Dinamika dan Pewarisan Budaya : Pengertian, Unsur-unsur, Bahasa, Seni, Agama, Integrasi Nasional

Bookmark and Share
Artikel dan Makalah tentang Dinamika dan Pewarisan Budaya : Pengertian, Unsur-unsur, Bahasa, Seni, Agama, Integrasi Nasional - Coba kalian renungkan mengapa lingkungan di sekitar tempat tinggal kalian banyak terdapat berbagai macam benda. Benda-benda tersebut merupakan hasil karya manusia dengan berbagai manfaat dan fungsinya, coba kalian perhatikan lagi untuk apa manusia membuatnya? Kalian tentunya telah mengetahui bahwa untuk mempertahankan kehidupannya manusia menciptakan sesuatu untuk membantu dan memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Berbagai peristiwa alam dan ancamannya membuat manusia harus mampu bertahan karena tidak semua hal yang terjadi di dunia berdampak baik bagi manusia. Nah, hasil karya manusia itulah yang disebut sebagai kebudayaan. Kebudayaan dapat membantu atau menghambat penyesuaian diri manusia. Kebudayaan memungkinkan orang bertahan hidup dalam lingkungan fisik yang tidak ramah. Kita tidak dapat hidup tanpa kebudayaan dan kadang-kadang tidak mudah hidup dalam kebudayaan. Beragamnya kebudayaan yang muncul di masyarakat akan selalu mengalami perubahan dan berbeda-beda dalam setiap masyarakat karena kebudayaan setiap masyarakat terdiri dari unsur-unsur budaya yang merupakan bagian dari kesatuan yang bersifat mengikat bagi anggotanya. Untuk itu agar kalian lebih memahami tentang unsur-unsur kebudayaan yang ada di masyarakat terlebih dahulu mengenali apa yang dimaksud dengan kebudayaan.

A. Pengertian Kebudayaan

Apa saja yang kalian ketahui tentang arti kebudayaan selama ini? Banyak orang bicara tentang kebudayaan, ada yang menyebut kebudayaan untuk menyatakan hasil karya manusia yang indah-indah atau terbatas pada kesenian. Ada juga yang memakai kebudayaan untuk menyatakan ciri-ciri yang nampak pada sekelompok anggota masyarakat tertentu yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain serta ada pula yang mengartikan kebudayaan untuk menyatakan tingkat kemajuan teknologi yang didukung oleh tradisi tertentu untuk membedakan kebudayaan yang belum banyak menggunakan peralatan mesin dan teknologinya masih terbelakang. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan kebudayaan itu? Coba kalian jelaskan apa yang sebenarnya disebut dengan kebudayaan. Untuk mempermudahnya, lihatlah definisi kebudayaan menurut beberapa tokoh berikut ini.

1. Definisi Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun kata kultur yang berarti juga kebudayaan merupakan adopsi dari bahasa Inggris culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang berarti mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. Dari sini, Koentjaraningrat memberikan definisi kebudayaan adalah sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Coba bandingkan dengan definisi kebudayaan menurut tokoh-tokoh berikut yang dikutip dari buku Sosiologi Suatu Pengantar, Soekanto (1982).

a. Sir Edward Burnett Tylor

Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan serta lainlain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi

Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan oleh masyarakat untuk menguasai alam di sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Rasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segala norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas, misalnya: keyakinan, ideologi, maupun kepercayaan. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir dari orangorang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu-ilmu pengetahuan baik yang berwujud teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan masyarakat.

c. A.L Kroeber dan Clyde Cluckhohn

Kebudayaan adalah keseluruhan pola-pola tingkah laku dan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia termasuk perwujudannya dalam benda-benda materi.

d. E.B. Taylor

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

2. Wujud Kebudayaan

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebudayaan maka hal terpenting kalian harus mengerti tentang wujud-wujud kebudayaan yang nantinya dapat memberikan pengertian secara lebih jelas. Koentjaraningrat, membagi kebudayaan menjadi 3, yaitu:

a. Sistem Budaya

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya biasa disebut sistem budaya. Ini merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang mempunyai ciri-ciri abstrak, tak dapat diraba, atau difoto. Misalnya sebuah hasil pemikiran yang tertuang dalam buku atau artikel maka keberadaan lokasi kebudayaan ideal ada pada buku atau artikel tersebut.
Kethek ogleng
Gambar 1. Kethek ogleng Salah satu kebudayaan yang merupakan hasil karya dan pemikiran manusia adalah tarian. (wonogirikab.go.id)
b. Sistem Sosial

Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, disebut sistem sosial. Terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain menurut waktu dan pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan.

c. Artefak

Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Ini jelas sekali karena merupakan kebudayaan fisik, dapat terlihat, diraba seperti Candi Borobudur. Candi Borobudur. Candi merupakan salah satu kebudayaan yang berbentuk material yangmerupakan hasil karya manusia. Candi Borobudur merupakan salah satu tujuh keajaiban dunia yang sangat terkenal

Analogi Budaya 1 :

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

Masyarakat dan kebudayaan memang tidak dapat dilepaskan tetapi dalam perkembangannya, kebudayaan yang ada di dalam masyarakat ada yang berdampak positif dan negatif. Coba diskusikan dan berikan solusi yang tepat supaya beberapa kebudayaan yang memiliki dampak yang negatif dan tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat tersebut dapat diarahkan supaya berdampak positif bagi masyarakat. Selain itu coba kalian praktikkan dan jalankan kebudayaan di daerah kalian yang berdampak positif dalam kehidupan sehari-hari.

B. Unsur-unsur Budaya

Unit terkecil dari kebudayaan disebut unsur (traits). Tetapi ada yang mengatakan bahwa traits itu dapat dibagi lagi menjadi unsur yang lebih kecil disebut items. Menurut Hoebel, unsur adalah suatu kesatuan corak perilaku yang dipelajari dan dianggap tak dapat diperkecil lagi atau produk nyata yang dihasilkan oleh perilaku tersebut. Setiap kebudayaan terdiri dari ribuan unsur. Misalnya saja kesenian karawitan apakah dapat disebut sebagai unsur kebudayaan? Bukan, karena kesenian karawitan merupakan sekumpulan unsur yang terdiri dari irama, alat-alat karawitan, lagu, lirik, dan lain-lain. Gabungan semua unsur itu akan membentuk kompleks kebudayaan yang merupakan sekelompok unsur budaya yang saling berhubungan. Kompleks kebudayaan terletak di tengah-tengah unsur dan lembaga.

Ingatkah kalian apa yang dimaksud dengan lembaga sosial itu? Suatu lembaga sosial adalah serangkaian kompleks kebudayaan yang terpusat pada kegiatan yang penting. Beberapa kompleks kebudayaan merupakan bagian dari lembaga. Dari pemahaman konsep-konsep di atas maka dapat diurutkan bahwa dinamika kebudayaan dimulai dari items - traits - unsur - kompleks kebudayaan dan yang terakhir adalah lembaga sosial.

Beberapa sarjana antropologi mencoba menjabarkan unsur-unsur budaya seperti yang tercantum dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar, Soekamto (1982), misalnya Melville J. Herskovits membagi unsur budaya menjadi 4 yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuasaan politik. Bronislaw Malinoswky, membagi unsur budaya menjadi 4 juga yaitu:
  1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
  2. Organisasi ekonomi.
  3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan.
  4. Organisasi kekuatan.
Menurut C. Kluckhon yang dikutip dari buku Koentjaraningrat (1999) membagi unsur kebudayaan menjadi tujuh yang terkenal dengan sebutan Universal Categories of Culture yaitu:

Tabel. Pembagian unsur kebudayaan menurut C. Kluckhon

No.
Unsur Kebudayaan
Contoh
1.
Peralatan dan perlengkapan
Pakaian, perumahan, alat-alat

hidup manusia
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan lain-lain.
2.
Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
Peternakan, pertanian, industri, nelayan, sistem konsumsi, sistem distribusi, sistem produksi, dan lain-lain.
3.
Sistem kemasyarakatan
Sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan, dan lain-lain.
4.
Bahasa
Bahasa lisan maupun tertulis.
5.
Kesenian
Seni rupa, seni suara, seni gerak, dan lain-lain.
6.
Sistem pengetahuan.

7.
Religi (Sistem kepercayaan)


Betapapun kehidupan suatu kelompok manusia, pasti ia mengembangkan bahasa sebagai sistem lambang dan sebagai alat komunikasi untuk mempermudah sesama anggota menyampaikan pengalaman, pemikiran dan perasaan. Karena kemampuan manusia mengembangkan lambang-lambang yang penuh makna itulah maka ia dapat menempatkan diri sebagai makhluk yang tertinggi derajatnya. Sistem religi adalah unsur kebudayaan yang memberikan pedoman pada anggota masyarakat dalam memahami lingkungan semesta dan hubungannya dengan kekuatan gaib. Sistem pengetahuan sangat penting artinya sebagai pedoman dalam menanggapi tantangan yang timbul dan harus dihadapi dalam proses penyesuaian masyarakat terhadap lingkungannya dalam arti luas. Sistem teknologi berfungsi memberikan pedoman anggota masyarakat dalam usahanya menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan cara memanfaatkannya demi kesejahteraan bersama. Sedang sistem kesenian merupakan unsur kebudayaan yang memberikan pedoman bagi anggota masyarakat yang bersangkutan untuk menyatakan rasa keindahan yang dapat dinikmati secara bersama.

1. Hubungan antara Unsur-unsur Kebudayaan

a. Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)

Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.

Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu sebagai berikut.
  1. Alat-alat produktif.
  2. Senjata.
  3. Wadah.
  4. Alat-alat untuk menyalakan api.
  5. Makanan.
  6. Pakaian.
  7. Tempat berlindung dan perumahan.
  8. Alat-alat transportasi.
Investigasi Budaya 1 :

Coba kembangkan etos kerja dan wawasan kemutakhiran serta orientasi kecakapan pada diri kalian!

Apa yang dapat kalian tangkap dari peristiwa dalam gambar berikut ini berkaitan dengan perkembangan budaya? Selain itu coba kalian praktikkan juga cara menggunakan komputer dan mencari informasi melalui internet!

b. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
  1. Berburu dan meramu.
  2. Beternak.
  3. Bercocok tanam di ladang.
  4. Menangkap ikan.
c. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial

1) Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. M, Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.

2) Organisasi Sosial

Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.

d. Bahasa

Bahasa merupakan alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.

Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai berikut:
  1. Alat berekspresi.
  2. Alat komunikasi.
  3. Alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk:
  1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis).
  2. Mewujudkan seni (fungsi artistik).
  3. Mempelajari naskah-naskah kuno (fungsi filosofis).
  4. Untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Kesenian

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.

Berdasarkan jenis nilai estetika yang ditampilkan kesenian (budaya seni) dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
  1. Seni rupa adalah benda-benda seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk wujud atau bentuk misalnya lukisan, seni patung, seni lukis, atau seni fotografi.
  2. Seni suara adalah seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk suara, seni suara ini terdiri dari seni suara vokal (manusia), seni suara instrumental (alat musik), dan seni suara campuran (perpaduan antara suara manusia dengan alat musik).
  3. Seni gerak adalah seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk gerakan atau aktivitas. Misalnya seni tari, gerak dan lagu, senam berirama dan sebagainya.
  4. Seni drama adalah seni yang menampilkan keindahannya dalam bentuk visualisasi pementasan adegan cerita. Misalnya ketoprak, wayang orang, lenong, ludruk, dan sebagainya.
Benda-benda seni memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Mengandung nilai estetika.
  2. Berfungsi memberikan penghiburan.
  3. Melekat dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain seperti seni rupa melekat pada model rumah, model mobil, sepeda motor, dan lain-lain.
  4. Berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau harapan dari kelompok masyarakat yang satu kepada kelompok masyarakat yang lain.
f. Sistem Ilmu dan Pengetahuan

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).

Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
  1. Pengetahuan tentang alam.
  2. Pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya.
  3. Pengetahuan tentang tubuh manusia.
  4. Pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia.
  5. Pengetahuan tentang ruang dan waktu.
Analogi Budaya 2 :

Coba kembangkan wawasan kebinekaan dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

Bentuklah kelompok dan lakukan kegiatan berikut ini secara bersama-sama. Amati dan telitilah perkembangan budaya serta dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan masyarakat! Diskusikan hasil pengamatan kalian serta berikan solusi untuk mengatasi pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia! Selanjutnya coba kalian tingkatkan lagi kegiatan yang sesuai dengan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia

g. Sistem Kepercayaan

Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.

Koentjaraningrat membagi hal ini menjadi:
  1. Sistem kepercayaan/religi
  2. Kesusastraan suci
  3. Sistem upacara
  4. Magic
  5. Umat agama.
Analogi Budaya 3 :

Coba kembangkan etos kerja, rasa keingintahuan dan wawasan kebinekaan serta orientasi kecakapan pada diri kalian

Setelah kalian mengamati dan meneliti masalah budaya, berikan suatu gambaran atau ulasan tentang unsur budaya yang membentuk lingkaran sosial budaya kalian dengan memperhatikan tujuh unsur budaya yang ada. Jelaskan masing-masing unsur tersebut dengan memperhatian tabel berikut ini.

No.
Unsur Budaya
Cultural Activity
Trait Complex
Items
1.
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia



2.
Mata pencaharian hidup dan Sistem Ekonomi (Contoh)
Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani
Cara-cara bercocok tanam diajarkan oleh penyuluh dari dinas pertanian misalnya pengolahan tanah
Untuk mengolah tanah menggunakan traktor
3.
Sistem Kemasyarakatan



4.
Bahasa



5.
Kesenian



6.
Sistem Pengetahuan



7.
Religi (sistem kepercayaan)




C. Bahasa

Setiap hari kalian pasti menggunakan bahasa. Cara kalian dalam berbahasa dapat menunjukkan kepribadian kalian. Berbahasa dengan baik dan benar dapat mempermudah dan memperlancar kalian dalam berkomunikasi. 

Bahasa merupakan salah satu unsur dari 7 unsur kebudayaan universal. Suatu kenyataan dan pengalaman bahwa dalam setiap masyarakat manusia selalu terdapat bahasa yang cukup rumit susunannya. Dapat dikatakan juga bahwa bahasa bersifat simbolis atau perlambangan. Artinya suatu perkataan mampu melambangkan arti apapun, walaupun hal atau barang yang dilambangkan artinya oleh kata itu tidak hadir. Orang tua dapat menjelaskan secara mendetail sekali kepada anak-anaknya mengenai sifat-sifat ular, memerinci panjangnya, besarnya dan warnanya, bentuknya dan cara-caranya bergerak. Menunjukkan tempat-tempat di mana anaknya mungkin menemukan ular dan menerangkan kepadanya bagaimana menghindarkannya. Jadi tanpa pernah melihat ular, anak dapat menyimpan keterangan lisan itu di dalam ingatannya. Saat sang anak ketemu ular, ia mungkin teringat akan kata yang menjadi perlambang untuk binatang itu dan keterangan yang berhubungan dengan itu dan dengan demikian menjauhkan diri dari bahaya. Anak memahami bahasa yang diucapkan orang tuanya ketika bercerita tentang ular. Kalian memahami bahasa yang diucapkan orang lain, dan menjawabnya dengan bahasa yang dipahaminya pula, sehingga percakapan itu berkembang dan penuh makna. Menurut Chris Baker (2005) bahasa lebih tepat dipahami bersifat konstitutif terhadap nilai, makna dan pengetahuan. Artinya bahasa memberi makna pada benda-benda material dan praktik-praktik sosial, menjadikan bendabenda dan praktik-praktik itu dapat kita pahami serta menghadirkannya pada diri kita dalam batasan yang digariskan oleh bahasa. Bahasa mengkontruksi makna. Lewat strukturnya, bahasa menentukan makna-makna mana saja yang bisa atau tidak bisa dipakai dalam kondisi tertentu oleh subjek-subjek pengguna bahasa.

1. Strukturalisme

Saussure adalah salah seorang tokoh yang paling berhasil menjelaskan pemunculan makna dari referensi pada suatu sistem perbedaan yang terstruktur dalam bahasa, oleh karena itu ia dianggap sebagai tokoh pendiri strukturalisme. Saussure menyelidiki aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang mengatur bahasa (langue), dan bukan penggunaan khusus dan ujaran-ujaran yang dipakai sehari-hari (parole). Strukturalisme pada umumnya lebih tertarik pada struktur-struktur bahasa dari pada pemakaian aktualnya (Baker, 2005 : 90).

Menurut Saussure yang dikutip dari buku Baker (2005 : 90-92), bahasa mengandung sebuah sistem pemaknaan yang terdiri dari serangkaian tanda (signs) yang dianalisis menurut bagian-bagian penyusunnya, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk-bentuk dan medium yang diambil oleh suatu tanda, seperti sebuah bunyi, gambar atau coretan yang membentuk kata di suatu halaman. Sedangkan petanda adalah konsep dan makna-makna.

Hubungan antara petanda dan penanda bersifat tidak pasti, dalam arti harus selalu demikian. Pengaturan hubungan antara petanda dan penanda bersifat arbitrer, sehingga binatang yang biasa kita sebut sebagai “kucing” misalnya bisa saja diwakili oleh penanda yang lain, seperti kuda atau meja. Menurut Saussure yang dikutip dari buku Baker (2005 : 90-92), makna diproduksi lewat proses seleksi dan kombinasi tanda-tanda menurut sumbu sintagmatis dan paradigmatis. Sumbu sintagmatis tersusun dari kombinasi linear tanda-tanda yang membentuk kalimat sedangkan paradigmatis menunjuk pada medan tanda (misalnya sinonim) yang darinya bisa dipilih tanda yang mana pun. Makna terakumulasi seiring sumbu sintagmatis, sedangkan seleksi dari medan paradigmatis bisa mengubah makna pada titik mana pun dalam suatu kalimat. Hartley dalam buku Baker (2005 : 91), memberi contoh berikut :

Pada sumbu paradigmatis, pemilihan antara pejuang kemerdekaan dengan teroris akan menghasilkan perbedaan makna yang signifikan. Hal itu mengubah bagaimana kita memahami karakter dari pelaku dan akan memengaruhi kombinasi di sumbu sintagmatis karena berdasarkan konvensi dan meskipun sebenarnya secara gramatikal bisa dibenarkan, pemilihan kata “teroris” tidak akan dikombinasikan dengan kata “membebaskan”.

Karakter arbitrer hubungan penanda – petanda menunjukkan bahwa makna itu mengalir secara kultural dan historis bersifat spesifik, tidak bersifat tetap dan khusus. Fakta bahwa “teroris” dan “pembebasan” merupakan suatu kombinasi yang langka juga menunjukkan bahwa makna itu diatur di bawah kondisi-kondisi sosial – historis yang khas. Culleh dalam buku Baker (2005 : 91), mengungkapkan “karena sifatnya yang arbitrer, maka tanda sepenuhnya berada di bawah pengaruh sejarah dan kombinasi dari suatu penanda dan petanda pada suatu saat tertentu merupakan akibat dari proses sejarah”.

Strukturalisme berpendapat bahasa memiliki kode-kode kultural. Salah satu contohnya adalah organisasi dan regulasi warna ke dalam kode kultural lampu lalu lintas. Menurut Saussure yang dikutip dari buku Baker (2005 : 92), warna merah baru mempunyai makna dalam relasi perbedaan antara merah, hijau, biru, dan lain-lain. Tanda-tanda ini kemudian diatur menjadi suatu urutan yang bisa memunculkan makna melalui konvensi-konvensi penggunaannya dalam konteks tertentu. Maka lampu lalu lintas memakai “merah” untuk berhenti, dan “hijau” untuk menandakan terus. Ini adalah kode kultural yang untuk sementara waktu menetapkan hubungan antara warna-warna dan makna. Di sini tanda telah dijadikan kode-kode yang dialamiahkan. Makna terasa begitu gamblang. (Kita tahu kapan harus berhenti atau terus). Para penganut strukturalisme sering juga disebut dengan pendukung esensialisme.

2. Pasca Strukturalisme

Pasca strukturalisme menolak gagasan tentang adanya struktur dasar (underlying structure) yang memunculkan makna. Bahasa bukanlah sesuatu yang otonom, terlepas dari hubungan antarteks. Menurut pasca strukturalisme makna selalu tertunda dan berada dalam proses. Makna tekstual bersifat labil dan tidak bisa dikurung dalam sebuah kata, kalimat atau teks tertentu. Makna tidak memiliki sumber orisinalitas tunggal melainkan merupakan hasil hubungan-hubungan antarteks yang disebut dengan intertekstualitas.

Pasca strukturalisme menggagas bahwa makna hanya ada di dalam tanda, tidak ada makna di luar tanda yang merupakan suatu bentuk “representasi” grafis. Menurut Derrida yang dikutip dari buku Baker (2005 : 99), dalam konteks ini, tulisan berada pada pangkal asal mula makna. Tulisan adalah arche writing yang bermakna tulisan selalu merupakan bagian dari luar teks dan teks turut membentuk apa yang ada di luarnya. Jadi tulisan bukanlah semata-mata teks yang ada pada sebuah halaman. Manusia tidak akan bisa berpikir tentang pengetahuan dan kebenaran dan kebudayan tanpa adanya tanda atau tulisan. Tulisan adalah jejak permanen yang selalu sudah (always already) ada sebelum persepsi menyadari dirinya.

Menurut Derrida dikutip dari buku Baker (2005 : 100), makna terlahir melalui permainan penanda, bukan dari referensi dengan sebuah objek yang independen. Makna tidak mungkin bisa tetap dan baku. Kata-kata selalu mengandung banyak makna, yang didalamnya terdapat pula jejak atau guna makna-makna lain yang berasal dari kata-kata lain (yang berhubungan) dalam konteks yang berhubungan. Bahasa bersifat non representasional dan makna secara inheren bersifat tidak stabil dan karenanya selalu berada dalam pergeseran. Derrida memperkenalkan Differance untuk memahami makna kata-kata dari suatu bahasa. Differance berasal dari kata difference dan deferral. Difference berarti perbedaan, sedangkan defferal berarti penundaan. Produksi makna yang terjadi dalam proses pemaknaan selalu mengalami perbedaan dan penundaan.

Derrida yang dikutip dari buku Baker (101), memberi contoh kartu pos yang sudah diberi motif tertentu. Menurutnya kartu pos bisa saja salah sasaran. Kartu pos bisa sampai pada seseorang dan menghasilkan makna-makna yang sama sekali berbeda dari apa yang dimaksudkan. Bisa saja karena salah sasaran, makna yang sesungguhnya digantikan oleh makna yang beredar tanpa sumber atau tujuan yang sepenuhnya pasti. Nalar tidak mampu memastikan dan mendefinisikan secara permanen makna dari sebuah konsep. Oleh karena itu makna dari setiap tanda dan kata selalu mengalami perbedaan dan penundaan dalam proses pemaknaan oleh orang-orang yang berbeda. Ajaran yang demikian menyebabkan para penganut pasca struturalisme disebut pendukung antiesensialisme.

Secara singkat, perbedaan antara strukturalisme (esensialisme) dengan pasca strukturalisme (anti esensialisme) adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Perbedaan antara strukturalisme (esensialisme) dengan pasca strukturalisme (anti esensialisme)

Strukturalisme/ Esensialisme
Pasca Strukturalisme/ Anti Esensialisme
Bahasa bersifat otonom dan mengandung pengertian yang bersifat  tetap melalui pengatur tertentu. Setiap  kata memiliki esensi. Oleh karena itu  dalam setiap bahasa terdapat  kebenaran bersifat tetap yang bisa dicari.
Bahasa tidak bersifat otonom dan mengandung pengertian yang bersifat tidak tetap. Setiap kata tidak memiliki esensi. Oleh karena itu dalam setiap  bahasa tidak ada kebenaran yang bersifat tetap, memang ada kebenaran tetapi bersifat sementara.

D. Seni

Untuk mengingatkan kalian kembali coba renungkan apakah goresan dan coretan di tembok-tembok pinggir jalan adalah karya seni? Apa saja yang kalian ketahui tentang pengertian seni? Coba simaklah pembahasan berikut supaya kalian lebih memahaminya lagi.

Menurut Koentjaraningrat (1999), umumnya bagi orang berbahasa Indonesia, kebudayaan adalah kesenian, yang apabila dirumuskan memiliki pengertian sebagai berikut: “kebudayaan dalam arti kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis dan indah, sehingga ia dapat dinikmati dengan pancaindera yaitu penglihat, penghidung, pengecap, perasa, dan pendengar. Setiap karya seni memiliki struktur umum. Pertama adalah setiap karya seni memiliki materi karya seni, yaitu sumber asli yang menjiwa setiap pengalaman estetik (keindahan). Materi seni tentu saja harus dipilih, diperhitungkan agar dapat memberikan nilai guna dan cita rasa sentuhan estetis seninya. Untuk memenuhi hal itu, setiap karya seni harus mempunyai struktur harmoni (kesesuaian) dan struktur ritme.

Fungsi Struktur harmoni dalam suatu karya seni adalah menegaskan dan menggolongkan unsur-unsur bahasa estetisnya sehingga karya seni memiliki keunikan, akibatnya unsur-unsur tersebut menjadi suatu perbandingan (skala) dari berbagai kemungkinan. Contohnya adalah tangga nada. Fungsi lainnya adalah struktur harmonisasi memberi titik berat dan menggariskan unsur-unsur perbandingan, misalnya tekanan-tekanan yang melahirkan daya tarik tertentu yang unik sifatnya. Contohnya adalah modulasi. Fungsi struktur ritme dalam suatu karya seni adalah menentukan unsur yang diarahkan pada suatu gerak. Gerakan ini memberikan wujud
yang menjadikan gerakan tersebut hidup. Gerakan ini bisa berupa ketidakgerakan, hentakan dan dengan tempo yang tepat pula.

Struktur umum kedua dari karya seni adalah subyek. Subyek dari suatu karya seni adalah karya seni itu sendiri. Setiap karya seni memiliki ide pemikiran yang dapat juga disebut sebagai subjek dari karya seni itu. Kedua pemahaman mengenai subyek karya seni itu menghadirkan materi subjek yang khusus yang menjadi penanda dari sebuah karya seni dan membedakannya dengan karya seni lainnya.

Struktur umum ketiga dari karya seni adalah ekspresi. Ekspresi karya seni lahir dari pemahaman seniman atas dasar imajinasinya untuk menemukan makna dan keindahan dari subyek seni. Setiap ekspresi karya seni dapat dipahami dengan menemukan pemahaman imajinasi pembuatnya yang terdapat dalam diri, kemurnian dan kebenaran yang terdapat dalam subyek karya seni itu sendiri.

Seni adalah suatu proses kegiatan atau peristiwa yang sering disebut dengan kegiatan berkesenian. Bernyanyi, membuat patung, main drama, dan sebagainya adalah kegiatan berkesenian. Kegiatan berkesenian itu oleh para seniman dan penikmat seni dapat dipandang sebagai :
  1. penyaluran kekuatan adi-kodrati.
  2. penyaluran bakti (kepada Tuhan, kepada pemimpin).
  3. melestarikan warisan nenek moyang.
  4. sarana atau komponen pendidikan (baik dalam aspek penerusan nilai-nilai budaya maupun pengembangan kreativitas).
  5. kegiatan bersenang dan berhibur.
  6. sarana pencaharian hidup.
Setiap karya seni memiliki hakekat dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
  1. sebagai kekuatan adi kodrati yang menjelma.
  2. sebagai ide yang mewujud.
  3. sebagai energi yang mewujud.
  4. sebagai sarana kesinambungan tradisi.
  5. sebagai wujud kreativitas.
  6. sebagai sarana bersenang.
Analogi Budaya 4 :

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

Dewasa ini perkembangan seni sudah sangat pesat sekali, mulai dari seni musik, seni rupa, dan tari serta pengembangan seni-seni modern yang merupakan hasil improvisasi dan kreativitas seniman. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi yang tepat supaya keberadaan seni juga menunjang dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga kelestarian budaya bangsa sehingga tidak hanya berfungsi sebagai hiburan saja.

E. Agama/Religi/Kepercayaan

Menurut sudut pandang Antropologi, yang diwakili oleh Anthony F.C. Wallace, agama didefinisikan sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural
dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan pada manusia atau alam. Definisi ini mengandung pengakuan bahwa, kalau tidak dapat mengatasi masalah serius yang menimbulkan kegelisahan, manusia berusaha mengatasinya dengan memanipulasikan makhluk dan kekuatan supernatural. Untuk maksud tersebut digunakanlah upacara keagamaan.

Menurut Edi Sedyawati, agama adalah suatu sistem yang berintikan pada kepercayaan akan kebenaran-kebenaran yang mutlak, disertai segala perangkat yang terintegrasi di dalamnya, meliputi tata peribadatan, tata peran para pelaku dan tata benda yang diperlukan untuk mewujudkan agama bersangkutan. Inti kepercayaan suatu religi berhubungan dengan konsep mengenai kosmos, baik mengenai struktur maupun aspek kejadiannya.

Konsep lainnya adalah pandangan mengenai hidup sesudah mati atau adanya alam lain di samping alam kehidupan manusia di dunia ini. Berdasarkan konsep religi (agama) manusia percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya. Menurut Koentjaraningrat, perilaku manusia yang bersifat religi itu terjadi karena :
  1. Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh.
  2. Manusia mengakui adanya berbagai gejala yang tak dapat dijelaskan dengan akal.
  3. Keinginan manusia untuk menghadapi berbagai krisis yang senantiasa dialami manusia dalam kehidupannya.
  4. Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami manusia di alam
  5. sekelilingnya.
  6. Adanya getaran (emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa manusia sebagai warga dari masyarakatnya.
  7. Manusia menerima suatu firman dari Tuhan.
Dari sudut pandang Antropologi, agama terdiri atas bermacam-macam ritual, doa, nyanyian, tari-tarian, saji-sajian dan kurban yang diusahakan manusia untuk memanipulasi makhluk dan kekuatan supernatural untuk kepentingan dirinya sendiri. Pengenalan terhadap agama atau religi dalam Antropologi dapat dilakukan dengan mengenali unsur-unsur religi yang diberikan oleh E. Durkheim, yaitu:
  1. Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang menyebabkan bahwa manusia didorong untuk berperilaku keagamaan.
  2. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan manusia tentang bentuk dunia, alam gaib, hidup, maut, dan sebagainya.
  3. Sistem ritus dan upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan yang dianutnya.
  4. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut sistem upacara-upacara keagamaannya.
  5. Alat-alat fisik yang digunakan dalam ritus dan upacara keagamaan.
Bagaimanakah wujud dari agama atau religi dalam kehidupan manusia? Menurut Koentjaraningrat, ada delapan wujud dari agama atau religi dalam kehidupan manusia, yaitu:
  1. Fetishisme adalah bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan akan adanya jiwa dari benda-benda tertentu, dan terdiri dari berbagai kegiatan keagamaan yang dilakukan untuk memuja benda-benda berjiwa itu.
  2. Animisme adalah bentuk religi yang didasarkan kepercayaan bahwa alam sekeliling tempat tinggal manusia dihuni oleh berbagai macam roh, dan terdiri dari berbagai kegiatan keagamaan guna memuja ruh-ruh tadi.
  3. Animatisme adalah suatu sistem kepercayaan bahwa benda-benda serta tumbuh-tumbuhan memiliki jiwa dan dapat berpikir seperti manusia. Kepercayaan ini tidak melahirkan berbagai upacara keagamaan.
  4. Prae-animisme adalah bentuk religi berdasarkan kepercayaan pada kekuatan sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa, dan terdiri dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang berpedoman pada kepercayaan tersebut.
  5. Totemisme adalah bentuk religi dari masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan unilineal. Bentuk religi ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kelompok unilineal ini masing-masing berasal dari para dewa dan leluhur yang masih terikat tali kekerabatan, dan terdiri dari kegiatan keagamaan untuk memuja mereka serta untuk mempererat kesatuan dalam kelompok unilineal itu.
  6. Politeisme adalah bentuk religi yang didasarkan kepercayaan akan adanya suatu hierarki dewa-dewa, dan terdiri dari upacara-upacara untuk memuja para dewa.
  7. Monoteisme adalah bentuk religi yang didasarkan kepercayaan pada satu dewa, yaitu Tuhan, dan kegiatan-kegiatan upacaranya bertujuan untuk memuja Tuhan.
  8. Mistik adalah bentuk religi yang didasarkan kepercayaan kepada satu Tuhan yang dianggap menguasai seluruh alam semesta, dan terdiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan Tuhan. 
Dalam banyak agama manusia berupaya untuk dapat mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Tetapi ada konsep bahwa manusia menjadi satu dengan Tuhan, berdasarkan nalar bahwa segala hal di dunia adalah bagian dari Tuhan.

F. Hubungan Bahasa, Seni dan Agama/Religi/ Kepercayaan

Bahasa, seni dan religi adalah tiga hal yang tidak terpisahkan. Dalam bahasa ada kesenian dan religi. Sebaliknya dalam seni dan agama terdapat bahasa. Ketiganya merupakan unsur kebudayaan yang universal. Bahasa, seni dan religi merupakan 3 dari 7 unsur kebudayaan universal. Bahasa menempati urutan pertama, religi urutan keenam dan kesenian urutan ke ketujuh. Menurut Sibarani (2002), bahasa ditempatkan urutan pertama karena manusia sebagai makhluk biologis harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok sosial. Untuk mengadakan interaksi dan komunikasi, manusia memerlukan bahasa.

Bahasa merupakan kebudayaan yang pertama dimiliki setiap manusia dan bahasa itu dapat berkembang karena akal atau sistem pengetahuan manusia. Dalam proses kehidupannya, manusia kemudian menyadari dirinya sebagai makhluk yang lemah dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, maka lahirlah keyakinan didalam diri manusia bahwa ada kekuatan lain yang maha dahsyat di luar dirinya. Timbul dan berkembanglah religi. Untuk mengiringi kepercayaan atau sistem religi itu supaya lebih bersemangat dan lebih semarak maka diciptakanlah seni.

Berdasarkan uraian di atas, hubungan bahasa, seni dan agama/religi/kepercayaan adalah kesenian menyempurnakan dan menyemarakkan sistem religi dengan menggunakan media bahasa. Bahasa, seni dan religi merupakan unsur-unsur kebudayaan universal. Bahasa menempati urutan pertama. Bahasa adalah induk dari segala kebudayaan. Atas dasar itu, hubungan bahasa, seni dan religi dapat juga diperoleh dengan memahami hubungan bahasa dengan kebudayaan. Menurut Sibarani (2002), fungsi bahasa dalam kebudayaan dapat diperinci:
  1. Bahasa sebaga sarana pengembangan kebudayaan.
  2. Bahasa sebagai penerus kebudayaan.
  3. Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan.
Bahasa sebagai sarana pengembangan kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan sebagai alat atau sarana kebudayaan, untuk mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan Indonesia dikembangkan melalui bahasa Indonesia. Khazanah kebudayaan Indonesia dijelaskan dan disebarkan melalui bahasa Indonesia, sebab penerimaan kebudayaan hanya bisa terwujud apabila kebudayaan itu dimengerti, dipahami dan dijunjung masyarakat itu sendiri. Sarana untuk memahami kebudayaan adalah bahasa. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan religi adalah bahasa sebagai sarana pengembangan kesenian dan religi. Kesenian dan religi yang ada di Indonesia dikembangkan melalu bahasa Indonesia. Kesenian dan religi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia adalah kesenian dan religi yang dapat dimengerti dan dipahami oleh masyarakat Indonesia. Sarana untuk memahami kesenian dan religi adalah bahasa Indonesia.

Bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Menurut Sibarani (2002), kebudayaan nenek moyang yang meliputi pola hidup, tingkah laku, adat istiadat, cara berpakaian, dan sebagainya dapat kita warisi dan wariskan kepada anak cucu kita melalui bahasa. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan religi adalah bahasa berperan sebagai sarana pewarisan kebudayaan dari generasi ke generasi. Kesenian dan religi nenek moyang kita yang sudah ada beratus-ratus tahun lalu masih bisa dipelajari oleh kita sekarang hanya karena bantuan bahasa. Kesenian dan sistem religi yang tertulis dalam naskah-naskah lama, yang mungkin ditulis beratus-ratus tahun lalu bisa kita nikmati sekarang hanya karena ditulis dalam bahasa.

Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan mengandung makna bahwa bahasa berperan dalam penamaan atau pengistilahan suatu unsur kebudayaan baru sehingga dapat disampaikan dan dimengerti. Menurut Sibarani (2002), setiap unsur kebudayaan, mulai dari unsur terkecil sampai unsur terbesar diberi nama atau istilah. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kebudayaan, nama atau istilah pada unsur kebudayaan sekaligus berfungsi sebagai inventarisasi kebudayaan tersebut, yang berguna untuk pengembangan selanjutnya. Atas dasar itu, hubungan bahasa dengan kesenian dan sistem religi adalah bahasa berperan dalam penamaan atau pengistilahan unsur-unsur kesenian dan religi baru sehingga dapat disampaikan dan dimengerti oleh yang menerimanya.

Setiap unsur kesenian dan religi, dari unit yang terkecil sampai yang terbesar diberi nama atau istilah. Dalam proses pembelajaran dan pengajaran kesenian dan religi. Nama atau istilah itu digunakan untuk menginventarisasi kesenian dan religi tersebut untuk pengembangan selanjutnya.

Bagaimanakah hubungan religi dengan kesenian? Menurut Haviland (1999), “kesenian harus dihubungkan dengan, tetapi juga harus dibedakan dari agama. Garis pemisah di antara keduanya tidak tegas.” Kesenian dan religi sangat berhubungan, hubungan yang erat itu melahirkan kesenian religi yang biasa digunakan untuk mengiringi upacara-upacara keagamaan. Dengan diringi berbagai jenis sastra, nyanyian dan musik, upacara keagamaan berlangsung dengan semarak, khidmat dan turut membantu mewujudkan situasi dan keadaan yang membuat umatnya terasa semakin lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kesenian adalah sebagai sarana penyaluran bakti dan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Analogi Budaya 5 :

Coba Kembangkan Apresiasi Terhadap Keanekaragaman Agama Kalian!

Untuk meningkatkan apresiasi kalian terhadap keanekaragaman agama ikutilah pembahasan berikut ini! Bagaimanakah hubungan religi dengan kesenian? Kesenian juga menunjukkan identitas agama tertentu. Musik rebana, khasidah, nasyid merujuk kepada agama Islam. Sorban, baju koko, dan sarung merujuk kepada agama Islam. Musola (langgar) dan masjid merujuk kepada bangunan-bangunan agama Islam. Lagu rohani bernuansa berbagai jenis musik merujuk kepada agama Katolik dan Kristen. Salib, gambar Tuhan Yesus dan Bunda Maria merujuk kepada agama Kristen dan Katolik. Gereja merujuk kepada bangunan agama Katolik dan Kristen. Kuil dan Pura dengan berbagai ornamennya merujuk pada agama Budha dan Hindu.

G. Fungsi Bahasa, Seni, dan Agama/Religi/Kepercayaan

1. Fungsi Bahasa

Setiap bahasa mempunyai empat fungsi, yaitu fungsi kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perseorangan dan fungsi pendidikan. Keempat fungsi bahasa itu saling berhubungan satu sama lain, sebab perseorangan adalah anggota masyarakat yang hidup dengan pola-pola kebudayaan yang diwariskan melalui pendidikan. Dalam bahasan Antropologi, bahasa dipelajari dalam kaitannya dengan kebudayaan.

Fungsi bahasa dalam kebudayaan dapat dipahami dari hubungan antara bahasa dengan kebudayaan. Menurut Sibarani (2002 : 36) ada banyak hubungan antara bahasa dengan budaya.

Beberapa dari hubungan antara bahasa dengan kebudayaan akan dibahas untuk menemukan fungsi bahasa dalam konteks kebudayaan.

Pertama, bahasa adalah hasil kebudayaan. Artinya, bahasa yang dipergunakan atau diucapkan oleh suatu kelompok masyarakat adalah refleksi atau cermin keseluruhan kebudayaan masyarakat tersebut. Contohnya adalah bahasa hanya mempunyai makna dalam latar budaya yang menjadi wadahnya. Sering terjadi, bentuk bahasa sama tetapi memiliki makna yang berbeda karena perbedaan kebudayaan yang menjadi wadahnya. Berikut ini diberikan bentuk bahasa yang sama dalam bahasa Sunda dan Jawa tetapi dengan makna yang berbeda:

No.
Bahasa Sunda
Bahasa Jawa
1.
amis (manis)
amis (amis)
2.
gedang (pepaya)
gedang (pisang)
3.
raos (enak)
raos (rasa)
4.
atos (sudah)
atos (keras)
5.
cokot (ambil)
cokot (gigit)

Atas dasar itu, fungsi bahasa adalah menunjukkan kebudayaan dan cara mereka memaknai setiap kata atas dasar latar belakang kebudayaan mayarakat penggunanya.

Kedua, hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahasa yang digunakan seseorang menunjukkan cara pandang seseorang terhadap dunia atau realitas serta memengaruhi tingkah lakunya. Penutur bahasa yang berbeda akan memandang dunia secara berbeda. Buktinya adalah penutur suatu bahasa memiliki kata-kata tertentu untuk suatu benda sedangkan penutur bahasa yang lain tidak memiliki kata-kata untuk benda itu, maka penutur bahasa yang pertama akan lebih mudah berbicara tentang benda-benda tersebut. Atas dasar itu, bahasa berfungsi menunjukkan cara pandang seseorang terhadap dunia atau realitas serta mempengaruhi tingkah lakunya.

Ketiga, hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahwa bahasa merupakan persyaratan kebudayaan. Maknanya adalah :

a. Bahasa merupakan persyaratan kebudayaan secara diakronis karena kita mempelajari kebudayaan melalui bahasa. Kita dididik orang tua, diberi nasehat dan diberikan ucapan selamat dengan menggunakan bahasa.
b. Bahasa merupakan persyaratan kebudayaan karena materi atau bahan pembentuk bahasa sama jenisnya dengan materi atau bahan pembentuk keseluruhan bahasa, yakni relasi logis, oposisi, korelasi dan sebagainya.

Dalam bahasa “plesetan” yang berkembang di Indonesia tergambar budaya masyarakat Indonesia. Misalnya “plesetan” SUMUT menjadi Semua Urusan Meski Uang Tunai. Gelar MBA menjadi Mulai Botak Atas. M.Sc dipelesetkan menjadi Mantan Supir Camat. Dan sebagainya. Atas dasar itu, bahasa berfungsi sebagai sarana untuk mempelajari kebudayaan.

Keempat, hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahasa mempererat atau memperintim hubungan masyarakat penuturnya. Menurut Sibarani (2002), “andaikanlah ada dua pasang orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Pasangan pertama sama-sama mengerti bahasa Indonesia, tetapi satu orang dari pasangan kedua tidak dapat berbahasa Indonesia, hubungan emosional mereka akan berbeda. Hubungan emosional pasangan pertama lebih erat daripada hubungan emosional pasangan kedua”. Atas dasar itu, bahasa berfungsi mempererat dan memperintim hubungan masyarakat penuturnya.

Berdasarkan uraian terdahulu mengenai bahasa, maka fungsi bahasa dalam kajian Antropologi meliputi :
a. Bahasa sebaga sarana pengembangan kebudayaan.
b. Bahasa sebagai penerus kebudayaan.
c. Bahasa sebagai inventaris ciri-ciri kebudayaan.
d. Bahasa menunjukkan kebudayaan dan cara mereka memaknai setiap kata atas dasar latar belakang kebudayaan masyarakat penggunanya.
e. Bahasa menunjukkan cara pandang seseorang terhadap dunia atau realitas serta mempengaruhi tingkah lakunya.
f. Bahasa sebagai sarana untuk mempelajari kebudayaan.
g. Bahasa berfungsi mempererat dan memperintim hubungan masyarakat penuturnya.

2. Fungsi Seni

Setiap kebudayaan manusia pasti memiliki kesenian. Fungsi kesenian dalam setiap kebudayaan menurut William A. Haviland adalah untuk menambah kenikmatan pada hidup sehari-hari, menentukan norma untuk perilaku yang teratur, meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai kebudayaan dan menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.

Manusia sering menikmati seni, seperti menonton teater, film, membaca komik, mengamati lukisan serta bernyanyi hanya untuk memperoleh hiburan semata dan melepaskan segala kepenatan dan kejenuhan. Ini adalah fungsi kesenian sebagai penambah kenikmatan pada kehidupan sehari-hari. Selain itu, kesenian memiliki fungsi yang bersifat praktis dan berguna dalam kehidupan manusia. Seperti untuk menentukan norma perilaku yang teratur, dapat kita temukan pada dongeng dan legenda, yaitu Maling Kundang dan Sangkuriang. Kesenian juga, seperti lagu, cerita rakyat dan sebagainya berfungsi sebagai sarana untuk mewariskan kebudayaan. Ketika kita menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh penghayatan, kita serasa menjadi satu, hal ini menunjukkan bahwa kesenian juga memiliki fungsi praktis yaitu sebagai solidaritas sosial.

Bilakah kesenian berfungsi? Sebuah kesenian baru bisa disebut berfungsi bila ia mampu menimbulkan suara kelepak riak sekecil apapun. Tandanya adalah kesenian itu mengundang tanda tanya, ia menggugat ketenangan hidup yang mapan semu. Ia menimbulkan polemik dan mengajak orang untuk mengomentari. Kesenian menjadi penimbul hidup, menggugah tidurnya kesadaran orang untuk berpikir. Mengajak orang untuk berpikir dalam nuansa baru yang sebelumnya tenggelam dalam rutinitas dan kemapanan hidup sehari-hari. Singkatnya, seni itu berfungsi apabila ia mampu memperdalam kesadaran manusia terhadap kehidupan atas dasar kejujuran.

Tanda apa lagi yang menunjukkan bahwa kesenian itu berfungsi?

Tanda lainnya adalah seni tampil sebagai peristiwa yang involutif dan transformatif. Seni involutif adalah seni yang hanya menunjukkan kepedulian pada kepentingan sendiri dan hidup seni itu sendiri atau hanya menghibur diri sendiri. Seni transformatif adalah seni yang menampilkan kepedulian terhadap nasib-nasib orang lain terutama mereka yang terdesak oleh yang kuat dan mampu menunjukkan jalan kesadaran atau perubahan mengenai struktur mana yang harus ditempuh agar terjadi perbaikan nasib, baik dalam keadilan, sikap menghormati hak-hak dasar manusia ataupun lainnya.

Apakah fungsi kesenian?

Menurut Haviland (1999), “di samping menambah kenikmatan pada hidup sehari-hari, kesenian yang beraneka ragam mempunyai sejumlah fungsi. Mitos, misalnya menentukan norma untuk perilaku yang teratur, dan kesenian verbal pada umumnya meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai kebudayaan. Nyanyian juga dapat berfungsi seperti itu, dalam batas-batas yang ditimbulkan oleh bentuk musik. Dan setiap bentuk kesenian dapat menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.”

Apakah fungsi seni?

Menurut Sedyawati (2006), “kesenian memiliki fungsi sosial, tidak jarang dalam suatu masyarakat tertentu terdapat pengalokasian wewenang khusus kepada suatu golongan masyarakat tertentu untuk menjalankan atau memiliki suatu bentuk ungkapan seni tertentu. Pihak yang mempunyai, atau mendapat kewenangan khusus itu kebanyakan terkait dengan posisinya yang tinggi dalam sistem pemerintahan, atau kemampuan religiusnya yang istimewa.”.

Berdasarkan uraian terdahulu, dapat diidentifikasi bahwa fungsi kesenian dalam kehidupan manusia meliputi :
a. Kesenian berfungsi sebagai sarana berpikir kreatif dan mewujudkan kreatifitas dalam kehidupan manusia.
b. Kesenian berfungsi sebagai sarana manusia untuk bersenang-senang.
c. Kesenian berfungsi sebagai sarana menambah kenikmatan hidup sehari-hari.
d. Kesenian berfungsi sebagai norma untuk mengarahkan perilaku yang teratur.
e. Kesenian berfungsi sebagai sarana untuk menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.
f. Kesenian berfungsi untuk menunjukkan identitas dan kelas sosial pemilik dan penggunanya.
g. Kesenian berfungsi sebagai sarana untuk menyatakan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan beragama manusia.

3. Fungsi Agama/Religi/Kepercayaan

Agama adalah suatu kepercayaan yang melahirkan pola perilaku tertentu guna menangani dan mengatasi masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Agama menjawab berbagai pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pikiran dan akal manusia. Untuk segala masalah yang tidak teratasi dan masalah yang tidak terjawab, manusia berpaling dan berpasrah pada satu Oknum Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu yang kita sebut dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Haviland (1999), Religi/kepercayaan memiliki fungsi psikologis dan sosial. Fungsi psikologis religi/agama/kepercayaan meliputi :

a. Agama mengurangi kegelisahan dengan menerangkan apa yang tidak diketahui dan membuatnya dapat dipahami. Agama memberikan jawaban terhadap segala sesuatu yang tidak dapat dapat dipahami oleh akal manusia dan membuatnya menjadi logis. Menjadikan sesuatu yang irrasional menjadi rasional, yang tidak dapat dipahami menjadi dipahami, proses ini mengurangi kegelisahan dan ketakutan manusia.
b. Memberi ketenangan karena percaya bahwa ada bantuan supernatural yang dapat diharapkan pada waktu menghadapi malapetaka. Dalam setiap agama/religi, selalu ada anggapan tentang kekuatan supernatural yang dapat dimintai bantuan oleh manusia dalam setiap krisis atau kesulitan yang dihadapinya. Agama menjadi sarana untuk mengatasi krisis, karena secara teoritis, bantuan Illahi dapat diperoleh kalau semua usaha lainnya mengalami kegagalan.
c. Agama berisi ketentuan-ketentuan moralitas, yang dianggap sebagai ketentuan Illahi. Hal ini membebaskan manusia dari beban tanggung jawab atas suatu keputusan penting yang harusnya diambil karena dialihkan ke religi/agama dan kekuasaan Ilahi.

Ada beberapa fungsi sosial dari agama/religi/kepercayaan dalam kehidupan manusia, yaitu terdiri dari :

a. Memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakuan. Agama memegang peranan penting dalam pengendalian sosial. Dalam agama terdapat pengertian tentang perbuatan baik dan jahat. Bila orang berbuat baik, maka ia direstui oleh sesuatu kekuatan supernatural. Bila orang berbuat jahat, maka ia akan mendapat pembalasan sanksi dari kekuatan supernatural yang dipercayai itu. Hal ini mendorong orang untuk selalu berbuat baik dan menghindari sifat dan perbuatan jahat.
b. Memelihara solidaritas sosial. Setiap religi/agama memiliki pemuka-pemuka agama yang menjadi pusat perhatian umat, yang dapat berfungsi sebagai unsur pembantu dalam memelihara solidaritas sosial. Pelaksanaan upacara keagamaan menghadirkan adanya persamaan dasar pada setiap orang yang mengikuti upacara keagamaan itu, hal ini tentu saja ikut mempererat persatuan dan memperkuat identifikasi orang dengan kelompoknya.
c. Menyelenggarakan pendidikan. Upacara-upacara keagamaan sering didahului oleh kursus-kursus kilat kepada para pesertanya. Terjadi proses transformasi sikap dan perbuatan melalui pewarisan nilai-nilai agama dari tokoh agama kepada para penganut agama/religi yang bersangkutan. Upaca-upacara keagamaan memberikan peristiwa yang sukar dilupakan dan berfungsi sebagai sarana pendidikan yang sangat efektif dalam membentuk sikap perilaku yang bersangkutan.

Analogi Budaya 5 :

Coba kembangkan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

Apakah kalian gemar menyanyi atau menari?
Coba berikan pendapat kalian mengenai fungsi seni dalam kehidupan sosial dan peragakan!

Sebuah masyarakat atau kelompok sosial tertentu selalu mengalami perubahan baik secara lambat maupun cepat. Masyarakat di kota maupun desa, masyarakat terasing maupun masyarakat modern pasti mengalami perubahan. Hal ini akibat adanya interaksi antarmanusia dan antar kelompoknya. Keinginan kuat setiap manusia untuk selalu mengadakan hubungan yang saling mempengaruhi ini tidak terlepas dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dan kerja sama orang lain. Coba kalian perhatikan sejak reformasi bergulir pada pertengahan tahun 1998, telah terjadi berbagai perubahan yang sangat cepat di berbagai bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan maupun pertahanan keamanan.

Perubahan-perubahan tersebut terwujud dalam pola-pola perilaku sebagai sebuah nilai atau norma yang disepakati bersama. Seperangkat pola perilaku yang ada di masyarakat itulah secara sederhana dapat disebut kebudayaan sehingga kebudayaan sangat penting bagi setiap manusia untuk melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitar. Tahukah kalian bahwa kebudayaan itu bukan merupakan warisan biologis yang langsung diturunkan kepada manusia tetapi harus melalui sebuah proses pewarisan atau sosialisasi karena kebudayaan adalah sesuatu hal yang harus dipelajari oleh manusia. Tentu saja kebudayaan akan selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman agar adaptasi yang dilakukan manusia dapat berjalan. Perubahan kebudayaan inilah yang disebut sebagai dinamika kebudayaan.


Sebelumnya kita telah mempelajari tentang pengertian, wujud, maupun unsur kebudayaan. Dalam bab ini kalian akan mempelajari tentang dinamika sebuah kebudayaan yang tentu saja selalu mengalami pergeseran sehingga disebut dinamika (selalu berubah). Suatu peristiwa atau fenomena kebudayaan sebagai proses yang sedang berjalan atau bergeser disebut dinamika kebudayaan. Untuk mempelajari tentang dinamika kebudayaan maka kalian akan diperkenalkan tentang konsep-konsep penting dalam dinamika kebudayaan, yaitu:

1. Sosialisasi

Seorang bayi yang baru dilahirkan merupakan makhluk tak berdaya karena dilengkapi dengan naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh karena itu manusia mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh naluri. Kemudian manusia membuat seperangkat sikap dan nilai, kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan serta maksud, pola reaksi, dan konsep yang mendalam serta konsisten tentang dirinya. Keseluruhan kebiasaan yang dimiliki manusia harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat melalui suatu proses yang dinamakan sosialisasi yaitu suatu proses di mana seorang menghayati (mendarah-dagingkan - internalize) norma-norma kelompok di mana manusia hidup, sehingga timbullah 'diri' yang unik.

Menurut Peter Berger, sosialisasi adalah proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Proses sosialisasi ini berhubungan dengan proses mempelajari kebudayaan dalam sistem sosial tertentu. Menurut Koentjaraningrat, sosialisasi adalah proses individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di sekelilingnya yang menduduki bermacam-macam status dan menjalankan berbagai peranan sosial.

2. Asimilasi

Menurut Soekanto, asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama. Artinya, apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut. Secara singkat proses asimilasi adalah peleburan dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan. Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena banyak faktor yang mempengaruhi suatu budaya itu dapat melebur menjadi satu kebudayaan. Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi adalah:

a. Adanya sikap toleransi terhadap kebudayaan lain.
b. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi.
c. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
d. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
f. Perkawinan campuran (amalgamation).
g. Adanya musuh dari luar.

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi adalah:

a. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
b. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
c. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
d. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu
lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
e. Perbedaan ciri-ciri badaniah seperti warna kulit.
f. In-group feeling (perasaan yang kuat) terhadap budaya kelompoknya.
g. Apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

3. Akulturasi

Menurut Koentjaraningrat, akulturasi dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi yang berlangsung baik dapat menghasilkan integrasi unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur unsur kebudayaan sendiri.

Yang paling mudah menerima kebudayaan asing adalah generasi muda. Coba kalian amati begitu mudahnya kalian menerima perkembangan model rambut penyanyi Barat atau model pakaian artis luar negeri. Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan, peralatan-peralatan yang sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat seperti komputer, handphone, mobil, dan sebagainya.

Sedangkan unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan atau nilai tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti komunisme, kapitalisme, liberalisme, dan lain-lain.

4. Difusi

Merupakan penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi melalui pertemuan-pertemuan antara individu-individu dalam suatu kelompok dengan individu dalam kelompok lainnya. Ada tiga cara dalam penyebaran kebudayaan, yaitu simbiotik, penetration pacifique, dan penetration violence. Penyebaran kebudayaan simbiotik masing-masing kebudayaan masih memegang kebudayaan sendiri jadi tidak ada perubahan kebudayaan. Penyebaran yang kedua, unsur budaya asing yang masuk tidak dilakukan dengan sengaja dan tanpa unsur paksaan. Berbeda dengan penyebaran budaya yang ketiga yaitu penetration pacifique yang memasukkan unsur kebudayaan dengan peperangan, penaklukan, atau penjajahan. Ini yang banyak terjadi di Indonesia. Pernahkah kalian melihat gedung-gedung yang merupakan peninggalan Belanda? Atau masih terpakainya istilah-istilah Belanda di perkebunan-perkebunan besar di Indonesia?

5. Inovasi, Discovery, dan Invention

Adalah istilah-istilah yang berkaitan dengan penemuan teknologi baru. Inovasi adalah suatu proses pembaharuan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, modal, pengaturan, baru dari tenaga kerja, penggunaan teknologi, sistem produksi, maupun produk baru yang didapat melalui proses discovery dan invention. Discovery adalah suatu penemuan dari suatu kebudayaan yang baru baik yang berupa suatu alat baru maupun ide yang diciptakan individu atau kelompok individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan invention adalah ketika discovery dapat diterima, diakui, dan diterapkan oleh masyarakat secara luas.

Menurut Koentjaraningrat, ada tiga faktor yang mendorong seseorang melakukan dan mengembangkan penemuan baru yaitu:

a. Kesadaran para anggota masyarakat akan kekurangan dalam unsur kebudayaannya.
b. Mutu dari keahlian kebudayaan.
c. Sistem perangsang bagi aktifitas mencipta atau menemukan dalam masyarakat.

Misalnya saja perkembangan penemuan handphone mulai dari gambar hitam putih menjadi berwarna, dari sebagai alat komunikasi menjadi alat untuk memfoto atau merekam. Perkembangan teknologi yang terbaru adalah dapat mengakses chanel televisi. Ini merupakan perkembangan teknologi yang akan terus mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Selain konsep-konsep dalam kebudayaan tersebut, terdapat istilah-istilah kebudayaan lainnya yang dapat digunakan dalam memberikan analisis dinamika kebudayaan.

Analogi Budaya 6 :

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

Teknologi komunikasi handphone akhir-akhir ini telah berkembang sangat canggih sehingga interaksi dan komunikasi sekarang berbeda dengan zaman dulu, yang lebih akrab dengan cara bertatan muka langsung. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian bagaimana solusi yang tepat supaya penemuan dan perkembangan teknologi seperti handphone tersebut tidak merusak bentuk interaksi sosial yang telah ada seperti bertatap muka langsung, akrab, dan kekeluargaan, sehingga hubungan baik dan kekeluargaan antaranggota masyarakat tetap terjaga.

Kebudayaan Khusus (Subcultures) dan Kebudayaan Tandingan (Counter Cultures)

Setiap masyarakat modern meliputi beberapa kelompok orang yang memiliki sejumlah kebudayaan yang tidak dimiliki oleh kelompok lain. Kebudayaan yang khusus dalam kelompok kita mencakup pekerjaan, agama, suku bangsa, daerah, kelas sosial, usia, jenis kelamin, dan lain-lain. Misalnya saja anak muda sekarang memiliki gaya pakaian, rambut dan bahasa sendiri yang kadangkala tidak dimengerti oleh orang lain. Inilah yang disebut kebudayan khusus. Sedangkan kebudayaan tandingan adalah kebudayaan khusus yang berlawanan dengan kebudayaan induk. Misalnya saja geng kenakalan. Ini bukanlah suatu kelompok tanpa norma atau nilai-nilai moral tetapi kelompok tersebut memiliki norma dan nilai moral yang bersifat memaksa. Para remaja yang terbiasa dalam kebudayaan tandingan menentang norma-norma kebudayaan induk.

Kebudayaan Real dan Kebudayaan Ideal

Kebudayaan ideal mencakup tata kelakuan dan kebiasaan yang secara formal disetujui yang diharapkan diikuti oleh banyak orang (norma-norma budaya) sedangkan kebudayaan real mencakup hal-hal yang betul-betul mereka laksanakan. Misalnya saja larangan untuk tidak minum-minuman keras karena mengakibatkan seseorang individu mabuk dan bersikap tidak rasional lagi. Tetapi kenyataannya banyak toko-toko yang menjual minuman ini bahkan adanya diskotik-diskotik cenderung menampilkan sisi negatif dari kehidupan malam termasuk minuman keras. Ini menggambarkan bahwa antara kebudayaan real dan kebudayaan ideal tidak bisa sejalan.

I. Faktor Pendorong Dinamika Kebudayaan

Untuk melihat suatu fenomena yang dapat mendorong terjadinya dinamika kebudayaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Internal dan Faktor Eksternal. Ini untuk memudahkan dalam memberikan analisis suatu dinamika kebudayaan.

1. Faktor Internal

a. Faktor Perubahan Penduduk

Peningkatan dan penurunan jumlah penduduk secara radikal dapat menjadi faktor penyebab timbulnya dinamika budaya. Menurut Malthus, peningkatan jumlah penduduk cenderung mengurangi persediaan pangan, menciptakan kelebihan penduduk, dan penderitaan kecuali jika orang mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan cara menunda perkawinan. Hal ini yang terjadi di Indonesia di mana pesatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan berbagai persoalan sosial budaya seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan lain-lain. Begitu juga sebaliknya, ketika terjadi penurunan jumlah penduduk juga dapat mengakibatkan kurangnya sumber daya manusia yang tentu saja akan mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat tersebut. Misalnya terjadinya urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) secara besar-besaran menyebabkan kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian yang menjadi komoditi utama daerah pedesaan. Tentu saja ini berpengaruh pada sistem sosial yang ada.

Trend perubahan penduduk juga dapat dilihat dari terjadinya migrasi penduduk yang banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Misalnya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan suatu contoh kasus migrasi. Akibat dari migrasi ini, TKI mempunyai pola perilaku dan norma-norma yang sudah mengalami percampuran dengan budaya negara tujuan. Ini jelas mempengaruhi sistem sosial budaya yang ada di masyarakat.

b. Adanya Penemuan Baru

Penemuan merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada. Penemuan menambahkan sesuatu yang baru pada kebudayaan karena meskipun hal itu lama ada tetapi baru menjadi bagian dari kebudayaan pada saat ditemukan. Artinya, penemuan baru menjadi suatu faktor dalam mempercepat dinamika budaya apabila penemuan tersebut didayagunakan. Adanya penemuan baru di berbagai kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan memberi pengaruh yang luas pada berbagai kehidupan masyarakat. Pengaruh itu berdampak pada terciptanya perilaku sosial dan adat istiadat yang baru di antara golongan masyarakat tersebut selain menggeser nilai dan norma sosial yang lama.

Misalnya adalah penemuan teknologi komputer memungkinkan orang mengerjakan segala kegiatan lebih cepat dibanding dengan menggunakan mesin ketik. Ini mendorong manusia untuk selalu menemukan suatu peralatan teknologi yang lebih canggih lagi sehingga memudahkan pekerjaan manusia.

c. Invensi

Invensi seringkali disebut sebagai suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Invensi dapat dibagi menjadi dua yaitu invensi material (misalnya telepon, komputer, mesin fax, dan lain-lain) dan invensi sosial (misalnya peraturan/UU, bahasa, dan lain-lain). Pada kedua ragam invensi tersebut unsur-unsur lama digunakan, dikombinasikan dan dikembangkan untuk suatu kegunaan baru. Dengan demikian invensi merupakan proses yang berkesinambungan, invensi baru diawali oleh serangkaian invensi dan penemuan terdahulu. Dewasa ini semakin banyak invensi yang ditemukan melalui upaya tim penelitian seperti pemerintah, universitas maupun pihak swasta.

Misalnya penemuan handphone yang telah mengalami perkembangan pesat tidak hanya untuk berkomunikasi tetapi juga bisa digunakan sebagai kamera atau radio. Ini merupakan hasil dari penelitian yang telah ada dan dikembangkan menjadi lebih bermanfaat.

d. Sistem Ideologi

Sistem Ideologi merupakan keyakinan terhadap nilai-nilai dan sikap yang bersifat kompleks terdapat dalam masyarakat. Ideologi dapat dijadikan alat untuk memelihara tetapi juga dapat mempercepat terjadinya perubahan jika nilai-nilai yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sistem ideologi ini akan sangat sulit mengalami perubahan di masyarakat yang masih memegang nilai-nilai nenek moyang dan terikat akan adat istiadat yang ada akan berubah secara lambat dan terpaksa. Misalnya di suku Badui yang masih memegang nilai-nilai adat yang melarang semua bentuk teknologi masuk ke wilayahnya karena adanya keyakinan bahwa teknologi hanya akan membawa malapetaka.

2. Faktor Eksternal

a. Lingkungan Fisik

Sangat jelas bahwa lingkungan fisik mampu memberikan perubahan baik lambat maupun cepat pada masyarakat. Seperti bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir, dan lain-lain) mengakibatkan manusia harus berpindah tempat untuk mencari tempat aman. Hal ini akan mempengaruhi pola perilaku yang telah terbangun selama ini. Misalnya daerah pertanian yang telah berubah fungsi menjadi pabrik atau perumahan mengakibatkan perubahan pola perilaku masyarakat sekitar.

b. Pengaruh Kebudayaan Lain

Interaksi yang dilakukan oleh manusia di segala penjuru dunia telah mengakibatkan bercampurnya atau berbaurnya kebudayaan pendatang dengan kebudayaan asli. Sudah sejak lama, manusia di dunia melakukan perjalanan jarak jauh mengelilingi dunia dengan tujuan melakukan penyebaran agama, mencari sumber daya alam, daerah jajahan, dan lainlain.

Menurut Soerjono Soekanto, apabila salah satu atau kedua kebudayaan yang bertemu mempunyai teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi berupa peniruan unsur-unsur budaya lain. Peniruan ini juga dapat mengakibatkan hilangnya kebudayaan asli dan digantikan kebudayaan asing atau terjadi percampuran dua kebudayaan. Misalnya kebudayaan Hindu yang datang lebih dulu dibanding kebudayaan Islam mengakibatkan percampuran dua kebudayaan itu menjadi satu melalui peran Wali Songo, seperti wayang.

Nah, kalian telah mempelajari adanya karakteristik dalam dinamika budaya dan faktor pendorong terjadinya dinamika budaya. Untuk itu kalian harus memiliki suatu kepekaan terhadap berbagai perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dan lingkungan sekitar. Sehingga akan mampu menyikapi perubahan tersebut dengan lebih baik.

Analogi Budaya 7 :

Coba kembangkan keingintahuan dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian.
  1. Buatlah kelompok yang terdiri dari 3 - 5 anggota. Cobalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dinamika kebudayaan dengan bantuan tabel di bawah ini.
  2. Masing-masing faktor harus diberikan contohnya, sehingga analisis yang kalian buat menjadi jelas.
  3. Apabila menemui kesulitan, konsultasikan dengan guru kelas kalian.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki multi keragaman dari berbagai kelompok sosial baik agama, ras, suku bangsa maupun antargolongan. Pada bab sebelumnya telah kalian pahami tentang dampak keragaman budaya bagi terciptanya keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini memang tidak bisa dihindari. Berbagai konflik yang pernah terjadi di Indonesia menunjukkan rentannya integrasi nasional yang selama ini dibangun. Coba kalian lihat, pertempuran antarsuku bangsa masih terlihat di beberapa pendalaman wilayah Indonesia.

Lepasnya Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah satu bukti bahwa telah ada ancaman dari dalam negeri terhadap integrasi nasional yang perlu diwaspadai. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut kemerdekaan bagi Serambi Mekah-nya Indonesia juga merupakan salah satu usaha untuk mengendorkan integrasi nasional yang selama ini telah di bangun. Di Maluku sendiri ada Republik Maluku Semesta (RMS), di Papua ada Operasi Papua Merdeka (OPM) di mana kelompok-kelompok tersebut dibentuk untuk melakukan pemberontakan kepada NKRI.

Hal ini memang sejalan dengan pemikiran Peter L Berger maupun Clifford Geertz yang melihat kemajemukan sebagai persoalan besar dalam kehidupan negara-bangsa, karena masing-masing kelompok sulit berinteraksi, tidak memiliki konsensus yang sama atas nilai-nilai dasar kenegaraan dan kebangsaan sehingga negara-bangsa plural ini akan dihadapkan pada persoalan disintegrasi.

J. Integrasi Nasional

Masalah integrasi dan sparatisme dalam negara kesatuan yang multietnik dan struktur masyarakatnya majemuk, seperti “Serigala berbulu domba” atau penuh ambivalensi (ambigu). Menurut Devid Lockwood, konsensus dan konflik merupakan dua sisi dari suatu kenyataan yang sama dan dua gejala yang melekat secara bersama-sama di dalam masyarakat. Seperti halnya dengan konflik yang dapat terjadi antarindividu, individu dengan kelompok dan antarkelompok. Demikian pula halnya dengan konsensus, konsensus dapat pula terjadi antarindividu, individu dengan kelompok dan antarkelompok. Konsensus atau yang sering dikatakan sebagai kesepakatan besama dapat tercapai apabila sebelumnya telah terbentuk toleransi. Toleransi berarti membiarkan orang lain atau kelompok lain bersikap dan berbuat sesuai dengan aturan atau keinginan pihak tersebut.

Menurut Max Weber bahwa sistem nilai merupakan dasar pengesahan (legitimacy) dari struktur kekuasaan (authority) suatu masyarakat, maka konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan. Pada akhirnya akan merubah konsensus nasional terhadap suatu rezim tertentu yang sedang berkuasa. Dalam konteks Indonesia, maka proses integrasi nasional haruslah berjalan alamiah, sesuai dengan keanekaragaman budayanya dan harus lepas dari hegemoni dan dominasi peran politik etnik tertentu.

Integrasi merupakan terjemahan dari integration (bahasa Inggris) yang berarti keseluruhan atau kesempurnaan. Integrasi berarti juga proses pembaharuan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi diri merupakan wujud dari diri seseorang yang utuh, bulat, dan seimbang serta jujur dan dapat dipercaya. Maurice Duverger memberikan definisi sebagai berikut, integrasi adalah dibangunnya interdepedensi yang lebih rapat antara bagian-bagian dari organisme hidup atau antara suatu proses pengembangan masyarakat di mana segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan serta secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.

Dalam kehidupan bersama manusia integrasi selalu menjadi dambaan dan harapan. Oleh karena itu, integrasi diusahakan untuk tumbuh dan senantiasa dijaga kelangsungannya. Integrasi sosial adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda yang ada dalam kehidupan sosial. Sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan. Meminjam istilah JS Furnivall bahwa integrasi sosial yang melibatkan beberapa etnik sebenarnya harus dilakukan melalui paksaan (coercion) suatu kelompok yang dominan terhadap kelompok lain yang tidak dominan. Kooptasi berbagai kekuatan politik lokal dilakukan untuk mematahkan berbagai tuntutan yang tidak searah dengan yang dikehendaki oleh pemerintah pusat. Hal ini dilakukan oleh partai-partai politik maupun organisasi masyarakat lainnya. Integrasi adalah proses yang tidak bisa dilakukan dan ditempuh dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan proses pembudayaan dan konsensus sosial politik diantara suku bangsa (etnik) yang ada di dalam negara kesatuan Indonesia.

Menurut Lewis C. Coser dan George Simell, maka kerangka masyarakat yang akan kita dapatkan adalah integrasi yang selalu berada dalam bayang-bayang konflik antaretnik yang berkepanjangan. Kalau kita mengikuti pandangan penganut fungsional struktural dari Auguste Comte, melalui Durkheim sampai dengan Parsons, maka yang akan menjadi faktor mengintegrasikan masyarakat Indonesia tentulah sebuah nilai umum tentang kesepakatan bersama antarmasyarakat. Nilai-nilai umum tertentu yang disepakati secara bersama itu tidak hanya disepakati oleh sebagian besar orang (etnik), akan tetapi lebih daripada itu nilai-nilai umum tersebut harus dihayati melalui proses sosialisasi, akulturasi, asimilasi, dan enkulturasi.

Sementara itu, proses integrasi nasional harus melalui fase-fase sosial dan politik. Menurut Ogburn dan Nimkof bahwa integrasi merupakan sebuah proses akomodasi — kerjasama — koordinasi — asimilasi. Asimilasi ini merupakan proses dua arah (to way process) antaretnik yang berbeda Sehingga diperoleh sebuah konsensus dan kesepahaman atas dasar keanekaragaman budaya. Konsensus nasional mengenai bagaimana kehidupan bangsa Indonesia harus diwujudkan atau diselenggarakan, dan sebagian harus kita temukan di dalam proses pertumbuhan pancasila sebagai dasar falsafah atau ideologi negara.

K. Faktor Pendorong Integrasi Nasional

Menurut R. William Liddle, konsensus nasional yang mengintegrasikan masyarakat yang pluralistik pada hakekatnya adalah mempunyai dua tingkatan sebagai prasyarat bagi tumbuhnya suatu integrasi nasional yang tangguh. Pertama sebagian besar anggota suku bangsa bersepakat tentang batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik mereka sebagai warganya. Kedua, apabila sebagian besar anggota masyarakatnya bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat di atas wilayah negara yang bersangkutan.

Nasikun menambahkan bahwa integrasi nasional yang kuat dan tangguh hanya akan berkembang di atas konsensus nasional mengenai batas-batas suatu masyarakat politik dan sistem politik yang berlaku di masyarakat tersebut. Kemudian, suatu konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan, melalui suatu konsensus nasional mengenai “Sistem nilai” yang akan mendasari hubungan-hubungan sosial diantara anggota suatu masyarakat atau suatu negara. Adapun upaya yang telah dilakukan adalah:
  1. Melakukan pengorbanan sebagai langkah penyesuaian antara banyak perbedaan, perasaan, keinginan dan ukuran penilaian.
  2. Mengembangkan sikap toleransi di dalam kelompok sosial.
  3. Teciptanya kesadaran dan kesediaan untuk mencapai suatu konsensus.
  4. Mengidentifikasi akar persamaan di antara kultur-kultur etnis yang ada.
  5. Kemampuan segenap kelompok yang ada untuk berperan secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi.
  6. Mengakomodasi timbulnya etnis.
  7. Upaya yang kuat dalam melawan prasangka dan diskriminasi.
  8. Menghilangkan pengkotak-kotakan kebudayaan.
L. Faktor Penghambat Integrasi Nasional

Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh heterogenitas etnik dan bersifat unik. Secara horisontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat, dan primordialisme. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya lapisan atas dan lapisan bawah. Sejarah telah membuktikan bahwa sejak kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, NKRI selalu dirongrong oleh gerakan separatisme. Misalnya gerakan separatis DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, Permesta Kahar Muzakar di Sumatra, APRA, PKI, DI/TII Daud Barureh di Aceh, dan RMS di Maluku yang menyisakan banyak penderitaan dan korban. Pada saat sekarang gerakan separatis masih terus berlangsung seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Dengan GAM, pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian perjanjian perdamaian salah satunya memberikan otonomi khusus dan pembelakuan syariat Islam dalam bidang kehidupan terutama bidang hukum.

Menurut Cliffrod Gertz, apabila bangsa Indonesia tidak pandaipandai memanajemen keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etnik, maka Indonesia akan pecah menjadi negara-negara kecil. Bila ketidakpuasan ekonomi, kelas, atau intelektual menjurus pada revolusi yang mendorong pergantian tatanan ekonomi dan politik negara-bangsa. Bila ketidakpuasan yang didasarkan ikatan primordial menjurus pada disintegrasi bangsa. Perpecahan dalam masyarakat majemuk korbannya bukan individu, kelompok, atau kelas tertentu, tapi negara-bangsa itu sendiri yang akan tercerai-berai.

Hal ini ditambah dengan pandangan yang menimbulkan watak etnosentrisme dan primordialisme sempit. Etnosentrisme adalah suatu pandangan yang melekat pada diri seseorang (masyarakat) yang menilai kebudayaan-kebudayaan lain, selalu diukur dengan nilai kebudayaannya. Primordialisme adalah pemikiran yang mengutamakan atau menempatkan pada tempat yang pertama kepentingan suatu kelompok atau komunitas masyarakat.

Pemupukan sifat seperti ini yang tanpa batas, pada akhirnya akan melahirkan gerakan-gerakan separatisme. Gerakan-gerakan separatisme dapat kalian lihat dari perlawanan Fretillin di Timor Timur. Sejak mereka bergabung dengan NKRI tahun 1976, yang akhirnya berhasil membentuk negara sendiri (Timor Laste) tahun 1998. Sentimen primordial kesukuan ini dihidupkan menjadi basis utama artikulasi kepentingan secara politik, karena tersumbatnya komunikasi politik melalui saluran yang ada sehingga gerakan ini mengartikulasikan kepentingan poilitik dengan berbagai cara. Selain itu, terjadinya Etnopolitic Conflict dalam dua dimensi, yaitu dimensi pertama adalah konflik di dalam tingkatan ideologis. Konflik ini terwujud dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut oleh etnik pendukungnya serta menjadi ideologi dari kesatuan sosial. Dimensi kedua adalah konflik yang terjadi dalam tingkatan politis, pada konflik ini terjadi dalam bentuk pertentangan dalam pembagian status kekuasaan, dan sumber ekonomi yang terbatas dalam masyarakat.

Analogi Budaya 8 :

Coba kembangkan etos kerja, orientasi kecakapan pada diri sendiri dan wawasan kebhinekaan kalian!

Di dalam masyarakat kita berkembang suatu pandangan bahwa budaya masyarakat kota dinilai lebih tinggi daripada masyarakat desa, sehingga ini menimbulkan perasaan bangga pada masyarakat kota dan rasa minder atau rendah diri pada masyarakat desa. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi yang tepat supaya fenomena sosial tersebut tidak menimbulkan terjadinya disintegrasi nasional.

M. Pewarisan Budaya

1. Pengertian Pewarisan Budaya

Bagaimanakah hidup yang kalian jalani saat ini. Tinggal di rumah permanen, di dalamnya terdapat perabotan rumah tangga, dari peralatan dapur, kursi, lemari, hingga seperangkat peralatan elektronik, seperti radio, televisi, DVD, dan sebagainya. Kalian pergi ke sekolah dengan menggunakan kendaraan. Kalian dapat pergi ke warung, toko atau supermarket untuk belanja, menggunakan telepon atau hand phone untuk menyampaikan pesan kepada orang tua. Alangkah cepat dan instannya kehidupan yang kita alami sekarang ini. Mengapa manusia dapat sampai pada tingkat kehidupan seperti yang kalian jalani seperti sekarang ini?

Tentu saja karena pewarisan budaya yang dilakukan manusia secara terus menerus dan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi. Setiap generasi mengembangkan dan menyempurnakan budaya yang diwarisinya sehingga sampailah manusia pada kebudayaan seperti yang kalian alami saat ini.

Apakah pengertian pewarisan budaya? Pewarisan budaya adalah suatu proses, perbuatan atau cara mewarisi budaya masyarakatnya. Proses pewarisan budaya disebut juga dengan socialization. Proses pewarisan budaya dilakukan oleh masyarakat terhadap warga masyarakat dalam sepanjang hayat anggota masyarakat. Berlangsung dari sejak lahir hingga akhir hidup. Tujuan pewarisan budaya adalah membentuk sikap dan perilaku warga masyarakat sesuai dengan budaya masyarakatnya. Budaya diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Untuk selanjutnya diteruskan ke generasi yang akan datang. Dalam proses pewarisan dari suatu generasi ke generasi berikutnya terjadi proses penyesuaian dan penyempurnaan budaya yang diwariskan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat. Selalu ada dinamika budaya, meskipun diwariskan, budaya selalu bergerak maju, sehingga budaya yang diwariskan tidak mungkin lagi sama persis dengan budaya aslinya.

Pewarisan budaya dilakukan melalui sosialisasi. Sosialisasi ialah proses penanaman nilai, peraturan, norma, adat istiadat masyarakat dengan tujuan setiap anggota masyarakat mengenal, menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang ada dan berlaku di masyarakatnya. Melalui sosialisasi diharapkan setiap anggota masyarakat mampu memainkan peran sosialnya dalam berbagai lingkungan secara baik dan bertanggung jawab sesuai dengan harapan-harapan masyarakatnya.

Sosialisasi berlangsung dari masa anak-anak hingga tua. Pada masa anakanak sampai pemuda, tujuan sosialisasi adalah membentuk kepribadian yang baik. Bagi orang dewasa, tujuan sosialisasi adalah penyesuaian dengan jabatan atau posisi-posisi baru yang diperolehnya. Pada prinsipnya sosialisasi sama dengan enkulturasi. Bedanya adalah; pada sosialisasi individu bersikap pasif dan dibebani tugas dan kewajiban dalam mempelajari budaya masyarakatnya sedangkan pada enkulturasi, individu bersikap lebih aktif dan bertindak sebagai subjek dalam mempelajari budaya masyarakatnya.

Sosialisasi selalu diwarnai reward and punishment. Kepada setiap anggota masyarakat yang dinilai mendukung dan berjasa dalam pelestarian kebudayaan masyarakatnya akan diberikan pujian dan penghargaan (reward) oleh masyarakatnya. Sebaliknya, kepada setiap anggota masyarakat yang dinilai melanggar budaya masyarakatnya maka akan diberikan sanksi atau hukuman (punishment) yang sepadan oleh masyarakatnya.

Tujuan pemberian hukuman/sanksi (punishment) adalah untuk mendisiplinkan, menyadarkan dan mengembalikan para pelanggar ke jalan yang benar, sehingga mereka dapat hidup lurus dan bertanggung jawab sesuai dengan kelakuan kolektif masyarakatnya. Pemberian sanksi pada umumnya dikenal sebagai bagian dari social controle. Cara agar anggota masyarakat terhindar dari sanksi, adalah dengan bersikap konformitas yang tinggi terhadap budaya masyarakatnya, yang ditunjukkan dengan cara bersikap dan bertingkah laku yang sama dengan kolektif masyarakat.

2. Kapan dan di mana Terjadi Pewarisan Budaya

Kapan terjadi pewarisan budaya (sosialisasi)? Pada prinsipnya pewarisan budaya (sosialisasi) terjadi dalam sepanjang hidup manusia, dari sejak lahir hingga matinya manusia, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dimanakah terjadi pewarisan budaya? Pewarisan budaya terjadi dalam berbagai lembaga-lembaga kebudayaan manusia, terutama lima lembaga kebudayaan manusia, yaitu lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga agama dan lembaga pemerintahan.

Menurut Kamanto Sunanto (1999), salah satu fungsi lembaga keluarga adalah mensosialisasikan anggota baru masyarakat sehingga dapat memerankan apa yang diharapkan darinya. Perhatikanlah diri kalian ketika kecil, diajarkan oleh orang tua untuk selalu mengenakan pakaian, dilatih untuk berjalan, dibiasakan untuk makan,berjabat tangan dengan menggunakan tangan kanan, dilatih untuk menggunakan peralatan rumah tangga, diajari untuk berbicara dan bersikap sopan, diperkenalkan dengan berbagai jenis norma yang ada di masyarakat, dengan harapan kalian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Itu semua adalah proses pewarisan budaya.

Kapan pewarisan budaya dalam keluarga itu terjadi? Pewarisan budaya dalam keluarga terjadi secara alamiah dan dengan sendirinya. Ketika keluarga bersenda gurau bersama di ruang keluarga, sesungguhnya tanpa disadari sedang terjadi pewarisan budaya. Ketika keluarga sedang makan bersama sambil berbincang-bincang, sesungguhnya sedang terjadi pewarisan budaya. Ketika keluarga sedang berkreasi ke suatu tempat, sesungguhnya sedang terjadi pewarisan keluarga. Ketika orang tua memberi nasehat, memberi hukuman, serta memberi pujian dan hadiah, sesungguhnya sedang terjadi pewarisan budaya. Pewarisan budaya dalam keluarga terjadi setiap hari, pada setiap peristiwa keluarga, dan pada setiap kontak sosial dalam kehidupan keluarga. Lihat dan telitilah kalian.

Mungkin kalian mewarisi beberapa gaya, cara dan bakat orang tua kalian. Fungsi lembaga pendidikan menurut Horton dan Hunt (1984) di antaranya adalah mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, melestarikan kebudayaan dan menanamkan keterampilan baru yang perlu bagi partisipasi dalam masyarakat demokrasi. Apa yang kalian alami di sekolah? Setiap hari kalian menerima pelajaran dari bapak dan ibu guru. Melalui pelajaran Antropologi, diperkenalkan manusia dan budayanya dari zaman dahulu hingga sekarang. Melalui pelajaran sosiologi, diperkenalkan manusia dalam kehidupan sosialnya. Melalui pelajaran, diajarkan untuk memahami makna kata-kata dan menggunakan dengan baik. Melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, dididik agar kalian menjadi warga negara yang baik, dan sebagainya. Tujuan dari semuanya adalah kalian dapat hidup sesuai dengan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan untuk kehidupan yang lebih baik. Itu semua adalah proses pewarisan budaya.

Kapan pewarisan budaya di sekolah terjadi? Pewarisan budaya dalam keluarga terjadi setiap hari, sejak seorang manusia bersekolah. Proses pewarisan budaya di sekolah pada umumnya terjadi secara sadar dan dengan terencana. Ketika kalian mengikuti pelajaran di kelas, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian mengikuti upacara bendara, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian sedang menghadap guru BP, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian sedang bermain dan bersenda gurau dengan teman-teman saat istirahat, sesungguhnya sedang terjadi pewarisan budaya dari siswa senio ke siswa junior, dari siswa dengan kemampuan belajar cepat kepada siswa dengan kemampuan belajar lambat.

Contoh sederhana dari lembaga agama adalah Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Perwalian Umat Budha Indonesia (WALUBI) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Fungsi lembaga agama menurut Koentjaraningrat (1997) di antaranya adalah menyediakan model alam semesta yang teratur untuk mendorong terwujudnya keteraturan perilaku manusia, sarana pengendali sosial yang memberi sanksi kepada sejumlah besar tata kelakukan yang bertentangan dengan ajaran agama dan memelihara solidaritas sosial.

Kapan terjadi pewarisan budaya dalam lembaga keagamaan?

Pewarisan budaya dalam lembaga keagamaan terjadi setiap kali kalian melihat dan melaksanakan upacara keagamaan. Ketika kalian berbicara dengan tokoh agama mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan agama, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian mendengarkan khotbah dari tokoh-tokoh agama, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian sedang mengikuti dan melaksanakan upacara agama, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya, ketika kalian membaca kitab suci agama, sesungguhnya sedang terjadi proses budaya, dan sebagainya. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada umumnya lembaga agama melaksanakan pewarisan budaya secara sadar dan terencana. Untuk itu lembaga agama sering melakukan berbagai pertemuan anggota-anggotanya, mengadakan seminar, diskusi, dan berbagai jenis pertemuan-pertemuan agama.

Menurut Horton dan Hunt (1999), fungsi lembaga ekonomi adalah memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok manusia. Contoh dari lembaga ekonomi dalam kehidupan manusia di antaranya adalah supermarket, koperasi, bank, dan sebagainya. Pasti kalian pernah bahkan sering belanja ke super market, kalian melihat dan menentukan pilihan barang yang akan dibeli, kemudian kalian pergi ke kasir, membayarnya dan barang itu menjadi milik kalian seutuhnya.

Keseluruhan proses belanja itu adalah proses pewarisan budaya. Setiap manusia melakukan transaksi ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhannya, pada saat itu juga terjadi proses pewarisan budaya. Menurut Budiardjo (2000). Apapun paham atau ideologinya, setiap negara di dunia memiliki beberapa fungsi manifes yang mutlak dilaksananakan untuk mewujudkan tujuan negaranya. Fungsi negara secara umum adalah :

a. Melaksanakan penertiban (law and order)

Penertiban mutlak dilakukan untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah terjadinya bentrokan dalam masyarakat. Singkatnya negara berfungsi sebagai stabilisator.

b. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat

Fungsi ini semakin penting dewasa ini, terutama bagi negara yang menganut paham negara kesejahteraan (welfare staat). Untuk mewujudkan fungsi ini, hampir seluruh negara di dunia melaksanakan pembangunan nasional.

c. Pertahanan

Fungsi ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan terjadinya serangan dari luar. Untuk itu negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.

d. Menegakkan keadilan

Fungsi ini dilaksanakan oleh badan penegak hukum, khususnya badan-badan peradilan.

Harapan utama pemerintah dalam rangka mewujudkan fungsi negara adalah rakyatnya mengetahui dan mematuhi peraturan perundang-undangan serta berpatisipasi dalam kehidupan pemerintahan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mewujudkan kepatuhan warga negara terhadap hukum. Sosialisasi hukum dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah, bekerja sama dengan berbagai lembaga kebudayaan. Berbagai sarana mengekspresikan diri diadakan untuk melibatkan rakyat dalam kehidupan pemerintahan.

Kapankah pemerintah melakukan pewarisan budaya terhadap rakyatnya? Pada prinsipnya pemerintah melakukan pewarisan budaya kepada rakyatnya setiap saat dan kesempatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketika kalian mendengarkan pidato dan percakapan pejabat-pejabat negara, sesungguhnya saat itu sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kita sedang ditegur polisi karena melanggar peraturan lalu lintas, sesungguhnya sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian sedang membaca peraturan perundangundangan, sesungguhnya saat itu sedang terjadi proses pewarisan budaya.

Ketika kalian harus membayar pajak, sesungguhnya saat itu sedang terjadi proses pewarisan budaya. Ketika kalian melihat dan melakukan apa saja yang berhubungan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sesungguhnya itu semuanya adalah proses pewarisan budaya.

3. Internalisasi

Kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang kepada kita tidak dengan serta merta menjadi milik kita seutuhnya. Pada setiap proses pewarisan budaya, orang yang menjadi sasaran pewarisan akan menentukan sikap, menerima atau menolak warisan budaya itu. Bila keputusannya adalah menolak maka budaya yang diwariskan itu tidak akan pernah menjadi milik pribadi yang bersangkutan. Bila keputusannya adalah menerima maka budaya yang diwariskan itu akan menjadi miliknya. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk memastikan budaya yang diwariskan itu menjadi miliknya adalah dengan melakukan internalisasi.

Internalisasi adalah proses mencerna dan meresapkan nilai-nilai budaya ke dalam hati sanubari anggota masyarakat sehingga alam pikiran, sikap dan perilakunya sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Keberhasilan sosialisasi sangat tergantung pada kesadaran, keinginan dan tekad yang kuat pada diri setiap individu untuk menerima dan mengikuti budaya masyarakatnya, dan pada akhirnya menjadikan budaya masyarakat itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kepribadiannya.

Seseorang yang sedang melakukan proses internalisasi sangat mungkin mengalami perang batin. Penyebabnya adalah nilai budaya yang ada dinilai sudah usang atau irrasional, tetapi sebagai anggota masyarakat, individu yang bersangkutan diharuskan bersikap konformitas guna mengikuti kelakuan kolektif.

Proses internalisasi berlangsung dengan pelan-pelan, penuh kesabaran, hati-hati dan memerlukan momen-momen yang tepat. Jika prosesnya tergesa-gesa, sembrono dan tidak pada moment yang tepat maka internalisasi akan mengalami kegagalan. Proses internalisasi dapat berlangsung dengan keras, berat dan disiplin hanya pada lembaga-lembaga tertentu, seperti lembaga pendidikan militer, kepolisian dan kedinasan lainnya. Ini juga dilakukan untuk mencapai tujuan maksimal dari sosialisasi.

4. Adaptasi

Setiap manusia yang telah melakukan internalisasi terhadap budaya yang diwarisinya diharapkan dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Haviland (1999) adaptasi mengacu pada proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan oleh organisme pada lingkungannya dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan pada organisme. Adaptasi adalah penyesuaian dua arah, yaitu antara organisme dengan lingkungannya. Adaptasi sangat diperlukan agar semua bentuk kehidupan dapat bertahan hidup termasuk manusia.

Bagaimana cara manusia beradaptasi? Menurut Haviland (1999), “manusia beradaptasi melalui medium kebudayaan pada waktu mereka mengembangkan cara-cara untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan sumber daya yang mereka temukan dan juga dalam batas-batas lingkungan tempat mereka hidup. Di daerah-daerah tertentu, orang yang hidup dalam lingkungan yang serupa cenderung saling meniru kebiasaan, yang tampaknya berjalan baik di lingkungan itu”. Keberhasilan beradaptasi akan menjadikan manusia sebagai pribadi yang selaras dengan lingkungan budaya dan sosialnya.

Manusia mampu beradaptasi dengan lingkungan hidupnya bersama budaya yang dimilikinya. Manusia membuat pakaian dan tempat berlindung seperti gua dan rumah agar dapat bertahan hidup dalam situasi dan kondisi iklim dan cuaca buruk. Manusia membuat senjata seperti tombak, panah, jaring perangkat agar dapat bertahan hidup dari terkaman buaya. Sesuai dengan nalurinya sebagai makhluk berbudaya, manusia mampu mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa sehingga taraf hidupnya lebih unggul dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain.

Menurut Haviland (1999), berburu dan meramu adalah tipe adaptasi manusia yang tertua dan mendasar. Koentjaraningrat (1999) menjelaskan; “berburu dan meramu merupakan mata pencaharian manusia yang sangat berhubungan. Suku-suku bangsa pemburu biasanya juga meramu, yaitu mengumpulkan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dan akar-akar atau umbi yang dapat dimakan, dan bahkan mencari ikan.

Dalam Antropologi ketiga jenis mata pencaharian ini disebut dengan ekonomi pengumpulan bahan pangan. Setelah bertahan selama hampir 2 juta tahun, berburu dan meramu mulai ditinggalkan dan hilang dari muka bumi sejak abad ke-19, bersamaan dengan dikenal dan beralihnya manusia ke pertanian.

Tipe adaptasi manusia selanjutnya adalah bertani. Menurut ahli sejarah kebudayaan, Verre Gordon Childe yang dikutip oleh Koentjaraningrat dalam buku Pengantar Antropologi (1999 : 53), penemuan kepandaian bercocok tanam merupakan suatu peristiwa sangat penting dalam proses perkembangan kebudayaan umat manusia, yang disebutnya suatu revolusi kebudayaan. Dari bercocok tanam ladang yang berpindah-pindah ke bercocok tanam yang menetap. Ada beberapa cara bercocok tanam menetap, berawal dari bercocok tanan tanpa menggunakan tanpa bajak (hand agriculture) hingga bercocok tanam dengan menggunakan bajak (plough agriculture).

Kemajuan teknik pertanian menyebabkan melimpahruahnya hasil pertanian. Kemakmuran akan diikuti dengan pertambahan jumlah penduduk, atau bisa juga sebaliknya. Hal ini akan mendorong berubahnya pemukiman petani menjadi kota. Kehadiran kota tentu membawa cara hidup yang sama sekali baru. Perubahan lingkungan alam dan sosial harus diikuti oleh adaptasi manusia terhadap lingkungan itu agar dapat bertahan hidup. Muncul spesialisasi dalam berbagai bidang kehidupan yang melahirkan profesi. Muncul tukang kayu, pandai besi, pemahat, pembuat keranjang, pemecah batu, dokter, guru, pengacara, pengusaha, bankir, montir, juru masak, tentara, dan sebagainya.

N. Proses Pewarisan Budaya pada Masyarakat Tradisional

Ada beberapa saluran untuk pewarisan nilai-nilai budaya pada setiap masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun modern. Saluran pertama adalah melalui pengasuhan anak serta segala upaya enkulturasi yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Saluran kedua adalah sistem pendidikan yang bersifat formal, artinya di dalam sistem tersebut dikenali adanya peranan yang jelas diperbedakan antara guru dan murid. Saluran yang ketiga adalah kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang kurang lebih dapat diikuti oleh umum, seperti pembacaan sastra, pergelaran seni pertunjukan, penyimakan terhadap penggambaran relief pada bangunan candi, upacara-upacara tertentu yang dihadiri oleh umum dan sebagainya.

Proses pewarisan budaya pada masyarakat tradisional pada umumnya bertujuan untuk menegakkan tradisi-tradisi kemasyarakatan yang kuat, yang menetapkan struktur dan peranan-peranan masyarakat. Proses pewarisan budaya pada masyarakat tradisional berlangsung sejak masa anak-anak hingga akhir hayat setiap anggota masyarakat, baik dalam bentuk enkulturasi, sosialisasi, dan internalisasi. Proses pewarisan budaya pada masyarakat tradisional sangat jelas tampak pada upacara-upacara ritual kemasyarakatan. Agen perubahan kebudayan yang sangat penting pada masyarakat tradisional adalah keluarga, tokoh masyarakat, dan agama serta lembaga-lembaga masyarakat.

Keluarga merupakan sarana pewarisan budaya yang sangat penting dalam masyarakat tradisional. Keluarga terbukti sangat ampuh dalam mewariskan nilai-nilai budaya yang mengedepankan kepatuhan dan kehormatan kepada orang tua, kejujuran, keadilan, nilai-nilai spiritual, perihal hak dan kewajiban dan keterampilan-keterampilan yang dimiliki keluarga. Pada masyarakat tradisional, akan akan tumbuh menjadi prototipe keluarganya terutama bapak dan ibunya. Bila bapaknya pandai bertani maka anaknya juga akan pandai dalam bertani, bila ibunya suka membuat kerajinan tangan, maka anaknya juga akan rajin membuat kerajinan tangan.

Lembaga-lembaga masyarakat tradisional juga merupakan sarana pewarisan budaya yang sangat penting. Contohnya adalah Desa, Marga, dan Lembaga Keagamaan dan Paguyuban lainnya yang ada pada masyarakat. Peran penting lembaga-lembaga masyarakat dalam proses pewarisan budaya, sangat nyata melalui penyelenggaraan adat-istiadat masyarakat, seperti nyadran, kenduren, resik desa, upacara perkawinan, pesta panen, dan sebagainya.

Cerita-cerita rakyat juga merupakan sarana yang penting dalam proses pewarisan budaya dalam masyarakat. Setiap cerita rakyat memiliki nilai pesan budaya yang adi luhung, yang bertujuan mewujudkan pribadi yang baik. Cerita-cerita rakyat ini diceritakan berulang-ulang dari generasi ke generasi berikutnya, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial yang lebih luas, baik pada waktu bersantai maupun saat serius. Cerita-cerita rakyat pada umumnya dikenal dengan mitos, legenda dan dongeng.

1. Mitos

Mitos adalah cerita tentang peristiwa-peristiwa semihistoris yang menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia. Setiap masyarakat pasti memiliki mitos, mitos pada dasarnya bersifat religius, karena memberi rasio pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Mitos selalu bertemakan masalah pokok kehidupan manusia, seperti; dari mana asal manusia dan segala sesuatu yang ada di dunia ini; mengapa manusia ada di bumi, dan kemana tujuan manusia? Mitos memberikan gambaran dan penjelasan tentang alam semesta yang teratur, yang merupakan latar belakang perilaku yang teratur.

Berikut ini disajikan contoh mitos tentang asal mula segala sesuatu menurut alam pikiran suku Fon di Dahomey, Afrika Barat. “Pada asal mulanya bintang-bintang kelihatan pada malam maupun siang hari. Bintang malam hari adalah anak-anak bulan, dan bintang siang hari anak-anak matahari. Pada suatu hari bulan memberi tahu matahari bahwa anak-anak mereka ingin bersinar melebihi mereka. Untuk menghindarkan hal itu mereka sepakat mengikat bintang itu dalam karung dan melemparkannya ke samudra. Matahari mengerjakan yang pertama, dan membersihkan langit dari bintang-bintang siang hari. Akan tetapi, bulan yang busuk itu tidak memenuhi kewajibannya dan membiarkan semua anak-anaknya di langit malam. Anak-anak matahari menjadi ikan-ikan yang berwarna cerah di samudra, dan sejak itu matahari menjadi bebuyutan bulan, yang dikejar-kejarnya untuk membalas dendam karena kematian bintang-bintang di lautan”.

2. Legenda

Legenda adalah cerita semihistoris yang turun temurun dari zaman dahulu, yang menceritakan perbuatan-perbuatan pahlawan, perpindahan penduduk dan pembentukan adat kebiasaan lokal. Legenda merupakan campuran antara realisme dan supernatural, perpaduan antara rasional dan irrasional. Fungsi legenda adalah untuk menghibur dan memberi pelajaran serta membangkitkan atau menambahkan kebanggaan orang terhadap keluarga, suku atau bangsanya.

Berikut ini disajikan contoh legenda pendek yang memberi pelajaran, milik orang Abenakis Barat, yang berada di bagian barat laut New England, Quebec Selatan. “ini cerita tentang seorang anak laki-laki yang kesunyian yang biasanya berjalan-jalan ke tepi sungai di Odanak atau turun bukit menuju kedua rawa di tempat itu. Ia biasanya mendengar orang memanggil namanya, tetapi kalau ia sampai di kolam rawa-rawa itu, tidak ada orang yang kelihatan atau terdengar. Akan tetapi kalau ia berjalan pulang, ia mendengar namanya dipanggil-panggil lagi. Ketika ia sedang duduk menunggu di tepi rawa datanglah seorang laki-laki yang bertanya kepadanya, mengapa ia menunggu? Ketika anak itu menceritakan kepadanya, orang tua itu berkata bahwa hal yang sama terjadi pada zaman dahulu, apa yang didengarnya itu adalah makhluk rawa dan menunjukkan rerumputan tinggi sebagai tempatnya bersembunyi; sesudah memanggil ia akan menenggelamkan diri di belakang mereka, orang tua itu berkata makhluk itu hanya ingin menenggelamkan kamu. Kalau kamu pergi ke sana, kamu akan terbenam di dalam lumpur. Lebih baik pulang saja”.

3. Dongeng

Dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan yang bertujuan untuk menghibur. Dongeng bukanlah sejarah, meskipun demikian ia berisi wejangan atau memberi pelajaran praktis kepada masyarakat.

Berikut ini disajikan contoh dongeng dari Ghana, berjudul Bapak, Anak dan Keledai.

“Seorang ayah dan anaknya laki-laki menanam jagung; menjualnya, dan menggunakan sebagai keuntungannya untuk membeli keledai. Ketika musim kemarau tiba, mereka memanen talas dan bersiap-siap mengangkutnya ke lumbung dengan menggunakan keledai mereka. Si ayah naik di atas keledai dan bertiga mereka memulai perjalanan mereka. Sampai mereka berjumpa dengan beberapa orang. Heh, kau orang malas! Kata orang-orang itu kepada si ayah. Kau biarkan anakmu yang masih muda itu berjalan bertelanjang kaki di tanah yang panas itu. Sedang kamu duduk di atas keledai? Tidak malu engkau! Si ayah memberikan tempatnya kepada anaknya dan mereka meneruskan perjalanan mereka bertemu dengan seorang wanita tua. Apa? Anak tidak berguna, kata wanita itu. Kau biarkan ayahmu berjalan tanpa alas kaki di tanah yang panas ini? Tidak malukah engkau. Anaknya turun, dan ayah maupun anaknya berjalan kaki, dan ketika mereka menuntun keledai itu di belakang mereka, mereka berjumpa dengan seorang laki-laki tua. Heh? Kau orang-orang goblok, kata orang laki-laki tua itu. Kau punya keledai dan kau berjalan tanpa alas kaki di tanah itu, dan tidak menaiki keledaimu? Dan demikianlah seterusnya. Dengarlah kalau kamu mengerjakan sesuatu dan orang lain lewat, kerjakanlah saja apa yang kau sukai”.

Pewarisan budaya pada masyarakat sederhana berlangsung dengan cara sederhana untuk mewujudkan tujuan yang sederhana pula. Caranya sederhana karena pewarisan budaya dilakukan melalui pertemuan dan pembicaraan langsung. Pertemuan ini juga sangat didominasi oleh keluarga, khususnya antara orang tua dan anak. Tujuannya sederhana karena pewarisan budaya hanya ditujukan untuk mewariskan nilai-nilai, khususnya nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam keluarga; kejujuran, kesetiaan, keadilan dan sebagainya.

Pewarisan budaya dalam modernisasi diarahkan untuk mewujudkan mentalitas pembangunan. Bila dikaitkan dengan bangsa kita, modernisasi Indonesia berarti setiap usaha yang dilakukan bangsa Indonesia untuk dapat hidup dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang yang sedang mengacu kepada Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat dan Jepang. Dalam rangka modernisasi, bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional dalam segala bidang kehidupan. Dari kegiatan itu diharapkan muncul manusia Indonesia modern. Manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan zaman dan konstelasi dunia bahkan menjadi pembaharu (pencipta ) zaman berikutnya.

O. Proses Pewarisan Budaya Pada Masyarakat Modern

Pewarisan budaya pada masyarakat modern berlangsung dengan cara yang canggih untuk mewujudkan tujuan yang terus berkembang menuju modernisasi untuk mewujudkan tujuan yang sangat komperehensif. Cara canggih karena pewarisan budaya tidak lagi hanya terjadi melalui pertemuan langsung, tetapi juga melalui pewarisan langsung. Jarak tidak lagi menjadi penghalang proses berlangsungnya pewarisan budaya akibat ada dan berkembangnya teknologi komunikasi.

Cara canggih karena pewarisan budaya pada masyarakat modern sudah berlangsung melalui media massa dan elektronik. Radio, televisi, dan internet merupakan sarana pewarisan budaya yang berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Pewarisan budaya berlangsung ketika menonton televisi, mendengar radio dan membuka internet. Cara hidup seseorang dapat tersebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia melalui media komunikasi elektronik. Anak muda dengan bida meniri cara berpakai artis top karena melihatnya melalui televisi atau membacanya pada majalah.

Pewarisan budaya tidak lagi hanya terjadi dalam lingkup kehidupan keluarga. Ruang lingkupnya sudah sangat luas, bahkan mencakup seluruh dunia. Tujuan sosialisasi tidak pula hanya didominasi oleh tujuan keluarga; tetapi juga sudah meluas akibat lahirnya organisasi modern, seperti negara. Kehadiran negara sangat mempengaruhi tujuan pewarisan budaya, melalui berbagai agen pewarisan budaya, negara bertujuan untuk mewujudkan tujuan nasional dengan tujuan akhir terwujudnya modernisasi dalam segala aspek kebudayaan.

Berdasarkan pengamatan terhadap modernisasi, hidup modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Arus komunikasi yang semakin global dan cepat; Teknologi yang semakin canggih; Efisiensi dalam segala bidang; Edukasi ( pendidikan ); Pembagian kerja; Urbanisasi; Konsumtif. Modernisasi Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan nasional dilakukan untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan. Meskipun demikian, kita masih juga mempunyai saudara-saudara yang hidup tertinggal dan miskin.

Pemerintah Indonesia telah berbuat banyak, di antaranya dengan meluncurkan program WAJARDIKNAS 9 tahun, DTL, GNOTA dan Jaringan Pengaman Sosial serta berbagai Proyek Tenaga Padat Karya. Warga negara Indonesia harus mendukung hal tersebut dengan cara mengembangkan sikap setia kawan, sederhana, hemat dan tidak memamer-mamerkan kekayaan.

Bila kita amati, nyatalah pelaksanaan hidup modern mempunyai kelebihan-kelebihan, di antaranya: Suka bekerja keras, rajin dan ulet; Berpikir maju, aktif dan kreatif.; Tidak ketinggalan zaman. Di samping kelebihan tersebut, pelaksanaan hidup modern juga memiliki kekurangan, yaitu: Sering lepas kendali dari tatanan etika karena cenderung meninggalkan nilai-nilai agama: masyarakat menjadi acuh tak acuh, egois dan individualistis. Diharapkan pewarisan budaya Indonesia dapat mewujudkan manusia Indonesia dengan kepribadian :
  1. Berorientasi pada masa depan.
  2. Memiliki hasrat tinggi untuk bereksplorasi.
  3. Berorientasi pada achievement.
  4. Percaya pada diri sendiri dan bekerja keras.
P. Perbandingan Proses Pewarisan Budaya pada Masyarakat Tradisional dan Modern

Proses pewarisan budaya terjadi dari dahulu hingga sekarang. Manusia saat ini dapat mengetahui budaya manusia beratus-ratus bahkan beribu-ribu tahun yang lalu karena adanya pewarisan budaya dengan menggunakan berbagai media budaya. Pada umumnya orang membedakan pewarisan budaya pada masyarakat tradisional dan modern. Menurut Koentjaraningrat (1999) “masyarakat tradisional merujuk pada masyarakat yang ada pada abad ke-19 dan sebelumnya.” Atas dasar itu, masyarakat modern adalah masyarakat yang hidup pada awal abad 20 sampai dengan sekarang.

Pewarisan budaya pada masyarakat tradisional merujuk pada pewarisan budaya yang terjadi pada masyarakat yang hidup pada abad ke – 19 dan sebelumnya. Sedangkan pewarisan budaya pada masyarakat modern menunjuk kepada proses pewarisan budaya yang terjadi pada masyarakat yang hidup pada awal abad ke – 20 sampai dengan sekarang.

Perbedaan pewarisan budaya pada kedua jenis masyarakat itu di antaranya dapat ditinjau menurut peranan lembaga kebudayaan, cara pewarisan budaya, sarana pewarisan budaya dan kecepatan pewarisan budaya.

1. Peranan Lembaga Kebudayaan

Ada 5 (lima) lembaga kebudayaan manusia yang sangat berperan dalam pewarisan budaya dari generasi ke generasi. Kelima lembaga kebudayaan itu adalah lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga ekonomi dan lembaga pemerintahan. Lembaga kebudayaan yang sangat berperan dalam pewarisan kebudayaan dalam masyarakat tradisional adalah keluarga. Pada masyarakat tradisional, orang tua, anak dan anggota keluarga lainnya sering menghabiskan waktu bersama-sama, bersenda gurau dan saling bertukar cerita. Orang tua sering menceritakan dongeng, mitos dan legenda sebagai penghantar tidur anakanaknya.

Lembaga kebudayaan yang sangat berperan dalam pewarisan budaya dalam masyarakat modern selain keluarga adalah lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga ekonomi dan lembaga pemerintahan. Pada masyarakat modern, anggota keluarga sudah banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, orang tua asyik dengan pekerjaan dan anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, mulai dari sekolah, tempat bermain dan tempat berlatih dan berolah raga. Fakta ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan seperti sekolah merupakan lembaga yang sangat penting dan utama dalam proses pewarisan budaya dalam masyarakat modern.

2. Cara Pewarisan Budaya

Cara pewarisan budaya pada masyarakat tradisional terjadi secara sederhana, yaitu melalui tatap muka langsung, dari mulut ke mulut dan praktik langsung. Masyarakat dengan tipe berburu mewariskan keterampilan berburu dengan cara membawa langsung anaknya untuk turut serta dalam berburu. Pewarisan budaya dilakukan dengan tatap muka langsung, ketika mitos, legenda, dan dongeng diceritakan, orang tua bertatap muka langsung dengan anak-anaknya. Cara lainnya adalah dari mulut ke mulut. Pewarisan budaya sering dilakukan secara berantai, seseorang bercerita kepada temannya, yang kemudian bercerita kepada orang lain, dan seterusnya.

Cara pewarisan budaya pada masyarakat modern berlangsung secara canggih, yaitu melalui tatap muka langsung maupun tanpa tatap muka. Kecanggihan cara pewarisan budaya pada masyarakat modern terjadi akibat dari penemuan teknologi komunikasi dan informasi canggih seperti telepon, handphone, radio, televisi, dan internet serta alat percetakan yang menyebabkan tersedianya berbagai jenis buku. Pewarisan budaya sudah dapat dilakukan melalui teknologi komunikasi dan informasi, yang tidak memerlukan tatap muka langsung. Media elektronik dan media massa memiliki peranan penting dalam proses pewarisan budaya pada masyarakat modern. Penghantar tidur manusia pada masyarakat modern adalah dengan mendengarkan radio dan menonton televisi, sudah sangat jarang orang tua yang membacakan dongeng kepada anak-anaknya menjelang tidur.

3. Sarana Pewarisan Budaya

Pewarisan budaya pada masyarakat tradisional melibatkan sarana yang sangat sederhana, yaitu pertemuan langsung dan dari mulut ke mulut dengan melibatkan cerita-cerita rakyat, seperti mitos, legenda dan dongeng. Karena sarananya yang sangat sederhana maka ruang lingkup pewarisan budaya pada masyarakat tradisional sangat sempit dan kecil, yaitu meliputi masyarakat satu keluarga dan satu desa.

Pewarisan budaya pada masyarakat modern melibatkan sarana yang sangat canggih, yaitu teknologi komunikasi dan informasi canggih seperti telepon, handphone, radio, televisi, dan internet serta alat percetakan yang menyebabkan tersedianya berbagai jenis buku. Karena sarananya yang sangat canggih maka ruang lingkup pewarisan budaya pada masyarakat modern sangat luas dan besar, yaitu meliputi masyarakat yang sangat luas, bahkan meliputi seluruh dunia.

4. Kecepatan Pewarisan Budaya

Pewarisan budaya pada masyarakat tradisional berlangsung dengan sangat lambat. Tipe masyarakat berburu dan meramu bertahan selama 2000 tahun, hal ini menunjukkan betapa lambatnya proses pewarisan budaya yang berujung pada lambannya perubahan budaya. Penyebab lambatnya pewarisan budaya pada masyarakat tradisional adalah sarananya yang masih sangat sederhana.

Pewarisan budaya pada masyarakat modern berlangsung dengan sangat cepat. Kian kemari terjadi perubahan budaya yang sangat cepat. Tipe masyarakat bercocok tanam ladang berubah cukup cepat menjadi bercocok tanam tetap, dan selanjutnya berubah cepat menjadi tipe masyarakat kota dengan berbagai spesialialisasinya. Kota berubah dengan sangat cepat menjadi menjadi metropolitan dengan sistem informasinya yang canggih. Hal ini menunjukkan terjadinya proses pewarisan budaya yang semakin cepat kian kemari. Penyebabnya adalah cepatnya pewarisan budaya pada masyarakat modern adalah sarananya yang sangat canggih.

Analogi Budaya 8 :

Coba kembangkan etos kerja dan orientasi kecakapan hidup pada diri kalian!

Perkembangan teknologi informasi yang canggih dewasa ini juga berpengaruh terhadap pewarisan budaya. Selain berdampak positif juga negatif terhadap masyarakat terutama generasi muda. Coba diskusikan dengan teman-teman kalian dan berikan solusi yang tepat supaya perkembangan Iptek tersebut tidak berdampak negatif terhadap masyarakat terutama generasi remaja sebagai penerus dan pewaris budaya bangsa. Selain itu coba kalian berikan juga contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari kalian dalam menghadapi perkembangan iptek.

Rangkuman :

Manusia menciptakan budaya untuk mempertahankan hidupnya dari ancaman dan kekuatan alam yang seringkali tidak bersahabat. Kebudayaan adalah sesuatu hal yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh masyarakat manusia. Kebudayaan setiap masyarakat terdiri dari unsur-unsur kebudayaan yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat kesatuan. Secara garis besar, unsur budaya dibagi menjadi tujuh yang dikenal dengan Universal Categories of Culture yaitu peralatan dan teknologi. Dinamika kebudayaan terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antarmanusia dan kelompok sehingga terjadilah proses saling mempengaruhi. Hal ini yang mendorong manusia selalu mengadakan kerja sama dengan manusia lain atau kelompok lain sebagai bentuk adaptasi dalam menghadapi lingkungan sehingga keberlangsungan hidup manusia tersebut dapat berjalan. Melalui berbagai proses kebudayaan seperti akulturasi, asimilasi atau difusi kebudayaan mengalami perubahan. Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika kebudayaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah perubahan penduduk, penemuan baru, ideologi, dan invensi. Sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan fisik dan pengaruh kebudayaan lain.

Berbagai konflik yang terjadi di daerah merupakan fakta sejarah yang pernah ada di Indonesia akibat ketidakmampuan manajemen dalam mengatur kemajemukan masyarakat Indonesia. Hal ini kemudian menimbulkan ancaman baru bagi terwujudnya integrasi nasional yang memberikan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lepasnya Timor Timur dari wilayah negara Indonesia adalah salah satu bukti ketidakmampuan bangsa ini dalam mengelola pluralitas bangsa. Berbagai perasaan etnosentrisme dan primordialisme merupakan penghambat terjadinya integrasi nasional karena perasaan akan kebanggaan terhadap budaya sendiri secara berlebihan sehingga merendahkan kebudayaan lain. Sebagai gantinya maka perlunya pengembangan kekuatan multietnik yang tidak mengandung prasangka dan diskrimasi sehingga semua dapat berjalan dengan adil.

Anda sekarang sudah mengetahui Dinamika Budaya dan Perwarisan Budaya. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Baker, C. 2005. Cultur Studies (terjemahan). Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Budiardjo, M. 2000. Pengantar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.

Haviland, W.A. 1999. Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Graffiti.

Horton, P. B. and Hunt, C. L.1984. Sociology. McGraw-Hill, New York. p. 635.

Koentjaraningrat. 1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

-----------------. 1999. Pengantar Ilmu ANtropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Sedyawati, 2006. Budaya Indonesia: kajian arkeologi, seni, dan sejarah. Jakarta:RajaGrafindo Persada.

Sibarani, R. 2002. Hakikat Bahasa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soekanto, S. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Aksara Baru.

Supriyanto. 2009. Antropologi Kontekstual : Untuk SMA dan MA Program Bahasa Kelas XI. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 193.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger