Pengertian Sastra

Bookmark and Share

Sastra (Sansekerta,shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata “sastra” bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.

Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa.
Karya sastra secara umum bisa dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama.
Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masayarakat sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu :
1. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang
     menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik
     pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung
    didalamnya.
3. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi
    penikmat/pembacanya karena sifat keindahannya.
4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada
    pembaca/peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena
    sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
5. Fungsi religius, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang
    mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.
Ragam Sastra
1. Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu :
    a)  Prosa, bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan
         panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
    b)  Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan habasa yang
         singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu terikat oleh
         kaidah atau aturan tertentu, yaitu :
         (1) Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
         (2) Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
         (3) Irama, dan
         (4) Persamaan bunyi kata.
    c)  Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun
         menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
    d)  Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa
         yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog.
         Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang
         dipentaskan.
2. Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu :
    a) Epik, karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa
        mengikutkan pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
    b) Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
    c) Didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang
         masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
    d) Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian(baik
        atau buruk) denan pelukisan yang berlebih-lebihan.
3. Dilihat dari sejarahnya, sastra terdiri dari 3 bagian, yaitu :
    a) Kesusastraan Lama, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam
        masyarakat lama dalam sejarah bangsa Indonesia. Kesusastraan Lama
        Indonesia dibagi menjadi :
       (1) Kesusastraan zaman purba,
       (2) Kesusastraan zaman Hindu Budha,
       (3) Kesusastraan zaman Islam, dan
       (4) Kesusastraan zaman Arab – Melayu.
    b) Kesusastraan Peralihan, kesusastraan yang hidup di zaman Abdullah bin
        Abdulkadir Munsyi. Karya-karya Abdullah bin Abdulkadir Munsyi ialah :
       (1) Hikayat Abdullah
       (2) Syair Singapura Dimakan Api
       (3) Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah
       (4) Syair Abdul Muluk, dll.
    c) Kesusastraan Baru, kesusastraan yang hidup dan berkembang dalam
        masyarakat baru Indonesia. Kesusastraan Baru mencangkup kesusastraan
        pada Zaman :
       (1) Balai Pustaka / Angkatan ‘20
       (2) Pujangga Baru / Angkatan ‘30
       (3) Jepang
       (4) Angkatan ‘45
       (5) Angkatan ‘66
       (6) Mutakhir / Kesusastraan setelah tahun 1966 sampai sekarang
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik
1) Unsur Intrinsik
     a) Tema dan Amanat
                  Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra.
        Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema
        minor ialah tema yang tidak menonjol.
                  Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di
        dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi
        makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan
        oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah
        makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.
      b) Tokoh dan Penokohan
                  Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada
          beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama
          ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya
          sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh
          bulat (round character).
                    Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik
          saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat
         akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai
         segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan
         yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh
         introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut
         yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi
         tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra
        dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang
        disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis
         ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena
         sifat-sifatnya.
                      Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh.
          Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara
          penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi
          pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara
         dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi
          melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku
           atau tokoh dalam suatu cerita.
                      Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
           Dialog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
           Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang
           terjadi.
          Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
     c) Alur dan Pengaluran
                      Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan
         sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh.
         Alur terdiri atas beberapa bagian :
         (1) Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
         (2) Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
         (3) Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
         (4) Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
         (5) Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan
                alur mulai terungkap.
         (6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
                            Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut
               kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar.
               Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita.
               Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita.
               Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur
               ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur
               ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi
               urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus.
               Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari
               awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan
              tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa
               menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau
              campauran keduanya.
    d)  Latar dan Pelataran
                  Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya
         peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau
         setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material
         ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut
         berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan
         pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara
         menampilkan latar.
    e)  Pusat Pengisahan
                Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita.
        Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk
        menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu
         pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga.
         Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita
         tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga,
         pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai
         seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
2)  Unsur Ekstrinsik
                Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti
      berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor
     kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca
     sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
     unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar
     sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur
    ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi,
     psikologi, filsafat, dan lain-lain.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger