ke sawah dan ladang untuk mengolah lahan.
Melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian, faktor-faktor iklim benar-benar dijadikan salah satu pertimbangan dalam penentuan kecocokan jenis tanaman yang akan dibudidayakan di suatu tempat. Misalnya, tanaman padi sangat cocok jika dibudidayakan di daerah dataran rendah yang beriklim panas, sedangkan perkebunan hortikultur sangat baik dikembangkan di dataran tinggi yang suhunya relatif sejuk.
Para nelayan tradisional sering kali memanfaatkan pola angin dan musim pada aktivitas mencari ikan. Sebagai contoh, pada zaman dulu para nelayan memanfaatkan angin darat dan angin laut untuk pergi dan pulang menangkap ikan di laut. Selain itu, para nelayan jarang mencari ikan pada periode berembusnya angin barat, karena sering terjadi angin ribut dan disertai hujan lebat.
2. Pemanfaatan Cuaca dan Iklim dalam Bidang Komunikasi
Salah satu lapisan atmosfer Bumi adalah ionosfer yang memiliki kemampuan memantulkan gelombang radio. Sifat fisik lapisan ini dimanfaatkan manusia dalam bidang komunikasi untuk penyiaran radio, sehingga arus informasi dapat dengan mudah dan cepat diterima oleh masyarakat. Melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang atmosfer dan sistem komunikasi, saat ini negara kita telah memiliki satelit komunikasi PALAPA yang ditempatkan di atmosfer pada lokasi geostasioner dengan ketinggian sekitar 36.000 km di atas muka Bumi.
3. Pemanfaatan Cuaca dan Iklim dalam Bidang Transportasi
Dalam bidang transportasi, faktor-faktor cuaca seperti pola angin dan curah hujan sangat mempengaruhi kelancaran jalur transportasi, baik transportasi laut maupun udara. Sebagai contoh jalur pelayaran akan sangat terganggu jika terjadi angin ribut atau badai yang disertai hujan lebat. Demikian pula dalam sistem transportasi udara. Oleh karena itu, setiap hari televisi senantiasa menginformasikan prakiraan cuaca.
4. Pemanfaatan Cuaca di Bidang Industri
Pada industri tradisional banyak yang masih bergantung pada kondisi cuaca. Industri itu umumnya yang membutuhkan panas Matahari, antara lain industri genteng, batu bata, dan kerupuk. Cuaca juga mempengaruhi aktivitas penduduk sehari-hari.
Rangkuman :
- Atmosfer merupakan lapisan udara yang menyelubungi planet Bumi. Di dalamnya terkandung berbagai gas yaitu Nitrogen, Oksigen, Argon, Karbon dioksida, Neon, Helium, Hidrogen, Hidrogen peroksida, dan Ozon.
- Berdasarkan pembagian lapisan atmosfer secara vertikal, atmosfer dapat dibedakan menjadi empat lapisan utama yaitu troposfer, stratosfer, mesosfer dan thermosfer.
- Cuaca adalah rata-rata keadaan atmosfer harian dan meliputi wilayah yang relatif sempit. Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca tahunan dan meliputi wilayah yang luas.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi cuaca dan iklim di suatu wilayah yaitu suhu, tekanan udara, angin, kelembapan udara, dan curah hujan.
- Sistem penggolongan iklim Matahari didasarkan atas gerakan suhu tahunan Matahari di antara lintang 23,5°LU–23,5°LS. Atas dasar itu, Bumi digolongkan ke dalam lima zone iklim, yaitu iklim equatorial, tropis, subtropis, sedang, dan iklim kutub.
- Klasifikasi iklim Koppen didasarkan atas unsurunsur cuaca yang meliputi intensitas curah hujan, suhu, dan kelembapan.
- Dasar klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson adalah jumlah endapan curah hujan yang jatuh setiap bulan sehingga diketahui rata-rata bulan basah, lembap, dan kering.
- Klasifikasi iklim Junghuhn berdasarkan garis ketinggian tempat di atas permukaan laut. Junghuhn membagi ketinggian menjadi 5 iklim, yaitu zone iklim panas, sedang, sejuk, dingin, dan salju tropis.
Anda sekarang sudah mengetahui Cuaca dan Iklim. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Utoyo, B. 2009. Geografi 1 Membuka Cakrawala Dunia : untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 154.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar